10. Sincerely Yours

Note: Di-repost sebelum nanti dihapus untuk kepentingan penerbitan
***

I am scared

Me too

Aku meninggalkan Edward sebelum Michael sampai rumah sekitar pukul sepuluh.

Kami bertukar pengalaman tentang banyaaak sekali hal yang pada akhirnya hanya menambah keterpesonaanku kepadanya. Kalau dia tidak membicarakan mendiang istrinya, dia begitu charming, dewasa, pintar, dan berwawasan luas. Bukan berarti dia seperti orang bodoh saat mengungkit masa lalu, hanya saja ... apa sih perlunya menceritakan seseorang yang sudah tiada kepada orang lain yang bahkan belum pernah bertemu?

Dari tukar ceritaku dengan Ed, aku jadi punya banyak pertanyaan untuk diajukan pada Mike. Aku baru sadar, aku hanya tahu bahwa dia berasal dari keluarga kaya, kedua orangtuanya bahagia, selebihnya aku tak pernah ingin tahu karena kisah bahagia sebuah keluarga hanya akan bikin cemburu.

Fakta bahwa Mike ternyata lebih banyak menjalani masa kecil bersama kakek dan nenek dari pihak ibu juga baru kuketahui malam ini. Kupikir dia punya masa lalu mulus yang penuh memori indah, ternyata Ed bilang mendiang istrinya sudah mulai sakit sejak Michael masih balita-yang membuatnya tak bisa mengandung anak lagi-sehingga perhatian mereka terpecah antara tumbuh kembang si anak tunggal dan penyembuhan sang istri.

It was a very emotional talk over dinner. Bisa saja aku memuntahkan segala gundahku saat kanak-kanak kepadanya karena terbawa suasana kalau dia tidak hanya ingin tahu soal Mike dari sudut pandangku. Aku curiga dia banyak cerita untuk memancing supaya aku lebih leluasa memuaskan dahaga informasinya tentang sang putra. Tentu saja aku masih cukup waras untuk tidak bicara terlalu banyak. Sesungguhnya, aku sudah cukup terbuka soal apa yang kuketahui, memang Mike hampir tidak punya keburukan sepanjang aku mengenalnya. Bahkan orang tuanya sendiripun kurang yakin bahwa Mike sesempurna itu.

Yah ... begitulah ... meski pada satu atau dua kesempatan aku merasa seperti informan, tapi aku hampir tak bisa mengusir bayang wajah Edward saat menuturkan kisah demi kisah hidupnya selama menyetir.

Lampu rumahku menyala, tapi aku tetap harus turun sendiri membuka pagar untuk memasukkan mobil ke garasi. Mana mau dia ambil risiko merusak kuku-kuku cantiknya dengan membukakanku pagar berderit yang usang itu?

Nad sudah bilang dia akan langsung menungguku di rumah sepulang kerja karena tak mau ketinggalan cerita. Dia merasa aku berutang kisah sejujurnya karena sudah menolongku lepas dari kemungkinan dibenci oleh bos-ku gara-gara menyinggung perasaan ayahnya.

Begitu buka pintu, aku langsung ditodong tanpa basa-basi dan kami bicara di ruang makan. Menurutku sih aku bercerita sewajarnya tidak kulebih-lebihkan, bahkan banyak kukurangi karena nggak semua obrolan bisa kuingat langsung saat itu juga. Tapi, namanya juga sahabat karib, kadang mereka merasa jauh lebih tahu tentang kita daripada diri kita sendiri.

"I knew it. You have oedipal complexities you've just realized from being stimulated," simpul Nad sambil mengacungkan garpu ke mukaku.

Aku terlalu letih untuk mendebat Nad.

"Gue udah curiga," Nad menggumam tak jelas. Kebiasaannya kalau lagi ngambil kesimpulan seenak sendiri. "Trauma gara-gara kekerasan bokap yang lo alami sejak kecil malah bikin lo lebih mudah tertarik sama Om-om. Lo hanya baru menyadarinya setelah ada stimulasi, yaitu kehadiran Mr. Edward Lewis."

"Edward Kilmer," dengusku.

Edward Lewis adalah tokoh yang diperankan Richard Gere di film Pretty Woman, cikal bakal film komedi romantis modern berbasis cinderella story.

"Bagaimana mungkin gue punya oedipus complex?" komentarku sambil meraup sisa dedaunan dari meja dapur dan membuangkan ke tempat sampah.

Saat aku tiba, dia sudah mengenakan piama dan melahap semangkuk salad dengan coleslaw dressing. Sesuai dugaanku, dapur ditinggalkannya dalam keadaan berantakan. Vegan mayonaise dan apple cidar vinegar tercecer di meja persiapan. Daun batang seledri, isi mentimun, dan bagian selada yang tak terpakai berserak. Ide memintanya tinggal denganku langsung kubuang jauh-jauh. Apartemennya selalu dalam keadaan rapi dan bersih karena dia sanggup membayar tukang bersih-bersih yang disediakan pemilik gedung.

"Jadi lo udah menyerah dengan segala teori commitment phobia lo selama ini? Hm?" sambungku sinis.

Dia sama sekali nggak berniat membantu. Malah duduk sambil menyilangkan kaki di kursi makan, memperhatikanku bersih-bersih masih dalam busana kantor.

"That commitment phobia hanya akibat dari oedipal complexities yang belum lo sadari," ujarnya dengan bibir belepotan mayonaise yang terbuat dari susu kedelai, kayak udah paling benar sendiri. "Mr. Kilmer menstimulasi kesadaran lo."

Aku menggeleng lelah sambil mulai menggosok meja dapur dari noda dijon mustard. Semut sudah mulai berdatangan. Mereka juga doyan makanan vegan rupanya?

"Nad," tegasku supaya dia nggak makin melantur. "Oedipus kompleks tuh terjadinya pada seseorang yang terobsesi sama orang tua mereka. Kedekatan emosional saat masih kecil dengan salah satu orang tua beda jenis kelamin yang membentuk memori kasih sayang sangat kuat sehingga secara nggak sadar menimbulkan kekaguman obsesif ke sosok yang mirip dengan orang tua mereka. Lo ngomong gitu ke Mike gue masih relate, nah gue? Bokap gue aja nggak ada bagus-bagusnya ...!"

"Tapi bisa aja kan itu datang justru karena lo rindu akan sosok bokap?" serang Nad nggak mau disalahin. "Memangnya kayak gitu bukan oedipus kompleks juga?"

"Nah ... Oedipus kompleks itu psikoanalisis seksual buat cowok yang punya kecenderungan menyukai wanita dewasa karena dia terobsesi sama sosok ibunya. Diambilnya aja dari cerita Yunani kuno di mana Sophocles nggak sengaja ngebunuh ayahnya karena cemburu dan menikahi ibunya"-aku tahu karena ada cukup banyak karya seni rupa yang merujuk pada kisah-kisah Yunani kuno-"kalau cewek KEBETULAN tertarik sama cowok yang lebih tua ... ya biasa lah. Cewek kan memang sukanya dilindungi. Mereka merasa cowok lebih tua itu bisa mengayomi, memberikan rasa aman secara psikologis, dan lain-lain. Makanya orang lebih menganggap aneh wanita yang menjalani hubungan dengan pria lebih muda daripada sebaliknya!"

"Nah! Berarti lo ngaku dong kalau suka sama dia yang jauh lebih tua? Karena dia bisa mengayomi dan memberi lo rasa aman?"

"Bukannya gue ngaku atau nggak ngakuuu!" aku meninggalkannya sebentar buat cuci tangan di wastafel. "Gue sedang keberatan lo sebut mengidap oedipal complexities, itu agak-agak creepy menurut gue."

Nad mengerutkan dahi penasaran, bikin aku kasihan padanya. Kurasa tak ada salahnya membagi sedikit pengetahuan, meski aku sendiri tak tahu banyak. "Kalau buat cewek ke cowok yang lebih tua disebutnya Electra complex, Nad, tapi itu juga nggak cocok sama cerita hidup gue. Electra complex-hampir sama kayak oedipal-bedanya si cewek ini takut kehilangan cinta sang ayah dengan meniru kepribadian ibunya. Gue nggak gitu, buat gue keduanya nggak cocok karena gue bahkan nggak kenal bokap."

"Tapi-"

"Inget ya, kecenderungan itu datengnya dari alam bawah sadar," aku nggak membiarkannya bicara. "Jadi nggak ada stimulus-stimulusan. Kalau memang gue ada Electra complex, dari awal gua hanya akan ngejar cowok-cowok yang jauh lebih tua."

Bahu Nad bergerak, sebal karena teorinya berhasil kupatahkan. "Yah ... toh selama ini lo juga belum pernah jatuh cinta, kan? Semua hubungan itu lo jalanin kalau enggak karena cowok itu lucu, atau karena lo lagi kesepian, dan belakangan lo memilih cowok-cowok yang nggak punya kecenderungan berhubungan serius. Sekarang lo tertarik sama cowok setua itu berarti-"

"First of all," gantian aku yang menuding hidungnya. "Gue nggak pernah bilang gue tertarik sama dia!"

"Penyangkalan kayak gitu tuh malah semakin menegaskan ketertarikan lo," desah Nad sambil meletakkan mangkuk saladnya ke meja. "Mulai dari cara lo ngegambarin dia aja habis kejadian Jumat malam lalu udah kelihatan-tunggu dulu biar gue selesai ngomong-Jumat malam lalu lo belum tahu apa-apa soal Edward Kilmer, jadi perasaan kagum lo ke dia itu jujur sejujur-jujurnya. Lo hanya urung nyari tahu tentang dia karena khawatir pria usia segitu udah punya istri. Kalau dia bukan Edward Kilmer, gue yakin lo nggak akan denial."

"Siapa bilang? Habis kejadian di lorong tadi siang, gue berharap kami nggak bertemu lagi saking nggak enaknya kejadian itu."

"Jadi lo tertarik sama Ed karena sikap manis dan bijaksananya saat menerima maaf lo, gitu?"

Rahangku mengatup kuat. Kupandang Nad yang memandangiku dengan sorot mata menggoda. Kalau sudah punya anggapan kayak gitu, percuma juga aku menyangkal kayak apapun, dia nggak akan percaya. Akhirnya, aku meninggalkannya begitu saja ke kamar tidur dengannya mengekoriku. Sementara aku ganti pakaian, Nad berbaring di atas kasur.

"Gue minta daftar klien lo, ya?" pintanya seperti biasa.

"Katanya udah free sampai akhir bulan?"

"Iya buat pendekatan dulu, eksekusinya nunggu bulan depan."

Kalau Michael tahu aku membocorkan data klien, dia bisa menuduhku tak punya integritas. Tapi, kadang klien-klien kami yang sebagian datang dari kalangan atas memang membutuhkan jasa Nad baik untuk kepentingan pribadi atau perusahaan, jadi paling aku mewanti-wanti supaya Nad berhati-hati. Nggak semua orang kan suka dihubungi tanpa lebih dulu memberi data atas kemauan sendiri? Nad tentu saja tahu itu, menurutnya, dia punya metode pendekatan sendiri yang bahkan tak perlu menyebut dari mana dia mendapatkan kontak calon mangsanya. Tahu-tahu, dia nanyain salah satu klien-ku dengan nada akrab yang ujung-ujungnya diimbuhi keterangan berapa banyak kartu member diamond yang berhasil dijualnya pada orang itu.

"By the way ... kalau Mike nggak boleh, gimana kalau Ed aja?"

Aku yang sudah siap dengan handuk di bahu urung masuk kamar mandi. "Ngapain dia butuh kartu keanggotaan kayak gitu? Dia 'kan bisa tidur di rumahnya sendiri."

"Lhooo ... kartu sakti gue kan nggak hanya buat tidur di hotel atau nyewa ballroom aja, Lit. Kami sering punya acara private yang asyik-asyik, banyak lho Om-om yang senang hadir dan ngerasa beruntung menjadi member. Yah ... Ed kan sebatang kara di sini, hatinya tak berpenghuni, siapa tahu dia butuh senang-senang."

Aku menggeleng tegas.

"Pelit," cebik Nad. "Sebenernya yang punya andil sama kejomloan Mike tuh elu-elu juga. Coba lo kasih gue approach Mike, dia pasti udah dapat gandengan dari private member party kami. Ceweknya oke-oke. Mike nggak boleh, Ed nggak boleh. Masa tiap libur Mike cuman main sama anak adopsiannya doang, posesif lo ah."

"Ih gue aja nggak tahu kalau di tempat lo ada begituan, makin nggak akan gue kasih. Mike tuh cowok baik, gampang kasihan ... yang ada cewek-cewek itu morotin dia. Hancur bisnis gue. Nggak. Just stay away from them."

"Ya kalau Ed kan nggak ada hubungannya sama bisnis lo, Lit."

"Ntar gue kasih data klien gue."

Nad cemberut. "Yang jelas dong yang mana yang mau dikekepin. Anaknya, apa bokapnya!"

Hiiihhh ... kesel, tak kuhiraukan gerutuan Nad dan beneran masuk kamar mandi. Nggak ada habisnya sih dia itu. Padahal tahun lalu aja dia menangin penghargaan Most Renewal Membership dan Most Innovative Seller of The Year di tempat kerjanya, dapat reward puluhan juta, dan liburan gratis ke Bali untuk dua orang Maret nanti. Aku diajak. Masa masih kurang sih sampai mengais lingkaran dalam sampai segitunya? Reputasi Nad di kalangan pengusaha juga udah bagus, banyak yang mereferensikan namanya ke kolega. Kasarnya, misal dia cuma nunggu aja, targetnya udah pasti tercapai. Dia cuma gatal aja pengin menggodaku.

Yang jelas yang mana mau dikekepin, katanya? Dasar kurang asem, emang aku ngapain?

Okelah ... aku memang jelas-jelas naksir sama Ed, aku sih berharap Nad nggak tahu, tapi sudahlah ... mustahil rasanya menyimpan rahasia dari dia. Walaupun seandainya aku memang nggak ada rasa, tapi buat Nad ada, ya berarti ada. Tapi, kalau udah bawa-bawa Mike, kok rasanya aku bejat banget. Aku sama Mike kan nggak ada apa-apa. Percik-percik rasa? Apalagi! Waktu kami sedang giatnya merumuskan perusahaan, kami sering tidur berdua dalam satu ruangan, nggak pernah ada yang terjadi, tuh. Kalau memang niat ada apa-apa, paling enggak waktu itu suasananya mendukung banget.

Sekarang, saat ayahnya yang sangat menawan muncul, kenapa Mike jadi dibawa-bawa seolah aku nggak mau propertiku diganggu? Alasanku mencegah Nad mengompori Mike supaya jadi anggota sangat jelas, yakni keuangan perusahaan. Kami baru merintis, aku tahu pengelolaan uang kami-terutama sebelum musim jatuh termin pembayaran-masih sering tercampur dengan uang pribadi Mike. Sementara kalau sedang banyak uang, dia senang menghambur-hamburkan bonus. Ya memang terutama padaku dan aku senang, tapi ya gitu harusnya dia lebih memikirkan nasib jangka panjang perusahaan. Kayaknya memang sepele cuma kartu keanggotaan doang, tapi kalau udah kena, Nad punya segudang kemudahan yang akan ditawarkannya lebih lanjut dan semua itu mengorek rupiah demi hal-hal yang belum tentu digunakan sepanjang tahun. Ternyata benar, kan, mereka sering bikin-bikin private party. Jangan-jangan prostitusi terselebung. Nad sih nggak pernah gabung, kalau iya, nggak mungkin aku baru tahu sekarang. Dia hanya mau tahu urusan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Justru itu yang bikin was-was, siapa coba yang bakal jagain Mike kalau-seandainya-dia bergabung?

Mike tuh terlalu polos.

Aku hanya khawatir soal perusahaan.

Bukan karena mau 'kekepin' dua-duanya. Ew.

Nad sudah terkantuk-kantuk saat aku selesai mandi. Dengan mata masih setengah menutup dan mulut sibuk menguap, dia bangkit dan bergantian denganku untuk cuci muka dan gosok gigi. Olah raga rutin membuatnya tak bisa terjaga terlalu malam, lagi pula begadang akan mengurangi kebugaran tubuh. Dia cewek metropolis yang nggak doyan clubbing, hidupnya hanya untuk bekerja dan menjaga kesehatan.

Oh ada notifikasi pesan dan satu panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal.

Kubuka lebih dulu pesan masuk dari Mike. "Lit, besok meeting habis makan siang. Jangan telat. Kalau ada janji hari itu, selesaikan sebelum makan siang."

Pesan kedua. "And thanks for coming. I appreciate it. Papa ngomong banyak hal berlebihan tentang lo /grin emoticon/ BTW karena usai meeting gue mesti nemuin Ketut, lo temenin bokap lihat-lihat galeri, ya? Kan kalian udah sahabatan sekarang LOL."

Penutup. "Good night. Love you."

Jangan salah sangka. Love you-nya Mike tuh nggak ke arah sana sama sekali. Dia sering ngomong gitu-kalau ini sih setahuku cuma ke aku-terutama setelah minta bantuan yang menurutnya agak berat. Mungkin Mike kira karena aku sempat terpaksa minta maafnya ke Ed, menemaninya besok adalah tugas sulit.

Mike nggak tahu aja, dadaku langsung berdebar-debar ngebayangin mendampingi Ed sight seeing besok. Aku bisa sedikit pamer pengetahuan kepadanya. Percayalah. Meskipun dia 52, dia nggak kelihatan setua usianya. Kalau kami jalan bareng pun, orang yang nggak mengenali kami akan berpikir kami pasangan beda usia biasa, nggak sampai dua kali lipat, apalagi menduga bahwa dia ayah bos-ku.

Kalau biasanya hatiku berubah dari suka menjadi tidak dengan sangat cepat, kali ini aku benar-benar lupa baru tadi pagi aku membalas email dengan nada menyebalkan kepadanya. Kini, aku memandangi sederet pesan bisnis itu dengan senyum membayangi wajahku. Ya ampun, betapa konyolnya. Semoga perasaan ini segera berlalu sebelum Mike atau siapapun mencurigainya.

Tahu-tahu saat khusyuk menyesali kata-kata pedas dan tajamku di email-email itu, berharap andai saja bisa mengubahnya, aku mendapat pesan dari nomor tak dikenal yang tadi meneleponku. Kubuka.

"Please save my number. Sincerely yours, Edward Kilmer," kata pesan singkat tersebut.

Sincerely yours?

Aku menggigit bibir kuat-kuat, menahan kepalaku supaya tidak meledak saking panasnya oleh perasaan malu. Siapa pula orang zaman sekarang yang menulis pesan singkat supaya menyimpan nomornya dengan cara sesopan itu? Dan kenapa frasa penutup seresmi itu aja bikin hatiku berbunga-bunga? Sincerely yours? SINCERELY YOURS? How old fashion is that?-aku memekik dalam hati-it's so cute!

Dengan hati-hati setelah debar dadaku mereda, aku menulis dan mengirim pesan, "Well noted and will do as requested. Warm Regards, Hersekti Prajuwalita."

Tentu saja, tak ada pesan balasan apapun meski aku menanti. Apa tadi itu pesan pancingan supaya aku tersenyum? Kalau iya, seharusnya dia sedang tersenyum juga sekarang karena kedekatan kami saat makan malam tadi seharusnya tidak memerlukan penutup pesan seformal itu. Dia bahkan menyuruhku memanggilnya Ed, kenapa dia tidak memintaku menyimpan nomornya secara normal? Hai Lita, tolong save nomorku. Thanks. Ed. Gitu.

"Ngapain lo cengar-cengir?" tanya Nad. Entah sejak kapan dia sudah berbaring kembali di atas kasurku.

Aku mengabaikannya karena memang bibirku tak bisa berhenti menyengir. Kami menempati sisi tempat tidur masing-masing, memadamkan lampu, dan tidur. Nad mendengkur halus dua menit kemudian sementara aku masih harus berusaha memejamkan mata sampai satu jam berikutnya. Aku nggak biasa tidur sedini ini, tapi aku tak sabar menanti hari berganti.

Esoknya, aku tiba sebelum pukul sembilan pagi. Sesuatu yang sudah cukup lama tak kulakukan sejak Mike memanjakanku dengan banyak staf.

Sepertinya ... aku jatuh cinta.

Yawla hayo siapa yang tahu media yang di part ini siapaaa??? Huahaha kalau nggak tahu sana nanya mamanya, siapa tau aja tahu LOL. Dulu pas saya masih bayek banget, kakak saya mah doyan ini NKOTB, dulu happening banget, wkwk, nanti bakal ada momennya Ed dengan hal-hal yang berbau zamannya dia muda. Mulai dari film, lagu, dll.

Vote dan komennya ditunggum ya. 1k votes pokoknya. Wkwkwk

BTW saya besok mau ngadain GA lho di IG kincirmainan19 buat buku Dear Lovely Brother Kenan. Buruan follow IG saya dan ikutan besok, yah!

Muach!

TRIVIA QUESTION:

MENURUT KAMU SIAPA DULUAN YANG NEMBAK? ED atau LITA?

Jawaaaab

Kin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top