Premonition



Ralhgi Cadmus tidak bebas. Namun juga tidak mengalami kesulitan. Makanan, minuman, tempat yang aman, semua didapat. Hanya saja dia merasa kesepian.

Sebelum ini Ralhgi harus berlari-lari mengejar langkah dua humanoid yang lebih tua. Tidur di alam terbuka. Dan sering harus makan daging serangga raksasa yang dibunuh beberapa menit sebelumnya. Namun dia merasa saat-saat itu jauh lebih menyenangkan.

Kalau boleh memilih, dia lebih suka tetap bersama mereka. Sayangnya itu tidak mungkin. Ralhgi melihat, makin lama mereka bersama, tanda-tanda kematian bagi dua orang yang bagaikan kakak baginya, semakin jelas.

Sejak saat masih bersama keluarga kandungnya, Ralhgi sudah sering melihat tanda-tanda itu.

"Berlebihan!" gerutu kakak perempuannya, Gi TrE Cadmus. Terlihat kesal karena Ralhgi bolak-balik mengganggunya soal tanda-tanda yang menurutnya hanya isapan jempol saja. "Cuma om-om yang menunjukkan foto tunangannya sebelum berangkat berburu saja, tidak akan bisa jadi pertanda apa-apa!"

Karena Ralhgi bersikeras, pemburu itu akhirnya setuju membawa jimat pelindung tambahan.

"Lihat! Dia tak apa-apa ... Hanya sedikit luka di bahu saja," Gi Tre menunjuk pada rombongan pemburu yang pulang dengan menandu potongan kaki dan belalai raksasa mamot berbulu wool.

Namun Gi Tre gagal melihat wajah ketakutan si pemburu ketika melihat Ralhgi di antara anak-anak desa yang menonton.

Begitu juga saat mereka sekeluarga harus melakukan perjalanan jauh, Ralhgi langsung tampak mengkhawatirkan pemandu mereka yang paruh baya dengan luka menakutkan di wajah. Anak itu berkali-kali meminta pemandu yang tak ramah itu untuk berhati-hati menjelang mereka tiba di tujuan. Sampai taraf yang menjengkelkan, hingga Gi Tre harus menjauhkan Ralhgi darinya, atau pemandu itu akan mengayunkan gadanya pada kepala botak si Ogre kecil.

Pemandu itu tewas tertimpa batu karang, tepat setelah berhasil menyeberang jembatan tali.

"Hanya kebetulan," ibu Ralhgi, perempuan Ogre perkasa, sekaligus kepala keluarga menenangkan rombongannya. Namun setelahnya perempuan itu melarang Ralhgi membicarakan soal tanda-tanda yang dia temukan pada orang lain.

Ralhgi terpaksa melanggar larangan ibunya, ketika perempuan itu bermaksud pergi lebih dulu dengan kapal udara. Anak itu menjerit sejadi-jadinya, sambil berurai air mata, untuk mencegah ibunya menaiki kapal.

"Ralhgi!" bentak kakaknya. "Ibu hanya perlu pergi lbh dulu untuk menyiapkan tempat tinggal kita di sana, tiga hari lagi kita akan menyusul!"

"TIDAK MAUUU!!! IBU TAK BOLEH NAIK KAPAL SENDIRI ... NANTI IBU MATIII!!!" seru Ralhgi di antara tangisnya.

"KAMU INI!" Kakaknya segera menarik Ralhgi menjauh dari kerumunan orang-orang yang penasaran. "Dengar! Ini bukan kali pertama Ibu naik kapal udara duluan. Waktu kau masih bayi sudah pernah, dan beliau baik-baik saja."

"Itu karena aku tak lihat panji kematian Ibu ... makanya Ibu tak apa-apa," isak Ralhgi.

"Kalau begitu, yang menyebabkan panji kematian itu bukan kapal udaranya, tapi penglihatanmu!"

Mungkin perkataan Gi Tre diucapkan begitu saja tanpa maksud apa-apa. Hanya untuk membuat adiknya berhenti merengek. Namun bagi Ralhgi yang percaya akan tanda-tanda kematian yang dilihatnya, cukup membuat anak itu terguncang.

Dalam diamnya, Ralghi cilik mendapat kesimpulan. Selama ini yang membuat orang-orang itu mengalami celaka bukanlah tanda-tanda yang dia lihat, melainkan karena dirinya melihat tanda-tanda itu. Dialah yang tanpa sengaja mengutuk orang-orang itu.

Saat Gi Tre sibuk menyampaikan pada rombongan keluarga yang lain, bahwa dirinya yang akan menenangkan Ralhgi. Anak itu diam-diam menyelinap pergi. Logika bocahnya beranggapan, bila dia si anak terkutuk tidak ada di situ saat perpisahan dengan ibunya, maka ibunya akan selamat.

Ralhgi berlari dan terus berlari. Dia tak mau melihat kapal udara yang akan ditumpangi ibunya. Dia tak mau tanda-tanda kematian betul-betul terjadi pada ibunya. Dengan kekuatan fisik Ogre—walau masih kanak-kanak, membawanya menjauhi bandara udara.

Ketika menyadari di sekelilingnya sudah tak ada lagi kakak atau anggota keluarganya yang lain, awalnya Ralhgi ketakutan. Dia bermaksud kembali. Kemudian terjadilah ... ledakan besar di udara. Kapal layar bertenaga sihir, hingga bisa mengangkat kayu dan besi berton-ton ke udara itu pecah berkeping-keping.

Ralhgi memandang kepingan kayu dan logam yang tersisa berjatuhan di sekeliling bandara dengan ngeri.

"Oh, kukira ada energi aneh di sekitar sini, ternyata kau sumbernya, Ogre cilik?" sapa seseorang yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya.

Terkejut ada yang mengenalinya, Ralhgi bergegas menjauh dari orang misterius tersebut.

"Kadang di antara kaum Ogre ada shaman langka sepertimu, yang bisa memprediksi masa depan," ujar orang misterius itu lagi. "Hanya saja ... dalam kasusmu, lebih seperti kutukan, ya? Bila tidak dikendalikan akan lebih banyak lagi orang-orang di dekatmu yang terluka."

"Nah, Ogre cilik ... apa kau mau ikut denganku?" ajak orang misterius itu. "Aku bisa membuatmu menghentikan kutukan yang tak sengaja kau lepaskan, lho ... ."

Sekali lihat saja, Ralhgi tahu. Apabila dia menyambut uluran tangan orang misterius itu, berbagai hal tidak mengenakan akan dia alami. Mungkin dia akan diculik dan dijual ke pedagang budak. Mungkin juga lebih parah dari itu. Namun bila dibandingkan dengan kemungkinan melukai keluarganya yang tersisa, Ralhgi memilih orang misterius itu.

Benar saja, tak seberapa lama sejak memutuskan untuk mengikuti ajakan orang misterius itu, Ralhgi sudah terkurung dalam buah persik ajaib. Ralhgi sengaja tidak menghindar. Baginya itu lebih baik.

Kesadarannya segera hilang, karena itu dia tak menyadari berapa lama waktu berlalu sejak dia dikurung dalam persik. Menurut Alman, orang yang tanpa sengaja membebaskannya—dengan menebas pucuk persik, buah raksasa itu dilengkapi berbagai mantra untuk memastikan Ralhgi tetap hidup dalam kondisi mati suri.

Bersama dengan Alman dan Brendan sangat menyenangkan. Seperti mendapat keluarga baru, bagi Ralhgi. Namun tanda-tanda yang dilihatnya kembali muncul. Memberi tahu Ralhgi bahwa dirinya sengaja disiapkan sebagai penghambat perjalanan dua orang penyelamatnya. Karena itu, dia memutuskan untuk menjauh dari mereka, dengan trik yang pernah diajarkan oleh kakaknya bila dia harus melarikan diri dari situasi sulit.

Hari itu, Ralhgi Cadmus tertangkap dan dibawa ke kurungan kota 30-DWC-20. Posisinya dianggap sebagai variabel tak terduga, hingga harus dibatasi geraknya supaya tidak mempengaruhi kinerja pulau buatan itu secara keseluruhan. Tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan membuat Ralhgi segera menerima kondisinya.

Kemudian tanda-tanda memberitahunya, bahwa dia akan berjumpa kembali dengan dua orang yang pernah menyelamatkannya. Ralhgi masih ragu, apakah dia akan menerima pertolongan mereka, atau kembali melarikan diri.

"Hei, bocah!" sapa Alman. Penampilannya agak berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu. "Aku punya banyak pertanyaan untukmu, tapi untuk sekarang ... ada yang mau menemuimu lebih dahulu."

Matanya membulat melihat sosok yang berjalan di belakang Huma bermata biru terang itu.

"Syukurlah kau selamat!" seru Brendan penuh suka-cita begitu bertemu pandang dengannya. Wajah ramah pemuda Avian yang selalu baik padanya itu tak berubah.

Ralhgi baru akan menyambut kedatangan Brendan, hingga dia menyadari satu tanda kematian.

"Avian ... rambutmu ... itu ...," gumamnya ngeri seraya menunjuk pada rambut panjang pirang kecokelatan Brendan, yang diikat longgar dan disampirkan ke bahu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top