17. Selenophile: Tujuh Belas

"Perusahaan sudah membentuk tim peneliti tambahan untuk menunjang proyek industri pangan organik. Menurut rencana, tim peneliti tambahan akan mulai bergabung dengan tim peneliti utama awal bulan depan. Jadi—"

Oscar mengangkat satu tangan. Diberikannya isyarat agar Donald menghentikan penjelasannya. Jadilah Donald tak bicara lagi dengan harap-harap cemas, apakah ia baru saja melakukan kesalahan?

Keringat mulai membasahi wajah Donald. Ia memandang pada rekan-rekan kerjanya, lalu pada Anne, tetapi tak ada satu pun yang bisa memberinya petunjuk untuk apa yang terjadi. Apakah Oscar marah dengan penjelasannya barusan?

Donald ingin mengesampingkan kemungkinan menakutkan itu. Membuat marah Oscar adalah hal paling berbahaya di dunia, terlebih lagi bila kemarahannya disebabkan oleh pekerjaan yang tidak becus. Untuk itu ia pastikan untuk selalu menuntaskan pekerjaannya sebaik mungkin. Persis seperti yang kali ini walau sepertinya Oscar tak menganggap demikian.

Ekspresi Oscar menyiratkan amarah. Wajahnya tampak mengeras dan rahangnya kaku. Urat-urat mulai bertonjolan di dahi sementara keringatnya perlahan mengalir.

Tiba-tiba saja Oscar bangkit dari duduk. Dibuatnya kursi terpelanting ke belakang sehingga para bawahannya jadi sama-sama terlonjak kaget dan takut. Mereka semakin khawatir hingga Anne sudah mengumpulkan keberanian untuk sekadar bertanya pada Oscar.

"Maaf, Pak. Apa—"

"Keluar!"

Ucapan Anne terpotong oleh perintah tegas Oscar. Jadilah ia memucat, demikian pula dengan yang lain. Semua saling pandang dengan ketakutan dan kebingungan. Niat untuk mempertanyakan apa yang terjadi tentu saja ada, tetapi perintah Oscar di atas segalanya. Pada akhirnya mereka bergegas keluar dari ruang kerja Oscar.

Oscar buru-buru mengambil ponsel yang sengaja ditinggalkannya di meja kerja ketika ia mengadakan rapat dengan para direktur di ruangannya. Segera saja dihubunginya nomor Era, tetapi tak diangkat. Jadilah ia beralih dengan menghubungi Seth.

"Halo, Al—"

"Di mana, Era? Apa kau bersama Era, Seth?"

"Ehm, tidak, Alpha. Aku sendiri. Aku belum bertemu Era hari ini."

Oscar memejamkan mata. Diberinya Seth perintah dengan suara bergetar. "Cari Era sekarang juga. Temukan dia secepatnya. Setelah itu, kabari aku."

"Baik, Alpha."

Panggilan berakhir dan Oscar tak sabar menunggu kabar dari Seth. Ia gelisah dan semakin lama perasaan itu mulai menjelma menjadi ketakutan.

Pasti ada hal buruk yang terjadi pada Era. Aku tak pernah merasa ketakutan seperti ini sebelumnya.

Oscar mencoba untuk menenangkan diri. Dihirupnya udara sedalam mungkin dan dipejamkannya mata. Namun, bukan ketenangan yang dirasakannya, melainkan ketakutan yang semakin menjadi-jadi.

Jiwa serigala Oscar menggeram. Ia tegang dan tak bisa ditenangkan sama sekali.

Oscar putuskan bahwa ia tak bisa menunggu. Jadilah ia segera menghubungi Philo. "Segera siapkan helikopter, Philo. Lima belas menit lagi kita pergi ke Celestial City."

*

Seth baru saja tiba di kampus ketika Oscar menghubunginya. Sabuk pengaman masih terpasang di tubuh dan perintah Oscar membuat ia segera bergegas turun dari mobil. Ditelusurinya setiap gedung dengan penuh ketelitian tanpa abai untuk bertanya pada setiap mahasiswa yang ditemuinya, tetapi ia belum juga berhasil menemukan keberadaan Era.

Waktu terus berjalan. Seth kewalahan karena Celestial University memiliki gedung yang luas. Nyaris mustahil baginya untuk mengecek semua tempat dalam waktu singkat.

Langkah Seth tiba-tiba berhenti. Ia berpaling dan menyipitkan mata, mencoba untuk memfokuskan retinanya pada pemandangan ganjil di seberang lorong sana.

Ada beberapa mahasiswa yang tertawa-tawa di satu sudut gedung kuliah yang jarang dilalui orang-orang. Perilaku mereka mungkin tampak biasa-biasa saja. Namun, ketika Seth menyadari bahwa mereka adalah teman-teman Gerald maka ia pun segera bertindak.

Seth menghampiri mereka dan tawa yang semula membahana jadi hilang seketika. Lalu ia bertanya tanpa tedeng aling-aling. "Di mana Era?"

Mereka saling pandang. Seth menunggu, tetapi tak ada jawaban yang didapatkannya. Alih-alih kekehan dengan mimik mencemooh.

"Ada apa denganmu, Cooper? Kau datang dan menanyakan Era? Ehm. Aku bahkan tidak mengenal siapa itu Era. Ehm. Apa kalian mengenal Era?"

Cowok-cowok yang lain menyambut lelucon itu dengan amat apik. Mereka memasang tampang sok polos yang tak tahu apa-apa, lalu menggeleng kompak.

"Tidak. Kami tidak tahu siapa Era. Apakah dia mahasiswa di sini?"

"Oh, tunggu. Apakah Era itu manusia?"

Setelahnya, mereka tertawa kembali seolah itu adalah hal paling menggelikan sedunia.

Seth memejamkan mata dengan dramatis. Dihirupnya udara dalam-dalam, lalu ia beralih pada satu ruangan yang ditutupi oleh mereka. "Apa Era ada di sana?"

Tawa berhenti dan mereka hanya cengar-cengir tanpa ada yang berniat untuk memberi jawaban pasti.

"Apakah Gerald membawa Era ke sana?"

Kesekian kali, tak ada yang menjawab. Namun, setidaknya kali ini mereka memberikan reaksi walau tak seperti yang diharapkan oleh Seth.

"Bukan urusanmu, Cooper. Lebih baik kau pergi dan pura-pura tidak tahu apa pun."

Seth mengatupkan mulut rapat-rapat ketika pundaknya didorong. Dilihatnya para teman Gerald satu persatu sembari berkata. "Sebaliknya, aku sarankan kalian untuk segera pergi dari sini dan pura-pura tidak tahu apa pun. Aku hanya memberi sekali peringatan dan kuharap kalian memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik mungkin."

Mereka mendengkus geli. Dianggapnya Seth hanya membual saja.

Namun, Seth serius. "Minggirlah kalian," tegasnya untuk yang pertama dan terakhir kali. "Aku tidak ada urusan dengan kalian, tetapi kalau kalian menghalangiku maka aku tidak akan keberatan sama sekali untuk memberi kalian pelajaran."

Tak ada seorang pun yang menganggap serius peringatan Seth. Sebaliknya, mereka malah mengabaikan dan menganggapnya remeh seolah Seth adalah badut yang tengah melucu.

Seth abaikan mereka. Ia tak ingin membuang-buang waktu dan kembali melangkah. Tujuannya sekarang adalah ruangan yang diketahuinya berfungsi sebagai gudang itu. Ia harus menyelamatkan Era secepat mungkin.

Seorang cowok beranjak. Diadangnya jalan Seth.

Seth menatapnya dan tak merasa perlu untuk memberi peringatan yang kedua. Peringatan pertamanya tadi sudah cukup jelas. Jadilah ia mengepalkan tinju dan menghantam perut cowok itu tanpa aba-aba sama sekali.

Jerit sakit menggelagar. Tinju Seth bukan hanya membuat cowok itu merasa perutnya seakan pecah, melainkan lebih dari itu. Tubuhnya dibuat melayang hingga menghantam pintu gudang.

Pintu gudang terbanting. Cowok itu mendarat di lantai dan tak bergerak lagi.

Kali ini tawa benar-benar menghilang. Ekspresi geli pun lenyap tanpa jejak sama sekali. Satu-satunya yang tersisa adalah umpatan Gerald.

"Sialan! Siapa yang—"

Seth maju dan Gerald tercekat seketika. Jadilah ia bangkit sementara perhatian Seth tertuju pada hal lain.

"Seth."

Suara Era bergetar. Begitu pula dengan tubuhnya. Bibirnya memucat sementara matanya mulai memerah.

Seth menggertakkan rahang. Ditatapnya Gerald dengan tajam. "Kau pikir apa yang kau lakukan pada Era, Robinson?"

"Bukan urusanmu, Cooper. Jadi, lebih baik kau pergi sekarang juga. Aku dan Era masih punya urusan penting yang harus kami tuntaskan saat ini juga."

"Pergi?" Seth berdecak dan geleng-geleng. Sorot matanya berubah jadi mengejek. "Kau benar-benar memalukan, Robinson. Kau memang cowok rendahan. Perilakumu sungguh memuakkan."

Rasa-rasanya, seumur hidupnya tak pernah Gerald diumpati sedemikian rupa, terlebih lagi diumpati di depan muka. Jadilah wajar bila emosinya menggelegak.

Gerald mendengkus. Dihadapinya Seth dengan sikap pongah. "Kau pikir kau siapa, Cooper? Berani-beraninya kau bicara seperti itu padaku? Apakah kau sudah tak ingin hidup lagi?"

"Seharusnya kau menanyakan itu pada dirimu sendiri, Robinson. Apakah kau sudah ingin mati?"

Gerald tak terima. Sikap Seth menyulut dan selain itu, tentunya ia marah karena rencananya pada Era harus tertunda. Jadilah ia menunjuk hidung Seth, lalu menggeram. "Kau akan menyesal, Cooper. Kupastikan kau akan memohon ampun padaku."

"Oh ya? Kupikir, justru sebaliknya," ujar Seth menerima tantangan Gerald. Diberinya senyum mencemooh yang membuat Gerald semakin marah. "Kupastikan kau yang akan merengek memohon ampun padaku, Robinson."

Era meneguk ludah. Ia menggeleng sembari mengangakt satu tangan, berusaha untuk bicara pada Seth. Diusahakannya untuk tidak terjadi perkelahian. Ia baik-baik saja dan—

Mata Era memelotot. Di saat ia berusaha untuk mencegah terjadinya perkelahian, ada pihak lain justru menginginkan hal sebaliknya. Dilihatnya Gerald yang mendorong Seth dan teman-teman Gerald mulai bertindak.

"Ja-jangan."

Peringatan Era tak ada guna. Mereka mengabaikannya seolah tak punya telinga, bahkan mungkin juga tak punya mata. Setidaknya seorang cowok yang pingsan itu bisa memberi tamparan untuk mereka bahwa Seth bukanlah lawan yang sepadan. Namun, mereka tak menyadarinya. Jadilah mereka mulai menyerang Seth.

Dengkusan Seth menyambut serangan yang datang padanya. Tinju dan tendangan yang dilancarkan oleh mereka bukanlah tandingan untuknya. Jadilah bukan hal sulit untuknya mengelak dan balik menyerang.

Nyatanya bukan tanpa alasan mengapa Oscar menyuruh Seth untuk menjaga Era. Kebetulan saja, ia memang adalah mahasiswa di Celestial University. Selain itu, Oscar percaya pada kemampuannya.

Seth adalah manusia serigala yang telah bergabung dalam tim penjaga. Terpenting, ia merupakan pemimpin para penjaga muda. Keberadaannya memang diperuntukkan demi menjaga dan melindungi keluarga Alpha, selain juga memberikan pelatihan dasar pada setiap manusia remaja dewasa yang bersiap untuk menjalani upacara kedewasaan.

Pada dasarnya, Seth memiliki kemampuan bertarung yang tentu saja tak pernah dibayangkan oleh manusia biasa, apalagi bila manusia biasanya adalah Gerald dan teman-teman. Ia tangkas dan kuat. Namun, fakta bahwa ia adalah manusia serigala menjadikannya jauh lebih tangkas dan kuat berkali-kali lipat.

Seth menangkap satu tinju tanpa perlu menoleh sama sekali. Instingnya yang telah teruji seolah memberi petunjuk sendiri. Jadilah ia tinggal mengangkat tangan dan tinju itu tenggelam dalam cengkeramannya.

Rintih kesakitan terdengar ketika Seth mulai memutir tinju tersebut sembari mendorongnya tanpa belas kasih. Setelahnya ia pun menghempaskan tinju tersebut sehingga si empunya terhuyung dan menabrak dinding dengan keras.

Bunyi retak terdengar. Gurat-gurat retak pun terlihat di dinding. Beberapa dari mereka melihat itu dan sontak meneguk ludah.

Agaknya mereka mulai menyadari fakta bahwa Seth jauh lebih kuat dari yang mereka kira. Jadilah mereka saling pandang dan Gerald membentak.

"Mengapa kalian diam saja?! Ayo! Serang Cooper sialan itu!"

Mereka tampak ragu. Salah satu di antara mereka pun berusaha untuk menyadarkan Gerald. "Se-sepertinya Cooper bukan tandingan kita, Gerald."

Seharusnya Gerald menyadari hal tersebut. Mereka mengeroyok Seth, tetapi justru pihak mereka yang terdesak. Seth bukan hanya tak tersentuh, melainkan ia juga berhasil balas menyerang dan menyebabkan cedera yang tak tanggung-tanggung.

Namun, mata Gerald telah tertutup oleh amarah. Diabaikannya fakta bahwa teman-temannya telah mengerang sakit semua. Ada yang dikarenakan tinju Seth, ada pula karena tendangannya. Sasarannya pun beragam dari perut, dada, kaki, hingga wajah. Jadilah badan mereka memar-memar.

"Sialan kalian semua!" geram Gerald. Dipelototinya mereka satu persatu. "Jangan membuat aku malu! Tunjukkan keberanian kalian!"

Seth berdecak sembari geleng-geleng. "Sepertinya mereka jauh lebih pintar ketimbang kau Robinson."

"Jaga mulutmu, Cooper!"

Bentakan garang Gerald menjadi tanda bahwa ia telah habis kesabaran. Diabaikannya peringatan teman-temannya dan ia menyerang Seth. Tangan terangkat dan tinju terkepal, ia mengincar rahang Seth.

Serangan Gerald tak menemui sasaran. Ia hanya meninju angin kosong dan segera berpaling. Dicarinya keberadaan Seth dan yang ia dapati adalah tendangan yang menghantam punggungnya.

Gerald mengerang, tetapi belum menyerah. Kembali diserangnya Seth walau tak ada satu pun yang berhasil. Sebaliknya, malah ia yang menjadi bulan-bulanan Seth.

Seth putuskan untuk tak berlama-lama meladeni Gerald. Jadilah ia tangkis tendangan Gerald dan lalu ia balas dengan serangan serupa di perut.

Tubuh Gerald melayang dan menghantam teman-temannya. Mereka terjatuh bersamaan dengan Gerald yang tampak menyedihkan. Hidung patah, sudut bibir berdarah, dan perutnya seolah pecah.

Seth beranjak selangkah. Mereka refleks menghindar.

"Aku harap ini cukup untuk menjadi pengingat kalian. Jangan pernah menyentuh Era atau kalian akan menanggung akibat lebih dari ini."

Tidak ada yang bicara. Mereka semua terdiam dengan rasa takut yang tak terungkapkan. Bahkan Gerald yang biasanya besar mulut pun jadi tak bersuara, ia hanya bisa merutuk di dalam hati, dijanjikannya pembalasan yang lebih menyakitkan untuk Era dan Seth.

Seth menghampiri Era. Dibantunya Era untuk berdiri. "Kau baik-baik saja?"

"Ya."

Seth mengambil alih tas ransel Era. Lalu mereka pergi dari gudang.

"Kupikir kita harus ke rumah sakit, Era."

Era menggeleng. Sepanjang jalan menyusuri lorong, ia berulang kali menarik napas dalam-dalam. Emosinya masih terasa walau Seth telah menghajar Gerald dan teman-temannya. "Tidak, Seth. Aku tidak perlu ke rumah sakit."

Seth melirik. Dilihatnya tubuh Era masih bergetar walau samar. Selain itu, ia pun menyadari sesuatu yang penting ketika membantu Era berdiri tadi, yaitu tubuh Era terasa sangat panas.

Untunglah aku tidak datang terlambat.

Era nyaris berubah dan tidaklah aneh mendapati emosinya terus menggelegak hingga sekarang. Jiwa serigalanya masih meradang, merasa tak puas karena tidak menghajar Gerald dengan tangan sendiri.

"Bagaimana kalau sekarang kuantar kau pulang saja? Dengan keadaanmu ini, sepertinya kau tidak akan bisa belajar seperti biasa."

Era membuang napas panjang. Sepertinya kali ini ia sependapat dengan Seth. "Kupikir itu ide bagus, Seth. Terima kasih."

Mobil Seth keluar dari kawasan kampus sekitar lima menit kemudian. Duduk bersamanya di kursi penumpang, Era tampak meremas kedua tangan. Ia masih berkutat dengan pengendalian dirinya dan Seth memaklumi hal tersebut.

Pada dasarnya, semua manusia serigala yang baru saja mengalami perubahan pertama tidak akan diperkenankan keluar dari kawasan Istana untuk beberapa saat. Mereka harus menjalani pelatihan dan dipastikan lulus ujian pengendalian diri demi menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Satu yang paling sederhana, yaitu berubah di tempat umum.

Sedikit berbeda untuk Era. Ia menjalani pelatihan dan memang lulus, tetapi ada kemungkinan yang mengindikasikan bahwa kelulusannya lebih disebabkan oleh ketidakinginannya menjadi manusia serigala. Jadilah ia tampak terkendali walau sebenarnya belum tentu.

Kejadian tadi telah membuktikan. Era nyaris lepas kendali seandainya Seth tidak datang tepat waktu. Namun, di sisi lain, Seth justru merasa senang juga. Sepertinya Era mulai menerima fakta bahwa ia adalah manusia serigala.

Mobil Seth berhenti di parkiran. Ia melepas sabuk pengaman, demikian pula dengan Era. Lalu ia berkata. "Apa kau keberatan kalau aku ikut ke unitmu? Mungkin kau butuh minuman atau camilan, aku bisa membuatkannya untukmu."

Era tahu bahwa itu hanyalah alasan. Pada dasarnya Seth masih khawatir dengan keadaannya. Jadilah ia tak menolak karena disadarinya bahwa keadaannya memang sangat berantakan saat itu. Lagi pula ia juga tak ingin tersadar dengan keadaan apartemen yang hancur.

Kehadiran Seth akan membuat pikiran Era teralihkan. Semoga saja hal itu bisa membuat emosinya perlahan meredam dan ia tidak mendadak berubah menjadi serigala.

Era membuka pintu. Dipersilakannya Seth masuk dan lalu matanya menatap sesuatu. Tidak, ia menatap seseorang.

Oscar bangkit dari duduk. Langkahnya besar dan cepat. Ia hampiri Era hanya dalam hitungan detik yang tak seberapa.

"Apa yang terjadi padamu?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top