15. Psithurism: Lima Belas

Selama Era berada di Celestial City maka selama itu pula Seth selalu menjaganya. Seth tak pernah melepaskan pengawalan padanya hingga dia benar-benar berada di dalam apartemen. Bagi Seth, tak ada tempat di Celestial City yang keamanannya bisa dipercaya selain di apartemen The Avalon Gardens.

Seth benar-benar menjalankan perintah Oscar dengan sebaik mungkin. Bahkan ketika Era tak ingin dijaga maka dia pun dengan cerdik mengawal dengan jarak yang aman. Dipastikan olehnya agar keselamatan Era terjaga seratus persen. Salah satunya, yaitu dengan cara mengikuti kepulangan Era setelah selesai bekerja di kafe.

Sekarang, setelah Era kembali ke Istana maka Seth pun menyadari bahwa tak ada salahnya untuk terus melewati rute perjalanan pulang itu. Pikirnya, mungkin saja ada satu atau dua kawanan yang mengira Era masih berada di sana. Bila kemungkinan itu terjadi maka bisa jadi dia akan mendapatkan petunjuk yang berharga.

Seth memutar kemudi. Dia berbelok di perempatan jalan yang lampu jalannya telah rusak. Jadilah dia melihat sekilas pada lampu jalan itu yang cahayanya berkelap-kelip. Dia geleng-geleng dan menganggap kelap-kelip bintang jauh lebih bagus ketimbang itu.

Pemikiran mengenai kelap-kelip bintang sirna seketika dari kepala Seth ketika ada sebuah pemandangan janggal yang dilihatnya. Jadilah bola matanya membesar dan dia tak akan salah menebak bahwa itu adalah Dree yang dikelilingi oleh tiga orang pria tak dikenal.

Kaki Seth menginjak pedal gas semakin dalam ketika dilihatnya salah seorang pria berniat untuk menyerang Dree. Putaran ban mobil meningkat menjadi jauh lebih cepat dengan tak kira-kira. Dia menggertakkan rahang dan kemudi kembali berputar seiring dengan kakinya yang menginjak pedal rem.

Ketiga orang pria itu mundur seketika saat mobil Seth dengan perhitungan yang tepat berhasil berhenti di antara mereka dan Dree. Seth segera keluar dari mobil dan mendapati Dree yang segera bersembunyi di balik tubuhnya.

"Seth. Oh, syukurlah ada kau."

Seth memasang sikap siaga. Dilihatnya ketiga orang pria itu dengan sorot tajam tanpa abai untuk bertanya pada Dree. "Kau tak apa bukan?"

"Ya, aku tak apa, Seth," lirih Dree dengan suara yang dibuat-buat. Lalu dia mengerjap ketika disadarinya Seth menyentuh tangannya. "Aku baik-baik saja."

"Masuklah ke dalam mobil. Aku akan mengurus mereka."

Dree tertegun—serupa terpana—untuk sedetik. Lalu buru-buru mengangguk. "Kau berhati-hatilah, Seth."

Setelahnya, Dree langsung buru-buru masuk ke mobil Seth. Dia segera mengunci mobil dan menahan napas sembari mendekap dadanya yang berdegup.

Di lain pihak, ketiga orang pria yang merupakan manusia serigala itu jelas bisa menebak siapa Seth. Jadilah mereka saling bertukar pandang dan agaknya tak banyak pilihan tersisa untuk mereka. Seth sudah menangkap basah mereka.

Pria pertama menggeram. Sepertinya emosi yang dirasakannya karena Dree menjadi melonjak berkali-kali lipat berkat kehadiran Seth. Alhasil dia pun membentak Seth tanpa tedeng aling-aling. "Kau Seth, bukan?"

Seth menyipitkan mata. "Kau mengenalku." Dia mengangguk sekali sebelum balas bertanya. "Lalu kau siapa dan ada urusan apa kau datang kemari?"

"Kau tak perlu tahu siapa aku. Terpenting di sini adalah di mana Era?"

Seth mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Sontak saja wajahnya mengeras dan berubah merah kelam. Jelas saja dia tak terima ketika nama Era disebut tanpa penghormatan sama sekali.

"Jawab pertanyaanku," ulang pria pertama tanpa gentar sama sekali. Dipelototinya Seth. "Di mana Era? Aku ingin bertemu dengannya."

Mata Seth menatap nyalang. "Sepertinya kau sudah bosan hidup di dunia ini. Berani-beraninya kau merendahkan luna Kawanan Xylvaneth."

"Cih!" Pria pertama meludah. "Kita akan melihatnya nanti. Seberapa lama dia bertahan menjadi luna Kawanan Xylvaneth."

Darah Seth mendidih. Emosinya tak terbendung lagi dan bersamaan dengan itu, pria pertama pun memberikan isyarat pada kedua orang temannya.

Bentakan garang pecah di udara. Seth berlari maju dan menyambut serangan kedua orang pria itu. Dia berkelit dengan lincah, lalu mengepalkan tinjunya sekuat mungkin. Setelahnya, terdengar suara berderak yang mengerikan ketika tinjunya mendarat telak di depan leher pria kedua.

Pria pertama membelalakkan mata ketika melihat seorang rekannya tumbang hanya dalam sekali serangan. Jadilah dia menggeram. Dia benar-benar tak terima ketika melihat rekannya tumbang hanya karena satu kali tinju dari seorang guard muda.

"Bajingan!"

Umpatan pria pertama tak mengusik Seth sama sekali. Sebaliknya, konsentrasinya terjaga penuh. Kala itu diingatnya pesan Bogy. Intinya adalah kau harus tenang. Kau hanya perlu menyerang sekali di titik vital. Kita adalah penjaga, prioritas kita adalah menggunakan tenaga kita untuk menjaga keluarga alpha. Jadi, bertarunglah dengan seefektif mungkin. Hemat tenagamu untuk tugas yang sebenarnya.

Seth mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Sebabnya, dia yakin bahwa kali ini pria pertama pasti akan turut serta menyerangnya. Untuk itu maka dia pun segera menilai situasi dengan cermat.

Pria pertama meluncur maju dengan serangan yang amat garang. Tinjunya mengarah ke kepala Seth dengan kecepatan yang amat mengancam.

Seth segera mencondongkan tubuh ke samping. Dihindarinya serangan itu dengan gesit. Setelahnya dia pun memutar tubuh dengan cepat, memanfaatkan momentum itu dengan mengayunkan kaki kanan ke arah lutut pria pertama.

Pria pertama terpaksa melompat mundur. Dia tak ingin mengambil risiko setelah melihat kekuatan fisik Seth dan itu jelas membuatnya merasa malu. Harga dirinya terluka sehingga dia pun melepaskan jaket kulitnya, lalu membantingnya di jalanan dengan penuh geram.

Tindakan itu membuat mata pria ketiga membesar. Terlebih ketika dilihatnya ada cahaya lampu motor dan diikuti oleh suara berisiknya yang memekakkan telinga.

Pria ketiga segera menahan pria pertama. Sebabnya, tak sulit untuknya menebak bahwa pria pertama berniat untuk berubah bentuk saat itu juga. "Kobe," bisiknya dengan suara amat rendah. "Ada orang datang."

Pria ketiga segera menahan pria pertama. Sebabnya, tak sulit untuknya menebak bahwa pria pertama berniat untuk berubah bentuk saat itu juga. "Kobe," bisiknya dengan suara amat rendah. "Ada orang datang."

Pria pertama menepis tangan pria ketiga. Tak dihiraukannya peringatan itu. Niatnya telah bulat, dia akan menghabisi Seth.

Namun, suara motor yang semakin mendekat berhasil menahan langkah pria pertama. Selain itu cahaya putih yang amat tajam telah menyorot kegelapan jalan dengan amat terang. Jadilah pria pertama mengerang penuh amarah. Dia tak ingin, tetapi dia harus menahan diri.

"Kau," geram pria pertama sambil menunjuk Seth dengan penuh kemurkaan. "Kita akan bertemu lagi, cepat atau lambat. Di saat itu, sebaiknya kau persiapkan diri dengan sebaik mungkin. Karena aku akan membunuhmu dengan amat perlahan."

Tuntas bicara maka pria pertama pun segera memutar tubuh. Dia pergi begitu saja sementara pria ketiga harus menggotong tubuh pria kedua yang sudah tak bernyawa lagi—jakunnya melesak ke dalam, tenggorokannya pecah!

Seth membuang napas panjang melihat kepergian mereka. Setelahnya, dia segera kembali ke mobil bersamaan dengan kemunculan sebuah geng motor yang tengah bersenang-senang.

"Seth!" seru Dree ketika Seth masuk ke mobil. Dilihatnya keadaan Seth dengan cepat. "Kau tak apa bukan? Apakah kau terluka?"

Seth menggeleng. "Aku baik-baik saja."

"Oh, syukurlah." Mata Dree terpejam dramatis sembari mengembuskan napas lega. "Aku benar-benar khawatir." Sedetik kemudian dia kembali membuka mata. "Aku benar-benar ketakutan karena sekali lihat saja kita bisa menilai kalau mereka benar-benar jahat. Mereka bisa saja melukaimu."

Seth menambahkan. "Juga melukaimu."

Dree tertegun. Ucapan Seth membuat semua kata-kata yang sudah mengantre di ujung lidah menjadi lenyap begitu saja.

"Jadi, apakah kau keberatan untuk menceritakan apa yang terjadi tadi?"

Dree mengerjap. Pertanyaan itu berhasil membuyarkan keterpanaannya. Jadilah dia mendeham dan menggeleng. Lantas, diceritakannya semua yang terjadi.

"Mereka menanyakan keberadaan Era dan karena aku tak tahu maka aku pun menjawab bahwa aku tak tahu, tetapi agaknya itu membuat mereka jadi marah." Dree menarik napas dalam-dalam dan aroma Seth mengisi paru-parunya. Jadilah dia butuh jeda sesaat sebelum lanjut bicara. "Apalagi pria yang satu itu. Pria yang melepaskan jaket kulitnya. Agaknya pria itu adalah pemimpin mereka dan namanya adalah Kobe."

Seth menyipitkan mata dengan serta merta. "Kobe? Dari mana kau tahu namanya?"

"A-aku mendengar salah seorang temannya memanggilnya begitu," jawab Dree sedikit terbata. Lalu diputuskannya untuk sedikit menyelipkan kebohongan di sana. "Tadi, sebelum kau datang."

Seth diam saja sembari menatap Dree untuk sesaat. Sorotnya tak mampu diartikan sehingga membuat Dree menjadi jengah.

"A-ada apa, Seth? Mengapa kau melihatku begitu."

"Tidak ada apa-apa," jawab Seth tanpa berhenti menatap Dree. "Aku hanya merasa mungkin ada baiknya kau menghubungi Era dan mengabari peristiwa yang baru saja terjadi."

"Apakah menurutmu itu adalah ide yang bagus? Maksudku, aku tak ingin membuat Era khawatir."

Seth tahu, tetapi dia memiliki alasan tersendiri. "Kau justru akan membuat Era khawatir kalau tak mengabarinya."

Dree pun mengangguk.

*

Oscar berjanji, setelah semua peristiwa membingungkan itu selesai maka prioritas utamanya adalah menemui psikolog ternama di dunia. Sebabnya dia mulai berpikir bahwa mungkin dia memang memiliki masalah serius dengan kesabaran. Itu disadarinya tepat ketika dia merasa geram melihat Era yang tak kunjung selesai berbicara dengan Dree di telepon.

"Sekali lagi aku minta maaf, Dree. Aku benar-benar tak mengira kalau mereka akan bertindak sejauh itu. Aku tak pernah—"

"Kau tak perlu meminta maaf padaku. Lagi pula aku baik-baik saja. Seperti yang kukatakan tadi. Ada Seth yang menolongku."

Era mengembuskan napas perlahan. Bisa dibayangkannya ekspresi Dree ketika bicara seperti itu dan secara refleks, dia pun tersenyum. "Aku senang kau baik-baik saja, Dree. Jadi, pastikan Seth untuk mengantarmu pulang. Aku khawatir mereka akan datang mencarimu lagi."

Mata Oscar membesar ketika melihat Era mengakhiri panggilan itu. Jadilah dia buru-buru bertanya, nyaris tak membiarkan Era untuk sekadar menarik napas. "Apa yang Dree katakan padamu?"

Era menatap Oscar dengan sorot penuh rasa bersalah. "Dree diserang oleh orang-orang tak dikenal. Berat dugaanku, itu pastilah manusia serigala."

"Sepertinya begitu. Lalu, apa lagi?"

"Dree juga mengatakan bahwa salah satu dari pria itu bernama Kobe."

"Kobe?" ulang Oscar dan segera berpaling pada Philo. Tanpa berpikir dua kali, diperintahkannya Philo. "Segera cari informasi mengenai Kobe."

Philo mengangguk. "Baik, Alpha."

Segera setelahnya, Philo pun keluar dari ruang kerja Oscar. Tinggallah mereka berdua dan hal itu dimanfaatkan Oscar untuk meraih jemari Era.

"Kau tak perlu khawatir. Aku berjanji padamu, semua ini akan segera berakhir."

Era tahu, Oscar akan melakukan apa pun untuk menepati janjinya. Lagi pula sepanjang yang dia tahu, dia bisa melihat bahwa Oscar tak pernah bermain-main dengan setiap ucapannya.

Walau demikian kegelisahan itu membuat Era benar-benar tak tenang. "Aku takut, Oscar. Bagaimana kalau ada yang terluka karena aku?" Dia menggeleng, tak mampu membayangkan seandainya Seth datang terlambat. Bisa saja Dree mengalami hal buruk. "Aku tak ingin hal itu terjadi."

Oscar mengerti. "Aku akan menyuruh Seth untuk menjaga Dree. Bagaimana?"

"Terima kasih, Oscar."

"Apa pun untukmu, Era," balas Oscar tersenyum. Lalu dibelainya wajah Era. "Jadi, bagaimana kalau sekarang kau tidur? Aku yakin, ini sudah terlalu malam. Kau harus beristirahat. Aku tidak ingin kau jatuh sakit."

Era memegang tangan Oscar yang masih bertahan di wajahnya. "Bagaimana denganmu?"

"Aku?" Oscar menarik napas dan melihat ke meja kerja. Jadilah Era turut melihat pada hal yang sama, yaitu setumpuk berkas yang menunggu untuk diperiksa olehnya. "Aku berjanji, aku akan menyusulmu secepatnya."

Era tak mendebat. Dia tahu kebiasaan kerja Oscar. Jadilah berpesan. "Jangan terlalu memforsir dirimu."

"Tentu saja."

Setelahnya, Era pun keluar sementara Oscar kembali duduk di meja kerja. Namun, tak disentuhnya berkas-berkas itu seperti yang sempat dikira oleh Era. Sebabnya, dia yakin tak akan bisa bekerja dengan fokus dengan keruwetan yang tengah terjadi. Alhasil maka dia pun hanya menunggu laporan Philo.

Philo datang sekitar setengah jam kemudian. Lalu dilaporkannya hasil pencarian yang telah didapatkan.

"Namanya adalah Kobe West. Dia adalah seorang warrior dari Kawanan Phydaron dan merupakan pemimpin dari tim pengintai."

Oscar mengangkat tangan. "Sebentar," ujarnya mencegah Philo yang ditebaknya akan lanjut bicara. Dia perlu memastikan sesuatu terlebih dahulu. "Warrior dari Kawanan Phydaron?"

Philo mengangguk. "Ya, Alpha. Ini fotonya dan aku sudah mengonfirmasinya dengan Seth. Menurut Seth, memang dialah salah satu dari ketiga orang yang menyerang Dree."

Oscar menyambut foto tersebut dan melihatnya sembari berdecak. "Agaknya Kawanan Phydaron sudah sangat berputus asa sehingga ketua tim pengintainya justru menampakkan diri dengan terang-terangan." Dia menaruh asal foto itu di atas meja. "Dia tak ada apa-apanya dibandingkan dengan tim Thad."

"Tentu saja, Alpha."

Oscar yakin itu seratus persen, dia percaya sepenuhnya terhadap semua manusia serigala terpilih yang saat ini mengabdi untuknya. Walau demikian keahlian mereka pastilah tak akan berguna bila mereka tidak tahu siapa lawan mereka sesungguhnya.

Ada tiga nama kawanan yang sudah tercatat. Ketiganya menunjukkan gelagat yang tak baik sama sekali. Mereka telah menunjukkan tindakan di luar batas dan untuk itu jadilah Oscar bertanya pada diri sendiri. Apakah itu artinya Kawanan Xylvaneth akan menghadapi mereka semua?

Oscar memejamkan mata dengan dramatis. Kemungkinan itu masuk akal, tetapi dia tak akan membiarkan hal itu terjadi. Sebabnya tak peduli sekuat apa Thad dan timnya atau seluruh Kawanan Xylvaneth, nyatanya melawan tiga kawanan adalah skenario buruk.

Maka dari itu tekad Oscar sekarang bertambah satu. Selain memastikan keselamatan Era dan kawanan maka dia harus memastikan agar perperangan bisa dihindari. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan tak akan pernah ada peperangan.

"Philo."

Philo menahan napas. Bisa dirasakan olehnya perbedaan pada suara Oscar. "Ya, Alpha."

"Kuperintahkan kau untuk menyelidiki semua. Aku ingin mengetahui alasan dari semua pengintaian ini sesegera mungkin."

*

bersambung ....

Note: Haloha! Aku bawa kabar sedikit basi 😅 Kalian masih ingat Ugo dan Voni kan? Semoga aja masih ya. Soalnya tuh cerita udah ada versi tamatnya. Kalian bisa cek langsung di PlayBook dengan judul "Hunky Dory". Aku jamin deh, kalian pasti suka endingnya (๑˃̵ ᴗ ˂̵)و

Untuk info tambahan, versi tamatnya panjang banget loh. Pasti kalian puas bacanya 🤣🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top