Keping 9 Racun
Di kelas 1A...
"Hei bangun dong, lihat tuh..., Miss Gita udah datang!" kata Jim sembari menggoyang goyangkan tubuhku.
"Nanti kamu dimarahi Miss Gita, Re!" Jim semakin kencang menggoyangkan tubuhku.
Aku bangun dengan rasa kesal.
"Tadi malam, aku hanya tidur 4 jam tahu! Masih ngantuk nih!" bentakku pelan.
Setelahnya aku mendengarkan ajaran dari Miss Gita dengan terkantuk-kantuk. Aku bahkan tak mendengar apapun yang dikatakan Miss Gita.
Ini semua gara-gara Agas!
Tapi, aku sendiri juga ingin ikut ke tempat itu kan?
Kulirik jam tanganku. Lima menit lagi istirahat...
Aku menguap lebar dengan rasa senang. Tak peduli dengan teman-temanku yang menatap aneh kepadaku.
"Memangnya kamu kemana tadi malam? Ngapain aja?" tanya Jim dengan penasaran.
"Kepo lu!" kataku tak sengaja dengan nada tinggi.
Tok! tok! tok!
Tok! tok! tok!
Miss Gita mengetuk mejaku dengan keras dan memandangku dengan tatapan membunuh. Aku tak berani menatap wajahnya.
"Hei! Kalau masih ingin bicara di luar saja! Kalian mengganggu anak yang lain!" aku dan Jim hanya diam menatap lantai.
"Ok, kalau begitu diamlah dan lakukan tugas yang ibu minta," kata Miss Gita pada muridnya lalu keluar kelas bersamaan dengan bunyi bel.
"Melakukan tugas apa?" tanyaku dan Jim secara bersamaan.
"Jim! Bukannya tadi kamu mengikuti pelajaran? Harusnya tahu dong!!" kataku kesal. Ternyata Jim juga tidak memperhatikan.
Beberapa siswa menertawakan kami.
Aku mendengus kesal. Hingga seorang laki-laki mendekatiku dan menjelaskan tentang tugas tadi.
"Hallo, kenalkan namaku Peter Anderson. Tugas yang dimaksud tadi adalah tugas membuat racun. Terserah mau tingkat sedang atau berbahaya. Bahannya bisa jamur, buah, ekstrak tumbuhan, maupun zat kimia, jangan lupa membuat penangkalnya juga," jelas laki-laki yang mengaku bernama Peter itu.
"Terima kasih," kataku sopan.
Aku menyikut lengan Jim karena dia tak mengucapkan terima kasih atau apa, malah memasang wajah kesal kepada Peter.
Sebagai ganti dari sikap Jim, aku tersenyum kepada Peter dan meminta maaf.
Aku menatap mata hazel milik Peter dengan lekat.
Tiba-tiba saja sebuah cahaya berwarna merah dengan cepat mengenai lehernya. Di lehernya muncul sebuah titik berwarna hitam.
Peter berbalik dan berjalan keluar kelas.
Namun, tepat setelah melewati pintu Peter berteriak kesakitan dan mengerang ganas. Dia berteriak meminta tolong kepada teman-temannya.
Semuanya berusaha menolong, terutama Miss Farah yang mulai melakukan teknik penyembuhan.
Aku ikut berlari keluar yang kemudian disusul Jim.
Wajah Peter berwarna merah. Dia seperti sesak napas tapi dia masih mengerang kesakitan.
5 menit kemudian...
Peter berhenti mengerang dan aku juga yakin bahwa dia juga berhenti bernapas.
Miss Farah menggelengkan kepala. Benar, Peter telah meninggal.
Pandanganku menjadi merah. Kutatap tubuh lemas Peter. Di sana, di dalam tubuh itu, tidak ada lagi energi kehidupan.
Di leher Peter membekas bercak-bercak biru yang berpusat pada titik hitam tadi. Peter seperti mati tercekik.
Kupandang gedung-gedung tinggi yang jauh di sekitar sekolah. Berharap menemukan dalang dibalik kejadian ini.
Semua ini pastilah perbuatan seseorang.
Mataku menajam bekali lipat. Meneliti setiap atap gedung.
Ketemu!
Seseorang memakai jubah berwarna cokelat tua bertudung. Wajahnya tak terlihat jelas. Mungkin karena jarak ini terlalu jauh untukku.
Analisis jarak, 27,182Km.
Itu berarti, wilayah gedung presiden.
Perlahan kututup mataku. Perih sekali.
Mataku kembali normal.
Peter telah di bawa ke ruang kesehatan untuk diperiksa.
Sedangkan aku mengikuti Jim dan Sie menuju cafetaria.
*skip time*
Sampai di cafetaria aku melihat Clara telah duduk bersama Anna dan Kashi. Aku langsung menuju ke sana bersama Sie.
Sedangkan Jim memesan makanan untuk dirinya, aku dan Sie.
Baru saja pantatku menyentuh kursi, Clara telah menanyakan banyak hal kepadaku.
"Re! Tadi katanya di kelasmu ada yang meninggal tiba-tiba?" tanya Clara.
"Bagaimana bisa seseorang meninggal begitu saja tanpa sebab?" tanya Clara lagi kepadaku. Aku hanya mengangkat bahu.
"Kurasa seseorang telah membunuhnya, dengan sihir panah. Lalu, entah kenapa efeknya bisa sampai meninggal," Sie menjawab pertanyaan Clara.
"..Dan bisa saja panah itu mengandung racun," sambung Jim yang baru saja duduk.
"Kau benar, racun memang sangat efektif untuk membunuh tanpa kerusakan fisik," lanjut Kashi.
"Tapi, racun apa yang bisa membunuh dalam waktu lima menit? Lalu aku melihat sendiri jarak tembak panah sihir itu 27, 182Km!" bantahku.
"What??!!! Kekuatan macam apa yang bisa membuat panah sihir melesat dalam jarak itu tanpa meleset?" kali ini giliran Anna yang terkejut.
"Apakah seorang master sihir yang menembakkan panah sihir itu?" tanya Clara sambil menerawang.
"Itu tidak mungkin! Master adalah orang terpilih untuk mengerjakan tugas baik dari presiden, mereka tidak mungkin bertingkah menyalahi aturan!" bantah Sie kepada Clara.
"Benar juga kata Sie...," kata Jim sambil mengelus dagunya.
Tiba-tiba saat kami sedang asyik membahas kematian Peter tadi pagi Agas masuk ke cafetaria bersama dua orang lelaki yang wajahnya sangat mirip.
"Agas!..." teriakku sambil melambaikan tangan.
Agas langsung menuju ke tempatku bersama dua orang laki-laki berwajah sama itu.
"Hai...kenalkan aku Agas Zarefa Pramana, Agas, salam kenal," ucap Agas sambil menyalami teman-temanku.
"Aku Alka Sextans Vella, panggil saja Alka, salam kenal," kata seorang dari salah satu teman Agas yang berambut cokelat bermata hijau emerald.
"Aku Azka Millenia Octans, panggil Azka ya..," kata salah satu lainnya yang berwajah mirip berambut hitam pekat dengan mata yang sama hijau emerald.
"Aku Ferrenicha Venus Camelia, Ferre,"
"Aku Jimmy Andriano Nathaniel, Jim,"
"Eridanus Sie Lacerta, Sie,"
"Crishtiana Clara, panggil Clara,"
"Anna Stephanie Lollyta, Anna saja,"
"Shaula Kashi, panggil saja Kashi. Salam kenal...,"
"Aku dengar tadi pagi seseorang dari kelas 1A meninggal, apa itu benar?" tanya Agas kepada kami.
Kami semua mengangguk mantap.
"Apa sebabnya?" tanya Alka dan Azka bersamaan.
Kemudian Jim menjelaskan hipotesis kami tadi saat mengobrol tentang kematian Peter.
"Jadi, yang meninggal itu Peter?" tanya Alka dan Azka bersamaan.
"Iya, apa kalian berdua kenal dengan Peter?" tanyaku serius.
"Iya, aku dan Alka mengenalnya sejak kecil. Tapi, menurutku keluarganya tidak memiliki masalah dengan siapapun. Malahan keluarga Peter itu baik loh..," jelas Azka.
"Aku jadi sedih...," kata Alka pelan.
"Mungkin ini hanya tipuan," kata Kashi.
"Maksudnya?" tanya Agas.
"Benar juga, mungkin seseorang memancing kita untuk terus membahas masalah ini agar kita lengah," lanjut Kashi dengan wajah serius, mendukung pendapatnya sendiri.
"Kashi, benar. Kemungkinan akan ada bahaya yang lebih besar mengancam," kataku membenarkan Kashi.
"Kalau begitu kita harus berhati-hati," kata Sie menegaskan.
Perkataan Sie langsung dibalas anggukan oleh Alka, Azka, Jim, Clara, Kashi, Agas, Anna, dan aku.
Kami semua masih bingung dengan semua yang terjadi.
Siapa yang membunuh Peter?
Seberapa kuatkah orang itu?
Apakah dia salah satu dari para master?
Aku mendapat firasat buruk tentang ini. Semoga tidak terjadi ya Tuhan...
***
Pukul 14.00 aku sampai di rumah.
Hari ini pulang lebih awal karena adanya insiden kematian seorang murid.
Leherku sangat kaku dan tubuhku sangat gerah. Aku pun langsung mandi dan bersiap untuk mengerjakan tugas sekolah. Tugas membuat racun.
Aku memilih mandi air hangat untuk melemaskan otot otot tubuhku yang kaku. Aku berendam cukup lama, hingga tertidur selama 30 menit.
Saat bangun, kulitku telah pucat dan keriput. Bagaimana bisa aku tertidur di kamar mandi? Entahlah.
Aku menuju meja belajarku dan mencari buku tentang racun.
Jamur.
Ya, aku akan membuat racun dari jamur.
Kalau ada yang bertanya,
'Kenapa membuat racun dari Jamur?'
Aku akan menjawab,
'Karena Jamur adalah tumbuhan pertama yang hidup di muka bumi ini sebelum makhluk hidup dan tumbuhan lainnya, kemungkinan besar setiap Jamur sendiri memiliki memori tentang kehidupan masa lalu.
Jamur memiliki kekuatan tersendiri. Bayangkan saja, berapa spesies Jamur di muka bumi ini? Yang bisa dimakan? Yang beracun? Yang digunakan sebagai obat?
Faktanya, Jamur adalah tumbuhan pertama yang hidup di muka bumi ini dan mampu bertahan dengan segala keadaan di bumi pada saat itu,'
Jawaban yang panjang bukan?
Saat aku sedang asyik menelaah ilmu dari buku dan otakku yang hampir selesai, tiba-tiba saja seseorang mendobrak pintu kamarku dengan keras.
Siapa lagi kalau bukan Agas?
Akhir-akhir ini, Agas sedikit berani memasuki kamarku tanpa mengetuk pintu.
Haruskah aku memarahinya?
Tapi, hari ini aku sedang memiliki mood yang bagus.
"Ada apa?" tanyaku kepada Agas tanpa mengalihkan pandangan dari buku yang ku baca.
"Aku ada tugas banyak! Dari kelas C ada dua tugas yang ku kerjakan, sedangkan hari ini ada tugas tambahan, tugas membuat racun!!" kata Agas dengan wajah frustasi.
"Terus?" tanyaku tanpa melihatnya.
"Venus, aku butuh bantuanmu... Aku tidak bisa membuat ramuan-ramuan semacam racun, apalagi penangkalnya...," kata Agas memohon.
"Terus?" tanyaku lagi.
"Bantu aku! Aku butuh bantuanmu...," kata Agas, kini Agas telah berada di sampingku dengan bersimpuh.
Aku menoleh ke arah Agas. Agas menunjukkan mata hitam cemerlangnya dengan wajah lucR Aku menatapnya dengan tatapan malas.
"Ok, kebetulan aku juga ada tugas membuat racun. Bahan yang kupilih adalah jamur. Dulu, saat aku masih bersama Ayah angkatku, aku sering membuat racun tanpa penangkal yang jelas," kataku kepada Agas.
Perlahan Agas mulai duduk di ranjangku dan menunjukkan wajah senang.
"Lalu bagaimana cara mendapatkan bahannya?" tanya Agas.
"Beli online, aku tahu seorang temanku, eh, maksudku teman bisnisku dulu. Dia menjual berbagai jenis jamur. Dia langgananku sejak dulu," jawabku.
"Oke, kalau gitu,"
***
Pukul 15.00 seorang teman, datang ke rumahku langsung. Membawa satu kardus jamur beracun, dan satu kardus lainnya berisi jamur obat.
"Ferre!! Apa kabar?" tanya seorang laki-laki bertubuh jangkung, rambut hitam sebagian sudah berwarna putih, dan iris mata berwarna kuning seperti mata kucing jalanan.
Jangan mengira dia telah tua dengan rambutnya sebagian telah memutih. Dia masih seumuranku.
"Kabarku baik, Rio. Bagaimana denganmu?" kataku.
"Baik sekali, siapa laki-laki yang ada di sampingmu itu? Dia pacarmu? Atau suamimu? Hahaha," tanya Rio padaku. Dia tertawa terbahak-bahak.
"Husshh, dia temanku! Pacar dari mana? Ayo kenalkan namanya Agas Zarefa Pramana. Agas ini teman bisnisku, Franklin Rio Azashi. Panggil saja dia, Rio,"
Kami mengobrol banyak. Sekitar satu jam kemudian Rio pamit karena banyak hal yang harus dia kerjakan.
Rio adalah pengusaha besar di bidang obat-obatan, bahan kimia, dan narkoba. Rio sendiri memiliki jaringan internasional. Dia sangat kaya.
"Rio, kau seharusnya istirahat tepat waktu. Jangan kau porsir tenagamu. Kau akan tambah tua dan rambutmu akan putih semua," kataku sambil menepuk bahu Rio pelan.
Rio nyengir lebar.
"Iya, iya, Re. Aku tahu," kata Rio.
"Nanti jomblo terus loh sampai tua, hahaha...," gurauku kepada Rio.
Wajah pucat Rio memerah menahan malu. Dia langsung masuk ke mobilnya.
"Sampai jumpa, Re. Jaga baik-baik pacarmu itu, jangan kau marahi terus!! Hahaha...,"kali ini giliran Rio yang meledek aku.
" Kami tidak pacaran!!"teriak aku dan Agas bersamaan.
Aku dan Agas berpandangan. Sebal sekali rasanya.
"Lihat! Kalian sangat cocok! Hahaha," tawa Rio semakin menggelegar.
Aku menatap mobil Rio yang keluar dari halaman rumah ini dengan sebal.
"Agas, kita ke teras belakang! Bawa semua bahannya!" perintahku kepada Agas.
*skip time*
"Amanita Muscaria, spesies jamur beracun dari filum Basidiomycota, dari kelas Agaricomycetes. Bentuknya indah dan begitu sempurna dengan tudung berwarna merah dan bintik-bintik putih," aku menjelaskan kepada Agas.
"Hei, itu kan yang sering ada di buku dongeng?" tanya Agas takjub.
Aku mengangguk.
"Selanjutnya, Amanita Phanterina jamur beracun yang bentuknya mirip dengan jamur Amanita Rubescens yang bisa dimakan. Jamur ini memiliki julukan Phanter Cap.
Orang orang akan tertipu dengan mengira bahwa jamur ini bisa dimakan," kataku kepada Agas sambil menunjukkan jamur Amanita Phanterina.
Agas mengangguk paham.
"Selanjutnya adalah jamur beracun yang memiliki julukan Destroying Angels. Nama ilmiahnya Amanita Virosa.
Amanita Virosa tumbuh subur di Bulan Juli-November. Tudungnya berwarna putih menggoda. Namun, efek memakannya adalah gagal ginjal, hati, dan meninggal,"
Agas menggumamkan sesuatu, tapi aku tak mendengarkannya.
"Nah, yang ini namanya Amanita Phalloides, jamur ini masih memiliki hubungan dengan Destroying Angels (Amanita Virosa). Jamur ini memiliki tudung abu-abu," jelasku.
"Julukannya Death Cap," tambahku.
"Semuanya berbahaya?" tanya Agas.
"Iya, tapi kita tetap bisa membuat penangkalnya," jawabku.
"Kecuali, racun itu di campur dengan energi sihir yang sangat besar. Seperti racun yang membunuh Peter," lanjutku.
"Kalau begitu-,"
"Lupakan saja. Kita lanjut ke jamur yang lain.
Ini dia Autumn Skullcap, nama ilmiahnya Galerina Marginata. Jamur ini dulu hanya bisa ditemukan di Australia, tapi sekarang banyak orang berusaha mengembangbiakkannya dengan cara sembunyi-sembunyi,"
"Waaw.., bentuknya seperti kue," komentar Agas.
"Iya, iya,"
"Yang ini, Conocybe Filaris. Dulu jamur ini ditemukan di Barat Laut Pasifik. Tudungnya berwarna cokelat,"
"Hmmnn," gumam Agas manggut-manggut.
"Hooaaaaaahhhhmmnn...." Agas menguap panjang setelahnya. Dia seperti dibacakan dongeng pengantar tidur.
"Hei! Jangan ngantuk dong! Ayo perhatikan! Ukuran porsi tiap-tiap jamur juga harus diperhatikan!" bentakku sambil menggoyangkan tubuh Agas yang lemas.
"Iya, iya, Venushhhooooaahmmnn," jawab Agas dengan menguap.
Aku jadi semakin sebal!
Aku mendiamkannya selama beberapa saat.
"Venus?" tanya Agas.
"Hmmn?"
"Aku lapar," keluh Agas.
"Lapar, ya makan!"kataku ketus.
Agas terlihat menengok ke sana ke mari. Masuk ke dalam rumah lalu keluar lagi.
"Camilan habis, makanan siap saji habis. Aku terlalu lelah untuk memasak," keluh Agas sambil menggaruk kepalanya.
"Hmmn,"
"Sebentar aku melihat wortel," Agas mengambil sesuatu di pojok meja terjauh dariku.
Entah apa yang ada dipikiran orang lapar. Yang dimakan Agas adalah jamur.
Dan parahnya aku baru menyadari kalau jamur itu beracun setelah Agas menelan 3 batang, dan langsung muntah muntah.
"Ggghhhhhhrrrrrrrr," gumam Agas tak jelas.
Aku semakin panik setelah mengetahui yang dimakan Agas adalah jamur Podostroma Cornu-Damae. Bentuknya seperti wortel.
Mata Agas mungkin telah terbutakan dengan lapar. Bentuknya mirip tapi aroma dan teksturnya berbeda.
Gilaaaaa! Aku tak punya penangkal alaminya. Kemungkinan memakai sihir sangat kecil dilihat dari banyaknya wortel palsu yang dimakan Agas.
Aku langsung menggiring Agas ke kamar mandi. Menepuk punggungnya sekeras mungkin dan memijit tengkuk lehernya agar Agas memuntahkan seluruh isi perutnya.
Hooeeeeeeekkkk!!
Hhhoooeeeekk!
Hoooeeeeeekkkhh!
Akhirnya seluruh isi perut Agas, termasuk tiga batang jamur itu berhasil keluar.
Tubuh Agas terkulai lemah di dalam kamar mandi. Aku segera menyeretnya dan menidurkannya di ranjangnya.
Napas Agas terengah-engah. Matanya berputar-putar tak karuan. Bibirnya menggigil, membuat giginya bergemeletuk.
Dengan sekuat tenaga, aku berusaha menyembuhkan Agas dengan sihir penyembuhan milikku.
Tapi, sehebat apapun tenaga dalamku takkan sebanding dengan kekuatan alam jamur Podostroma Cornu-Damae itu.
Satu jam kemudian, kedua tanganku sudah mulai kesemutan. Keringat membanjiri seluruh tubuhku sampai seluruh bajuku basah.
Tapi, Agas terlihat lebih baik. Bibirnya yang biru kini telah kembali berwarna merah muda. Tubuhnya masih lemas tanpa tenaga.
Kurasa aku sudah cukup tenang.
Kuambil ponsel dari sakuku. Aku menghubungi Rio.
"Halo?" sapaku tak sabar.
"Halo, Ferre apa kabar? Apa tugas membosankan itu sudah jadi?" kata Rio dengan santai.
"Iya, iya. Hampir. Aku butuh bantuanmu! Agas keracunan Podrostoma! Aku tak punya bahan penangkalnya!" teriakku di depan ponsel.
"Astaga! Jamur itu? Kau jahat sekali, meracuni pacarmu sendiri!!" kata Rio dengan nada seolah khawatir.
"Kau itu!!! Aku serius! Agas memakan jamur itu tanpa sepengetahuanku! Bantu aku!!" bentakku dengan emosi meluap-luap.
"Ok, iya deh, aku percaya kok. Aku harus bantu apa?" tanya Rio.
"Kirimkan murid dokter terbaikmu! Sembuhkan Agas! Aku tunggu sekarang!" kataku serius.
"Ok, akan ku kirim sebentar lagi. Dan satu lagi, aku tahu kamu khawatir dengan pacarmu itu kan? Sabar, berdoalah," kata Rio dengan nada menyebalkan.
"Rio, dia bukan siapa-siapaku!" bentakku keras dan langsung menutup sambungan telepon.
Jauh di sana, di tempat Rio berada.
"Baru kali ini, Ferre benar benar memiliki hati yang mulia," gumam Rio sambil tersenyum.
***
"Bagaimana keadaan Agas?" tanyaku kepada dokter yang dikirim Rio 20 menit yang lalu.
"Dia baik-baik saja. Ini obatnya, setiap dua jam satu tablet. Kalau pusingnya sudah hilang, berhentilah minum obat ini. Ferre, kau melakukan yang terbaik untuknya sebelum aku datang ke sini," kata dokter tadi.
"Terima kasih, Aji. Semua ini juga berkat pertolonganmu," kataku kepada dokter yang kupanggil Aji itu.
Aku kenal dengan Aji sejak aku bekerja sama dengan Rio. Aji adalah asisten pribadi Rio yang artinya Aji adalah pemilik kekuasaan tertinggi perusahaan setelah Rio.
Aji adalah sosok yang sangat cerdas. Aji yatim piatu sejak lahir. Nama lengkap nya pun hanya "Aji".
"Nah, jangan lupa juga buatkan bubur atau sop hangat buatnya. Walau entah bagaimana rasa masakanmu, tetap buatkanlah," kata Aji dengan senyum hangat menghiasi wajahnya.
"Baiklah, sekali lagi terima kasih Aji," kataku ringan sambil mengantar Aji sampai halaman rumahku.
Setelah Aji pulang, aku langsung membuat bubur untuk Agas.
Aku menyuapinya sedikit demi sedikit. Bagian-bagian tubuhnya masih sulit untuk digerakkan.
Kesadaran Agas pun belum sepenuhnya ada. Dia seperti masih linglung dan sering menggumamkan hal-hal aneh yang kadang terdengar seperti erangan.
Setelah habis satu mangkok, aku langsung memberikan obat yang tadi diberikan oleh Aji.
Kemudian, Agas langsung tertidur.
Ku lirik jam dinding.
20.00pm
Huh, kurasa aku akan satu dua jam lagi di sini. Aku takut kalau nanti tiba-tiba Agas bangun dan muntah-muntah atau kejang-kejang.
Aku pun memutuskan untuk menungguinya. Tiga puluh menit kemudian tanpa ku ketahui aku tertidur di samping tempat tidur Agas.
***
Agas P. O. V.
Perlahan kukerjapkan mataku. Rasanya perih sekali sehingga aku langsung memejamkan mataku kembali.
Apa yang terjadi padaku?
Tubuhku rasanya remuk, pegal, dan linu.
Ah, iya aku makan wortel lalu perutku terasa panas dan dadaku sangat sesak untuk bernapas.
Aku menoleh ke samping kananku. Di sana kulihat Venus tertidur di atas kursi. Wajah Venus terlihat sayu dan pucat. Kerut di dahinya membekas.
Apa dia begitu khawatir denganku?
Memikirkan itu membuatku tersenyum sendiri. Perasaanku begitu bahagia mengetahui bahwa Venus peduli padaku.
Kenapa aku bahagia?
Perasaan apakah ini?
Apa aku jatuh cinta?
Tidak.
Aku tidak pantas berada di samping Venus.
Aku bahkan tak bisa membalas semua kebaikannya...
Aku malah selalu merepotkan Venus.
Venus, izinkan aku mengatakan ini walau di dalam hati karena bibirku masih kaku untuk menyatakan semua ini.
Venus, demi langit dan bumi
Kaulah manusia tercantik yang pernah kutemui
Wajahmu cantik, hatimu cantik
Tak peduli seberapa banyak kau membunuh orang!
Tak peduli seberapa banyak kau menipu dan mencuri!
Semua hal kotor itu tak pernah kau inginkan, bukan?
Venus, demi semesta dan segala isinya
Kaulah malaikat penolongku,
Dewi yang dikirim untuk memberikan semangat kepadaku untuk terus menyadari. Menyadari bahwa lebih banyak orang yang lebih menderita dariku.
Venus, kaulah bintang kejora yang sesungguhnya...
Bukan Planet Venus yang hanya bongkahan benda mati,
Venus, aku jatuh cinta padamu!
Aku jatuh cinta pada malaikatku,
Aku jatuh cinta pada Dewiku,
Aku jatuh cinta kepada Venus...
Maafkan aku Venus...
Agas P. O. V. End
***
"Hhhhooolaaahhhhhmmmmnnnn," aku bangun dan meregangkan tubuh ke kanan dan ke kiri.
Setelah seluruh nyawaku terkumpul, aku langsung ingat kejadian kemarin.
Aku yakin bahwa aku ketiduran saat menunggui Agas. Tapi, pagi ini aku telah berada di kamarku sendiri.
Tak apalah, yang penting tidurku semalam terasa sangat nyenyak.
Setelah mandi dan merapikan rambut, aku segera keluar. Kulihat Agas yang telah siap dengan seragamnya tengah memasak di dapur.
Harum lezat wangi masakan memenuhi ruangan. Aku langsung duduk di meja makan dan memandangi punggung Agas yang sedang asyik memasak.
*skip time*
Aku makan dengan lahap. Lalu, berangkat ke sekolah. Selama di jalan aku dan Agas tak berbicara apapu seperti biasanya.
Sampai di sekolah, Agas melambaikan tangan dan menuju ke kelasnya. Sedangkan aku langsung masuk ke kelasku, kelas 1A.
****
Hai readers....
Maaf lamaaa UP! Nya...
Lagi bosan dan sakit nih, penulisnya...
Ini juga keping yang paanjaaaaang!
3000kata.
Jangan lupa berikan vote dan sarannya!!
Ayoo hargai penulis yang telah berusaha menumpahkan seluruh imajinasinya dalam keping yang panjang ini!!!
Ingat! Vote dan Saran!!!
Terima kasih kepada pembaca yang menghargai karya saya!!
See you,
TBC!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top