Tertangkap
"Selamat datang ... Anda berhasil mencapai tujuan ... di ... kota 30-Dewece-20!"
Suara kaku yang sama, berulang-ulang diucapkan oleh hampir semua benda yang memiliki batu biru cerah di salah satu bagiannya.
Mata Brendan berbinar, dia lupa dengan lelahnya, akibat berlari sekuat tenaga untuk mencapai kota lebih cepat. Nyeri di lutut dan sikunya, akibat beberapa kali tersandung—baik oleh kakinya sendiri maupun oleh jubah panjang, terabaikan karena dikelilingi hal-hal menakjubkan.
"Tenang sedikit, Wings!" tegur Alman. "Kita masih harus mencari anak itu, kan?"
"Maaf, Red." Pemuda bertelinga sayap itu agak menyesal karena sudah lupa diri. "Habisnya ... Benda-benda ini luar biasa! Bagaimana mereka bisa bicara? Apa terhubung dengan seseorang? Sihir apa yang digunakan? Apakah yang membuat mereka semua bisa tetap berfungsi? Energi dari mana?"
Alman tidak menyangka Brendan setertarik itu pada teknologi sihir. Biasanya Druid kurang setuju dengan penggabungan mesin dan mantra, tapi rekannya malah dengan mata yang menyiratkan kehausannya akan pengetahuan terus mendesak jawaban.
"Tenang, kataku!" seru Alman karena Brendan sudah mulai menarik-narik jubahnya, antusias.
"Oh, ya ... Maaf."
"Sudah pernah kukatakan, suara yang kau dengar itu hanyalah rekaman, duplikasi suara yang diambil sebelumnya lalu disimpan di situ. Percuma kau ajak bicara jug- ...."
"RED!" panggil Brendan yang teralihkan perhatiannya pada tiang penunjuk jalan dengan panah berkedip. "Anak ini tahu di mana letak informasi seluruh kota, katanya!" seru pemuda itu lagi seraya melambaikan tangan, penuh semangat.
Menghela napas panjang, Alman mendekati rekannya.
"Lihat, panah ini ... menunjuk ke arah sana, lalu waktu kusentuh, ada tulisan: pusat informasi kota," jelas Brendan, sedikit bangga atas penemuannya.
"Ah, ya ... Hebat." Lagi-lagi nada sarkasme. "Lalu, apa yang akan kau tanyakan di sana, nanti ... Kau tidak berpikir akan langsung mendapat jawaban lokasi anak Ogre itu, kan?"
"Umm ... sebetulnya iya." Brendan menjawab dengan polosnya. "Salah, ya?"
"Dengar, Wings ... Mereka itu cuma mesin-mesin yang sudah diatur untuk menanggapi aksi tertentu, tidak mungkin orang yang mengurung kita di pulau ini akan memberi kemudahan dengan menjawab pertanyaan kita begitu saja!"
"Ta-tapi, kita kan tidak tahu kalau belum pernah mencobanya, Red!"
"Oh, menurutmu begitu? Kalau gitu, sana coba sendiri!"
"BAIK!"
Lalu Brendan betul-betul pergi ke arah yang ditunjukkan oleh anak panah. Meninggalkan Alman yang terbengong, tak menyangka akan ditentang olehnya. Buru-buru pemuda berambut merah itu mengejarnya.
"Selamat datang ... di ... Pusat Informasi ... Kota 30-Dewece-20!"
Suara kaku dari sebuah menara batu terbesar yang pernah mereka temui, menyapa Brendan begitu pemuda itu berdiri di hadapannya.
"Apa ada ... yang ... bisa kami berikan ... untuk membantu ... anda ... individu: Druid ... Brendan Wings?"
"Iya, ada! Apakah kau tahu di mana an- ... Hmmmph?!"
Brendan terbungkam.
"Maaf ... permintaan anda ... tidak jelas ... mohon ... diulangi!"
"Peta kota!" bisik Alman. "Juga peta pulau ini terhadap dunia, sana tanyakan!"
"Kenapa tidak kau sendiri yang bertanya, Red?" protes Brendan dengan suara keras, sewot karena kalimatnya dihentikan.
"Maaf ... individu: Red ... tidak ditemukan. Apa ada ... pertanyaan lain?"
Brendan terhenyak mendengar informasi barusan. Agak ngeri, dia menoleh pada rekannya. Dia sudah percaya penuh pada orang yang memperkenalkan diri sebagai Red Alman itu, kini menara informasi canggih di hadapannya mengatakan nama itu tidak ada.
Ditatap dengan ekspresi serius, penuh tanda tanya, Alman mengalihkan pandangannya.
"Red, jangan-jangan ... kau ...," Brendan mulai berkata lambat-lambat. "Adalah buronan kriminal? Perampok atau semacamnya?"
"BUKAAAN!" bantah Alman, berusaha keras menahan suaranya. "Kan sudah kukatakan, yang mengelola tempat ini keluargaku. Kalau mereka mengenaliku, entah apa yang bakal- ... Hei, kenapa wajahmu, Wings?"
Brendan yang awalnya hanya memandang curiga pada Alman, kini terbelalak heran dan mulai memucat. Terakhir kali Alman melihat ekspresi itu, sekawanan tawon raksasa mengeroyok mereka. Karena itu, kali ini Alman buru-buru meraih pedang pendek di balik jubahnya, lalu merapal mantra sebelum menoleh ke belakang.
Tuas-tuas bercapit. Di setiap sendinya terdapat batu biru yang sama dengan batu raksasa di Menara Informasi. Tidak hanya satu. Ada sekitar selusin tuas yang bergerak menuju Alman.
"Telah ditemukan ... senjata ... berbahaya!"
Sahut suara kaku dari berbagai arah, berulang-ulang.
"Segera sita ... dari ... individu: tak dikenal!"
Alman menebas beberapa tuas yang terlalu dekat. Namun begitu patah, datang tuas yang lain lagi. Begitu seterusnya, hingga seluruh capit dan tuas berhasil melucuti pedang pendek dan jubah Alman.
"Koreksi informasi ... individu: tak dikenal ... terkonfirmasi sebagai ... Conlaed Fro*** ... Selamat datang ... di kota 30-Dewece-20 ... Sorcerer Conlaed!"
"Aaahhh, berisik!" Alman meninju salah satu tuas saking kesalnya. Tenaga Huma-nya tak cukup kuat untuk menghancurkan benda itu, tapi cukup untuk membuatnya bengkok—dengan imbalan buku-buku jari memerah. "Sudah kukatakan aku tak mau jadi Sorcerer. Sana jauh-jauh! Eh, kembalikan pisauku, Brengsek!!!"
"Telah ditemukan ... pakaian tidak layak ... untuk seorang Sorcerer!"
Alman yang tadinya masih berusaha menangkap tuas capit yang membawa pedang pendeknya, kali ini melangkah mundur. Para tuas yang sebelumnya bergerak menghindari dia, kali ini menukik dan berbalik mengejar. Jauh lebih cepat dari sebelumnya.
"Segera sediakan ... pakaian ganti ... untuk individu: Sorcerer Conlaed!"
Berulang-ulang suara kaku itu berkata, sembari terus melancarkan lebih banyak tuas untuk menangkap Alman. Pemuda berambut merah itu sampai menggunakan mantra perpindahan tempatnya beberapa kali ketika nyaris tertangkap.
"Wings!" panggil Alman, mulai terengah-engah. "Lakukan sesuatu, panggil petirmu atau apalah ituuu!!!"
"Ta-tapi ... nanti kau ikut gosong, Red! Eh ... Conlaed? Red? Namamu sesungguhnya yang mana?"
"Yang mana saja boleh! Cepat hentikan mereka, Wings!!!"
"A-a-aku tak bisa ... Mereka terlalu cepat. Kabur saja, dengan pintu dimensi, Red!"
"Lalu kau bagaimana?"
Brendan baru sadar. Akibat menghindari tuas-tuas bercapit, posisi Alman dan dirinya terpisah cukup jauh. Biarpun sudah berlari sekuat tenaga, dia tidak akan mampu mengejar sebelum pintu dimensi tertutup.
"Telah ditemukan ... Anak nakal. Individu: Sorcerer Conlaed ... merusak properti ... lebih dari ... sepuluh!"
"Itu karena kalian yang ngotot!" protes Alman, tidak terima.
"Segera dilangsungkan ... hukuman!"
Mendengar kalimat itu, Brendan dan Alman membeku. Bila lusinan tuas bercapit itu hanya untuk melucuti orang saja, hukuman macam apa yang akan mereka terima?
Paving batu yang diinjak Alman berpendar. Sebelum dia sempat melompat menghindar, sepasang capit kokoh menahan pergelangan kakinya. Dihentikan di tengah aksi, membuat tubuh pemuda berambut merah itu terjerembab.
"Ditemukan cidera ... pada ... organ penciuman ... organ permukaan torso ... organ permukaan rahang bawah ... individu: Sorcerer Conlaed ... segera dilangsungkan ... pengobatan!"
"MEMANGNYA GARA-GARA SIAPA, COBA?!"
"Segera dilangsungkan ... hukuman!"
"KALIAN MASIH MAU MENERUSKAN ITU???"
Brendan hanya bisa termanggu, melihat rekannya dikerubuti semakin banyak tuas bercapit. Tak lama, tuas-tuas itu mulai melucuti pakaian yang dikenakan oleh Alman, dan mulai menggantinya dengan pakaian yang sama sekali berbeda. Semua dilakukan serempak, sembari memberikan pengobatan di beberapa bagian yang terluka.
"Telah dilangsungkan ... hukuman ... Program: Anak Baik!"
Pemuda bertelinga sayap itu harus menggigit bibir bawahnya, supaya tidak terbahak. Alman, rekannya yang selalu terlihat garang dan liar, kini berdiri di hadapannya dalam balutan pakaian rapih. Lengkap dengan dasi berbentuk pita besar.
"APAAN?!" protes Alman berang. "Ini 'kan bajuku waktu anak-anak??? Mentang-mentang kami jadi agak cebol, kalian memakaikan aku baju bocah???"
"Hukuman ... Program: Anak Baik ... Individu: Sorcerer Conlaed ... wajib berlaku baik selama ... ada di dalam ... kota 30-Dewece-20!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top