12. Selenophile: Dua Belas
Getar ponsel di meja rapat lebih menarik perhatian Oscar ketimbang presentasi lanjutan yang sedang dipaparkan oleh Donald. Diberikannya isyarat pada Donald untuk lanjut bicara sementara ia tersenyum miring ketika melihat siapa yang menghubunginya pagi itu.
Oscar santai saja. Diangkatnya panggilan tersebut dan sontak saja ia memejamkan mata sedetik kemudian. Suara Era menggema di telinganya hingga ia mengernyit, gendang telinganya berdenging.
"Oscar!"
Oscar mendeham. Dipertahankannya sikap keren di hadapan para karyawan. "Oh, Era. Selamat pagi juga. Aku tak mengira kau akan menghubungiku sepagi ini. Ada apa?"
"Selamat pagi juga? Hah! Sebenarnya apa yang kau lakukan? Ada Seth di sini. Jangan bilang kalau kau menugaskannya untuk memata-mataiku."
Pandangan Oscar mengitari sekitar. Para peserta rapat tengah memandanginya dan jadilah ia putuskan untuk bangkit dari duduk. "Sebentar, aku dapat telepon yang lebih penting ketimbang inovasi peternakan kuda organik itu."
Oscar beranjak ke luar ruang rapat. Dicarinya posisi yang aman dan barulah ia lanjut menaruh ponsel di telinga. Ia berniat bicara, tetapi malah Era yang lanjut bersuara.
"Kau benar-benar keterlaluan, Oscar. Bisa-bisanya kau menyuruh Seth untuk memata-mataiku!"
Anehnya, Oscar malah merasa geli mendengar kemarahan Era. Jadilah ia membayangkan semerah apa wajah Era kala itu. "Era, sepertinya aku harus meluruskan beberapa hal terlebih dahulu. Pertama, memata-matai memiliki artian tindakan pengawasan yang tidak diketahui oleh objeknya. Sementara kau? Jelas kau mengetahui keberadaan Seth. Jadi, dengan kata lain, itu tidak bisa dikatakan bahwa aku sedang memata-mataimu."
"Oh, serius, Oscar? Jadi, harus dengan istilah apa aku menyebutkanya?"
Oscar berpikir sejenak. "Bagaimana dengan 'menjaga'? Terdengar lebih baik bukan? Lagi pula memang itulah keahlian Seth. Dia adalah seorang guard muda dan itulah yang menjadi tugasnya. Kuperintahkan dia untuk menjagamu tak peduli apa pun."
"O-Oscar, aku tak butuh siapa pun untuk menjagaku. Aku bisa menjaga diriku sendiri."
"Aku yakin itu. Seorang luna pastilah bisa menjaga dirinya sendiri, tetapi apa boleh buat. Seth sudah ada di sana. Jadi, manfaatkanlah dia. Buat dia merasa berguna atau kalau tidak, kau akan mendengar lolongan sedihnya di malam purnama besok."
Hening sejenak. Nyaris membuat Oscar berpikir bahwa Era telah mengakhiri panggilan itu secara sepihak.
Oscar melihat ponselnya, tetapi ternyata panggilan masih tersambung. Jadilah ia kembali bicara mumpung Era terdiam karena ucapannya barusan.
"Kedua, sebenarnya aku tidak bisa dikatakan sengaja mengutus Seth untuk menjagamu. Mungkin kau tidak tahu, tetapi Seth juga adalah seorang mahasiswa di Celestial University. Jadi, bisa dikatakan ini seperti pribahasa pucuk dicinta ulam pun tiba."
Geraman Era terdengar nyata. "Aku tak mengira kalau kau akan memanfaatkan keadaan dengan sebaik mungkin. Maksudku, astaga! Kau tahu kalau Seth adalah mahasiswa. Tentunya dia akan belajar dan sibuk dengan kegiatannya. Mengapa kau menambah kesibukannya dengan hal tak penting?"
"Era." Oscar mengucapkan nama itu dengan penuh irama sehingga dirasakannya ada detak asing yang menyapa jantung di dalam sana. "Bisa kupastikan satu hal padamu, semua hal berkenaan dengan alpha dan luna akan selalu menjadi hal penting untuk manusia serigala mana pun. Kau boleh tak percaya, tetapi aku berani bertaruh. Seth pasti menyombongkan dirinya di depan para kawanan karena aku mempercayakan penjagaanmu padanya."
"Oh, benarkah? Entah mengapa, tetapi aku meragukannya."
Oscar geleng-geleng sembari memasukkan satu tangan ke saku celana. "Sudah menjadi ketetapan dunia. Setiap manusia serigala akan senang bila bersama alpha dan lunanya. Sementara menjadi penjaganya, itu adalah kebanggaan di level berbeda."
"Sudahlah, Oscar. Aku jadi tak bersemangat lagi karena semua ini."
"Tak bersemangat? Ehm. Suruh Seth untuk membawamu ke dokter. Mungkin saja kau—"
Kali ini Era benar-benar mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Oscar membuang napas panjang dan tak merasa kesal sama sekali, justru sebaliknya. Ditatapnya lama waktu panggilan tadi dengan tersenyum.
"Aku tak mengira kalau dia akan meneleponku secepat ini."
*
Tak ada yang bisa Era perbuat. Ia hanya bisa pasrah. Satu-satunya cara yang terlintas di benaknya baru saja mengalami kegagalan total. Oscar tak bisa dikatakan benar-benar mematainya karena ternyata Seth juga adalah mahasiswa di Celestial University.
Era memejamkan mata dengan dramatis. Bagaimana bisa?
Sebenarnya Era memang tahu bahwa dirinya tak bisa menuding Oscar untuk hal tersebut. Ia mengingat jelas percakapan di Paviliun Ursa dan menyadari bahwa Seth memang adalah mahasiswa di Celestial University. Oscar bukannya buru-buru mendaftarkan Seth untuk kuliah di sana sehingga bisa memata-matainya, tidak sama sekali.
Namun, kekesalah Era mendapatkan pembelaan tersendiri. Setidaknya bila Oscar tidak mempunyai rencana terselebung, pastilah ia akan memberi tahu Era akan hal tersebut. Kenyataannya justru tidak. Jadilah Era yakin bahwa Oscar memang sengaja.
"Untuk apa? Untuk apa dia melakukan ini semua?"
Seth mengulum senyum. Ditopangnya dagu dengan satu siku di meja dan ia lihat Era yang terus meradang selama setengah jam lebih. "Oscar hanya ingin memastikan kalau kau aman dan terlindungi."
"Aman dan terlindungi?" ulang Era sambil menatap Seth dengan kesal. "Seharusnya dia bisa memberi tahuku dari awal."
"Kuyakin kau tidak bertanya padanya."
Era mendelik. "Kau juga tak memberi tahuku."
"Kau juga tak bertanya padaku."
Era menggeram. Seth terkekeh.
"Dengar, Era. Aku yakin Oscar tidak memberi tahumu soal keberadaanku di sini karena dia tak ingin membuat kau kepikiran. Lagi pula aku tak yakin kalau keberadaanku penting untuk kau ketahui."
"Tentu saja penting."
Seth mengerjap. "Me-mengapa penting?"
Sikap Seth membuat Era mengerutkan dahi. Dilihatnya Seth dengan bingung. "Ada apa dengan sikapmu itu?"
"Maaf," pinta Seth buru-buru mendeham dan mengusap wajah. Ia menarik napas sejenak untuk menenangkan diri. "Ini pastilah ada hubungannya dengan takdirmu yang akan menjadi luna. Aku hanya merasa senang saja berada di dekatmu dan mendengar kau mengatakan keberadaanku penting, ehm itu membuatku jadi berbunga-bunga."
Sontak saja Era bergidik. Satu kemungkinan membuat ia jadi waswas.
"Bagaimana aku harus menjelaskannya?" Seth mengusap tengkuk sambil mengulum senyum. "Sebenarnya selama pergi dari Istana maka aku akan merasakan kerinduan pada Alpha, tetapi karena ada kau di sini maka—"
"Hentikan!"
Bukan seperti dugaan Era sebelumnya, memang. Seth bukannya jatuh cinta atau merasa kasmaran padanya, malah sebaliknya. Bisa dikatakan Seth merasakan dorongan seperti yang dijelaskan oleh Oscar padanya tadi di telepon.
Perasaan itu tidaklah berbahaya dan tak akan menyita pikirannya. Paling sederhana adalah tidak akan ada kemungkinan cinta segitiga yang memuakkan. Sudah cukup Era pusing meladeni Oscar. Ia tak berharap meladeni hal lainnya.
Era bangkit. Disambarnya tas dari atas meja. Ia putuskan untuk tidak berlama-lama meladeni Seth walau itu adalah hal yang sangat disayangkan.
Sejujurnya, Seth adalah seorang pria serigala yang menyenangkan. Pembawaannya ceria dan hangat. Ia pun ramah pada semua orang. Bisa dikatakan bahwa selain Ursa dan Aaron, Seth juga membuatnya merasa betah selama tinggal di Istana.
"Era, kau mau ke mana?"
Era mengangkat bahunya sekilas. "Ke mana saja."
Jadilah Era buru-buru pergi, tetapi tak dikiranya kalau Seth akan segera menyusulnya. Ia mencoba mengabaikan dan hasilnya tak seperti diharapkan. Ke mana pun ia pergi maka Seth akan terus mengikuti. Bahkan Seth tak segan-segan menunggunya keluar dari toilet walau untungnya ia menunggu dengan jarak yang aman.
Era mencoba bersabar dengan rasa geram yang tak berkesudahan. Nyatanya menjauh dari Istana tak lantas membuat ia terbebas dari kungkungan Oscar.
Oh, astaga! Sesuatu membuat langkah Era terhenti tepat di depan kantin. Seth menghampirinya, lalu bertanya.
"Ada apa, Era? Apa kau ingin makan sesuatu? Apa? Katakan padaku, biar aku yang mengambilkannya."
Era bukannya lapar atau haus, melainkan ia baru saja menyadari sesuatu. Keberadaan Seth membuat rencana kaburnya gagal total. Pastilah ia tak bisa pergi sesuai rencananya yang akan memanfaatkan momentum wisuda bila ada Seth di dekatnya.
Sungguh menyebalkan. Oscar menyebalkan. Seth juga menyebalkan.
Jadilah Era berpaling. Dilihatnya Seth dengan sorot kesal sehingga Seth jadi bingung sendiri.
"Apa?"
Era meradang. "Jangan ikuti aku."
Setelahnya Era berlari. Seth kaget, tetapi refleks saja ia turut berlari pula, mengejar Era.
"Era, tunggu aku!"
Sementara itu, tak jauh dari sana, ada seorang cowok penampilannya lebih menyerupai preman ketimbang mahasiswa berusia 22 tahun. Ia duduk bersama teman-temannya. Mereka bercanda dan membicarakan banyak hal kotor, serta tak penting. Lalu pemandangan Era dan Seth menarik perhatiannya. Jadilah ia bertanya pada teman-temannya.
"Siapa cowok yang bersama Era? Kuperhatikan, seharian ini dia selalu mengikuti Era ke mana-mana."
Seorang cowok menjawab. "Ah, itu! Namanya Seth. Lengkapnya adalah Seth Cooper. Kau tahu? Dia adalah pemilik mobil Audi R8 warna merah itu. Mengapa, Gerald? Apa ada sesuatu?"
Gerald mendengkus. "Sepertinya Era sudah pintar mencari pacar. Siapa orang tua Seth? Apa pekerjaannya?"
"Tidak ada yang tahu. Dia tergolong tertutup untuk kategori mahasiswa tampan yang kaya raya."
"Aku sempat mendengar kalau orang tuanya memiliki kapal pesiar dan merupakan pengusaha ternama. Banyak gadis yang mendekati, tetapi sepertinya tidak ada yang menarik perhatiannya."
"Oh, sial, Gerald. Apa mungkin Seth menyukai Era? Astaga, tidak masuk akal. Gadis miskin itu? Mustahil."
Tawa meledak. Gerald tak menanggapi.
"Kupikir, aku harus melakukan sesuatu," ujar Gerald seraya menyipitkan mata. Dilihatnya Era hingga benar-benar menghilang dari pandangannya. "Dia tak bisa melupakanku semudah itu."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top