1. Psithurism: Satu
Sorak sorai terdengar begitu membahana sehingga memekakkan telinga. Tepuk tangan dan teriakan menggema di seluruh arena tarung, asalnya adalah para penonton yang duduk memenuhi tribun. Wajah-wajah mereka dipenuhi oleh antusiasme dan semangat. Mata tak berkedip sedetik pun, seolah tak ingin kehilangan satu pun momen aksi yang terjadi di atas arena.
Beragam reaksi pecah di antara kerumunan. Ada yang menahan napas saat kedua petarung saling menyerang dan bertahan dengan sama tangguhnya. Sebagian lagi memperlihatkan ekspresi kekaguman yang begitu alamiah ketika menyaksikan keahlian kedua petarung tersebut. Selain itu tak sedikit dari penonton yang meneriakkan nama mereka berdua demi memberikan semangat.
"Ayo, Alpha!"
"Alpha, teruskan!"
"Ayo, Seth! Jangan mau kalah! Terus berjuang!"
Sontak saja teriakan-teriakan itu terjeda. Para penonton kompak berpaling dan melihat pada satu titik, tepatnya pada sang luna baru mereka, Era.
Era mengacungkan tinjunya setinggi mungkin di udara. Dia persis seperti penonton lainnya, menyaksikan pertarungan itu dengan penuh semangat dan sangat antusias. Namun, bukan itu penyebab sehingga para penonton melihatnya dengan dahi mengerut, melainkan karena bukanlah sang alpha yang disemangati olehnya.
Suara benturan terdengar begitu keras. Salah seorang petarung yang masih berusia dua puluh dua tahun, Seth Cooper, mendarat dengan begitu telak di lantai arena tarung. Dia berusaha untuk bangkit sementara di lain pihak, seorang petarung lagi justru menoleh ke arah penonton. Matanya mendelik sembari berkacak pinggang.
"Bisa-bisanya kau menyemangati Seth?"
Era terhenyak. Sejenak, dia tertegun, agaknya tak mengira kalau dirinya akan dituding pertanyaan semacam itu dengan teramat jelas. Jadilah dia membisu, terlebih karena baru disadari olehnya bahwa semua orang yang ada di sana tengah menatap dirinya dengan ekspresi geli. Bahkan tak sedikit yang mengulum senyum, berusaha untuk tak terkekeh karena reaksi bernada cemburu itu.
"Ehm," deham Era sesaan kemudian. Dia tersenyum walau sedikit kaku. Jadilah dia mengusap tengkuknya demi sedikit menenangkan diri. "A-aku hanya menyemangati guard-ku, Oscar."
Oscar Donovan, alpha dari Kawanan Xylvaneth, menyipitkan mata. "Lalu kau tak kepikiran untuk menyemangati alpha-mu?"
Sontak saja tawa menggema di arena tarung. Semua orang memang mengetahui bahwa Oscar adalah alpha yang ekspresif, semua yang dirasakan olehnya akan tampak jelas di wajah, sikapnya benar-benar menggambarkan isi hatinya, tetapi agaknya mereka tak mengira kalau dia akan benar-benar mengungkapkan kecemburuan dengan begitu gamblang. Jadilah mereka tak heran bila Era akan jadi salah tingkah.
Era kembali mendeham. "A-apa kau ingin aku semangati?"
Oscar memelototkan mata. "Menurutmu?"
"Ehm. Baiklah," ujar Era kemudian sembari tersenyum lebih lebar. Agaknya dia telah menemukan jalan keluar dari situasi itu. "Aku akan menyemangatimu dan Seth secara bergantian."
Lalu tawa pun kembali meledak sementara Oscar hanya mengangguk-angguk penuh arti pada Era.
Era mengangkat kedua bahunya. Kemudian dia membuktikan ucapannya sembari menatap Oscar. "Semangat, Alpha!"
Tawa semakin meledak tak terkira. Bahkan Ursa Waverly—Tetua Suci Kawanan Xylvaneth—yang sedari tadi memilih untuk menyembunyikan senyum pun menjadi tak kuasa menahan lucu. Jadilah dia mendeham beberapa kali sehingga Era pun menoleh padanya.
"Ursa."
Ursa tak bisa berbuat apa-apa. Jadilah dia meraih tangan Era, lalu menunjuk ke arena tarung. "Lihat. Alpha dan Seth akan melanjutkan pertarungan."
Era hanya bisa membuang napas panjang. Diputuskannya untuk tak lagi memperpanjang topik tersebut, apalagi karena fokus orang-orang sekarang pun tak lagi tertuju padanya, melainkan pada Oscar dan Seth yang kembali bersiap untuk melanjutkan pertarungan.
Oscar dan Seth berdiri berhadapan di tengah-tengah arena tarung. Mereka saling bersiap.
Oscar memutar lehernya sekali, entah dengan maksud untuk meregangkan otot atau justru untuk mengintimidasi Seth. "Jangan merasa di atas angin walau mendapatkan dukungan dari lunaku, Seth. Aku tidak akan segan sama sekali untuk menuntaskan pertarungan ini secepat mungkin."
"Tentu saja, Alpha," sahut Seth sembari turut meregangkan kedua tangan. Dia menarik napas dan memasang kuda-kuda dengan tersenyum. "Aku juga akan mengeluarkan semua kemampuan terbaikku."
Di lain pihak, Philo Celeste, Beta dari Kawanan Xylvaneth, yang bertugas untuk menjadi wasit dalam pertarungan gulat itu turut mengambil posisi. Dilihatnya terlebih dahulu kondisi Oscar dan Seth untuk memastikan mereka telah siap. Lalu dia mengangguk sekali ke arah mereka sebagai tanda persetujuan, mengisyaratkan bahwa mereka siap untuk melanjutkan pertarungan.
Oscar dan Seth saling menatap dengan determinasi yang membara di mata. Keduanya tampak penuh konsentrasi dan ketika Philo telah memberikan aba-aba maka mereka pun meluncur maju dengan kecepatan yang luar biasa. Tubuh mereka beradu dalam serangan-serangan cepat dan penuh kekuatan, bergulat dengan ketangguhan yang memukau.
Philo sedikit menarik diri. Diciptakan olehnya jarak yang aman dari pergulatan Oscar dan Seth. Namun, dia memastikan untuk tetap memantau pertarungan itu dengan cermat, adil, dan aman untuk Oscar dan Seth. Selain itu dia pun siap untuk melakukan intervensi jika diperlukan, tetapi hingga saat ini, dibiarkannya pertarungan berlangsung dengan lancar, diberikannya waktu untuk kedua belah pihak membuktikan kemampuan masing-masing.
Nadi pertarungan berdenyut dengan intens. Oscar dan Seth saling berhadapan dengan kegigihan yang sama. Mereka saling menyerang seolah lupa posisi masing-masing. Di mata mereka, tak ada alpha dan pemimpin guard muda. Keduanya hanya manusia serigala yang mencoba untuk menjadi orang terakhir yang berdiri tegak di atas arena tarung.
Mereka bertarung dengan semangat yang membara. Diperlihatkan oleh mereka keahlian dan keberanian yang luar biasa di hadapan penonton yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dan sorak-sorai.
"Ayo, Seth! Terus berjuang!"
Suara Era terdengar jelas sekali memberi semangat ketika Seth terdesak beberapa langkah ke belakang. Jadilah dia buru-buru memperbaiki kuda-kuda sementara Oscar dengan cepat memanfaatkan situasi.
Oscar maju dengan langkah cepat dan terukur. Tinjunya naik dan melayang dengan tujuan muka Seth. Namun, Seth dengan cerdik maju dan menyelinap di bawah tangannya, lalu menghindar.
Para penonton terkesima dengan kecepatan Seth. Begitu pula dengan Era. Tanpa sadar dia menganga, tetapi untungnya dia tak lupa untuk menepati janjinya tadi, yaitu menyemangati Oscar dan Seth secara bergantian.
"Alpha! Semangatlah!"
Bola mata Oscar membesar. Tatapannya menajam seketika. Semua indra di tubuhnya seperti meningkatkan kepekaan hingga sepuluh kali lipat. Jadilah diturutinya insting yang menyuruhnya untuk memutar tubuh sembari mengepalkan tinju kuat-kuat.
Sorak-sorai penonton terhenti seketika. Semua menganga ketika Oscar meninju Seth bahkan tanpa sempat melihat sama sekali. Parahnya lagi, semua orang mengetahui betapa Seth sudah bergerak dengan amat cepat.
Tubuh Seth terpelanting. Dia meringis menahan sakit dan ketika tubuhnya kembali mendarat di lantai arena tarung maka Oscar pun langsung melayangkan serangan terakhir.
Oscar melompat tinggi di udara, lalu ditimpanya Seth. Jadilah Seth tak berkutik, terlebih karena Oscar pun langsung memiting lehernya. Seth benar-benar tak bisa bergerak sedikit pun.
*
Oscar tampak begitu semringah. Senyumnya merekah dengan lebar ketika menghampiri Era setelah pertandingan gulat antara dirinya dan Seth berakhir. Dihentikannya langkah tepat di hadapan Era, lalu dia bicara sembari mengabaikan keringat yang terus saja menetes dari wajahnya.
"Lihat? Kau hanya perlu memberiku semangat sekali dan aku langsung mengalahkan Seth."
Era melongo. Tak dikira olehnya bahwa Oscar akan buru-buru turun dari arena tarung hanya untuk mengatakan itu padanya. Jadilah wajahnya memanas dan kedua pipinya memerah. Sebabnya semua orang yang berada di sana sontak menyoraki mereka berdua.
Tergugu, Era mendeham sekilas. Dicobanya untuk menebalkan muka walau rasanya teramat sulit. Seumur hidup baru kali inilah dia berada di posisi seperti ini. "Ya, tentu saja aku melihatnya. Kau telah mengalahkan guard-ku, Oscar."
Oscar mengerang dengan wajah putus asa, tampak geregetan. "Bukan itu fokusnya, Era."
Era memutar bola mata sekilas. Tentu saja dia paham. "Selamat, Oscar," ujarnya dan sontak saja membuat Oscar tersenyum semakin lebar. "Selamat karena telah mengalahkan guard-ku."
Senyum Oscar menghilang dan timbullah tawa yang amat meriah. Oscar berkacak pinggang dan tampak manggut-manggut sambil terus menatap Era. Di lain pihak, reaksi tersebut justru membuat Era menjadi tersenyum geli. Jadilah semua orang semakin bersemangat menyoraki mereka.
Suasana yang penuh dengan keakraban itu terus berlanjut. Terlebih karena pertandingan itu belumlah berakhir sepenuhnya. Setelah tinju dan gulat maka sekarang adalah waktunya untuk pertandingan yang amat dinantikan oleh mereka, yaitu pertarungan dalam bentuk serigala.
Semua orang takjub ketika melihat Oscar berubah bentuk menjadi serigala. Terlebih lagi ketika dia melolong dan jadilah semua sorak sorai menjadi hilang seketika. Keadaan menjadi hening dan diliputi oleh antusiasme tak terbendung.
Seth tak ingin kalah. Dia pun berubah bentuk menjadi serigala dan melakukan hal serupa. Jadilah orang-orang tak kalah takjub melihat betapa gagahnya dia.
Pertandingan dimulai dan para penonton menyaksikannya dengan napas tertahan. Nyaris tak ada yang berkedip, khawatir melewatkan momen yang berharga terlepas dari kenyataan bahwa pemenang dari pertandingan itu sudah tertebak.
Oscar hanya butuh waktu tak lebih dari semenit untuk mengakhiri pertandingan itu. Sebagai tanda berakhirnya pertandingan adalah ketika dia berhasil menubruk Seth dan lalu maju dengan cepat sehingga cakarnya berhenti sekitar lima sentimeter di leher Seth.
Semua penonton bangkit. Mereka bertepuk tangan dengan meriah. Teriakan selamat menggema.
"Hidup, Alpha!"
Walau demikian tak dipungkiri oleh mereka bahwa Seth benar-benar tak bisa diremehkan. Selain itu, dia sangat sukses menarik perhatian dan decak kagum para wanita serigala.
Era adalah saksi hidupnya. Ketika pertandingan berakhir dan para penonton mulai beranjak, dia sempat mendengar para wanita serigala membicarakan Seth.
"Apakah Seth memang sekeren itu?"
"Dari mana saja kau selama ini? Bukan tanpa alasan mengapa Alpha memilihnya menjadi pemimpin guard muda. Tentu saja dia keren."
"Kau benar, tetapi maksudku adalah ... dia sangat keren."
"Ssst! Kalian jangan membicarakannya lagi karena aku tidak bisa menahan cemburu. Kalian tahu? Seth adalah pasanganku di masa depan."
Tawa tersembur begitu saja. Asalnya adalah Era. Jadilah para wanita serigala berpaling dan salah tingkah tatkala menyadari bahwa Era mendengar pembicaraan mereka.
Era mendeham. "Maaf, aku tak berniat untuk menguping, tetapi aku dan Ursa hanya berniat untuk keluar juga."
"Luna."
Mereka mengerang malu, apalagi wanita serigala yang berpura-pura mengatakan bahwa Seth adalah jodohnya. Dia segera bersembunyi di balik tubuh teman-temannya tanpa lupa berkata.
"Jangan katakan itu pada Seth. Kumohon, Luna."
Era mengangguk. "Tentu saja. Kalian tak perlu khawatir."
"Terima kasih, Luna."
Setelahnya mereka pun buru-buru pergi dari sana sembari tertawa. Jadilah Era geleng-geleng sementara Ursa tak mampu menahan senyum geli. Agaknya pertandingan hari itu memberikan kegembiraan lebih dari yang diduga.
Di lain pihak, setelah pertandingan breakhir dan arena tarung menjadi sepi kembali maka Oscar pun berkumpul dengan para orang kepercayaannya. Bersama dengannya, ada Philo, Bogy, Seth, Thad Winterbourne—pemimpin warrior, dan Clovis Moore—pemimpin warrior muda.
Ada alasan mengapa Oscar mengumpulkan mereka semua. Pertama, tentu saja dia akan mengevaluasi tugas yang telah diberikan olehnya kepada Bogy terkait dengan hukuman Seth.
"Kerja bagus, Bogy," puji Oscar tanpa tedeng aling-aling. Tak tanggung-tanggung, diberikannya dua jempol pada Bogy. "Kau sudah melatih Seth dengan sangat baik."
Bogy mengangguk. "Terima kasih, Alpha."
"Kau, Seth." Oscar beralih pada Seth dengan tersenyum, bukti nyata bahwa dia puas dengan hasil pelatihan tersebut. "Kau memenuhi harapanku. Kau telah menepati janjimu."
Hilang sudah rasa sakit dan pegal di seluruh tubuh Seth. Pujian Oscar membuatnya tersenyum lebar. Semangatnya kembali berkobar. Kalah tak jadi masalah. Dia sadar diri bahwa mustahil bisa mengalahkan Oscar. Namun, dia pun menyadari bahwa Oscar tak akan memuji hanya untuk sekadar menyenangkan hatinya. "Terima kasih, Alpha."
Tuntas dengan hal pertama maka Oscar langsung berpindah pada topik selanjutnya. Kali ini tatapannya tertuju pada Thad.
"Alpha."
Oscar menarik napas sejenak sebelum bertanya. "Bagaimana dengan pelatihan guard dan warrior muda?"
Satu hal yang segera diantisipasi oleh Oscar setelah tragedi yang disebabkan oleh Julie Davis—mantan gamma—adalah dia harus mengalihkan beberapa tanggung jawab Julie untuk sesaat. Sebelumnya, dia telah memerintahkan Ursa untuk mengurus keperluan domestik Istana dan untungnya dia pun memiliki Aaron Rivera—watcher—yang selalu siaga untuk membantu. Sementara untuk hal yang berkaitan dengan hubungan Istana dan kawanan, ada Bogy yang bertanggungjawab menampung semua keluhan, undangan, atau semuanya mengingat dia memang selalu berada di Istana. Terakhir, Thad berfokus pada semua kegiatan yang berhubungan dengan para manusia serigala muda, termasuk di dalamnya pelatihan guard dan warrior muda.
Dalam pelaksanaannya, Bogy dan Thad dibantu oleh wakil mereka—Irene Castillo dan Jonathan Price—sehingga mereka pun cukup terbantu. Walau demikian Oscar tak akan lalai untuk memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai dengan semestinya.
"Semua berjalan dengan lancar, Alpha. Beberapa perlengkapan pelatihan yang datang bulan lalu sangat berguna untuk memperlancar pelatihan mereka."
Oscar mengangguk, sedikit merasa lega walau bukan berarti semua sudah selesai. Bogy dan Thad tidak bisa berlama-lama menjalani tanggung jawab ganda. Untuk itu dia pun kembali berkata pada Bogy. "Sebarkan pengumuman kepada kawanan. Dalam seminggu ini Istana akan membuka pendaftaran untuk pemilihan gamma. Seleksi akan dilakukan seminggu penuh."
Bogy mengangguk. "Baik, Alpha. Aku akan mengumumkannya besok."
"Bagus," ujar Oscar sembari beralih pada Philo. Lalu diberikannya perintah. "Persiapkan semuanya dengan sebaik mungkin, Philo."
Philo menyanggupi perintah tersebut. "Baik, Alpha."
Sekarang barulah Oscar bisa membuang napas panjang. Dia bangkit dari duduk, lalu disuruhnya mereka untuk membubarkan diri sementara dia segera kembali ke Istana bersama dengan Philo.
Suasana Istana terpantau tenang mengingat nyaris pukul dua belas malam. Ketika mereka melintasi aula depan Istana maka Oscar pun berkata.
"Beristirahatlah, Philo. Ini sudah larut malam."
Philo paham maksud Oscar. "Baik, Alpha."
Oscar dan Philo mengambil arah yang berlawanan. Sementara Philo menuju tangga maka Oscar menaiki lift. Lalu tak butuh waktu lama untuk Oscar tiba di lantai tujuh Istana.
Pintu lift membuka, Oscar pun keluar. Dilewatinya lorong panjang dan tujuannya adalah kamar utama di Istana, kamarnya.
Oscar membuka pintu. Dia masuk dan mendapati pemandangan yang sama kembali menyapanya setelah tiga puluh tujuh hari. Ada Era di sana.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top