Keping 3 Phoebus Academy
Kriingg!!!!!!
Kriingg!!!!!!!!
Jam weker berbunyi nyaring. Dengan malas aku bangun dan segera menuju kamar mandi. Untung saja hari ini hari pertamaku di sekolah baru kalau tidak aku akan bangun lebih siang.
Setelah mandi kupakai seragam spesialku. Dan untuk kesekian kalinya aku melihat jadwal yang kemarin diberikan kepadaku. Di sana tertulis bahwa untuk hari pertama tidak perlu membawa apa pun. Aku jadi curiga. Memangnya apa yang akan dilakukan pada hari pertama?
Aku pun berjalan menuju dapur, lalu mengambil pisau dapurku. Semoga nanti diperlukan. Kemudian, aku mengambil roti dan susu untuk sarapan.
Setelah sarapan aku berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Malas juga pakai mobil karena tempatnya dekat hanya sekitar 300 meter. Udara masih sangat segar dipagi hari. Sehingga tampak nyaman untuk olah raga pagi.
Aku memang merencanakan untuk berangkat pagi-pagi sekali karena aku memakai seragam yang agak aneh. Biasanya seragam yang wajar memiliki warna cerah tapi yang aku pakai? Seperti pakaian main.
Saat aku telah bejalan lumayan jauh, aku kembali melamunkan masa lalu ku saat masih bersama orang tua angkatku. Masa lalu itu sungguh gelap.
Tiba-tiba saja saat aku melamun seseorang menepuk bahuku. Aku pun menoleh dan terlihat seorang wanita seumuran denganku. Wajahnya cantik dan terlihat anggun. Aku hanya diam menatapnya sampai dia membuka pembicaraan.
" Hai... A-pa kau juga seorang murid baru Phoebus Academy? " tanya dia padaku.
"Hai juga, ya kau benar. Apa kau juga murid baru?" kataku.
"Ya. Perkenalkan, aku Crishtiana Clara, panggil saja Clara. Siapa nama kamu?"tanyanya padaku.
"Aku, Ferrenicha Venus Camelia, panggil saja Ferre. Salam kenal" jawabku kepada seorang wanita seumuranku yang berbaju dan jubah merah cerah. Sangat cocok dengan rambut pirang cokelatnya yang lurus. Mata hazelnya terlihat begitu mempesona.
"Salam kenal juga...,"
Kami berjalan menuju sekolah yang sudah dekat. Clara adalah orang yang mudah berteman dan juga memiliki sifat baik. Kami terus mengobrol selama dalam perjalanan. Walaupun aku selalu singkat dalam menjawab dan berkata, tapi dia tetap riang.
***
Sampai di sekolah, kami berdua dikejutkan dengan luasnya tempat yang disebut Phoebus Academy ini. Di halaman utama tampak para siswa senior berjalan ke sana kemari. Pemandangan di dini pun sangat indah dan mewah.
Tak lama kemudian...
Para siswa baru dikoordinasikan untuk menuju bangunan utama yang ada di tengah-tengah. Ternyata bangunan utama itu terdiri dari sebuah aula luas, ruang kesehatan, dan ruang guru.
Di dalam aula sudah berjejer rapi 90 buah kursi untuk para siswa baru dan puluhan lainnya untuk para guru. Jajaran kursi menghadap ke sebuah menara podium. Podium itu dibuat tinggi dan terbentuk dari kristal sehingga tampak sangat elegan. Aula tersebut juga dihiasi oleh lampu-lampu kristal.
Beberapa kursi sudah terisi oleh murid dengan baju warna-warni. Benar juga, ini adalah seragam spesial masing-masing jadi tentu saja berbeda-beda.
"Clara, kita duduk di nomor 4 dari depan saja ya... Penglihatanku buruk," bisikku pada Clara. Clara yang semula ingin berada di belakang akhirnya mengangguk mengerti padaku.
Kami menunggu selama tigapuluh menit hingga jam besar di aula menunjukkan pukul 07.00 am, akhirnya seluruh kursi telah penuh dan acara penerimaan siswa baru akan segera dimulai.
Seorang laki-laki berumur sekitar 40 tahun berjalan naik ke atas podium.
"Selamat pagi anak-anak! Selamat datang di Phoebus Academy.... Selamat juga karena telah diterima di Phoebus Academy. Saya kepala sekolah di sini, nama saya Krish Knight Mars, kalian bisa memanggilku Mr. Krish. Saya beserta guru-guru di sini akan membimbing kalian menjadi seorang magi yang baik dan bisa bermanfaat bagi negara ini.
Jumlah kalian yaitu 90 anak adalah siswa yang terpilih dari 2000 anak yang mendaftarkan diri ke sini. Kalian adalah orang-orang yang cerdas.
Bangunan tengah adalah bangunan utama yang terdiri dari ruang guru dan aula. Bangunan bagian kanan terdiri dari ruang kelas satu dan cafetaria. Bangunan bagian kiri terdiri dari ruang kelas tiga dan gedung olahraga. Bangunan bagian belakang terdiri dari ruang kelas dua dan perpustakaan. Ruang kesehatan berada di belakang aula dan ruang guru.
Selain itu di sini ada 2 wilayah hutan, hutan bagian barat dan timur. Hutan bagian barat sering digunakan untuk tes dan ujian kelas satu dan dua. Sedangkan hutan bagian timur untuk tes dan ujian kelas tiga,"kata kepala sekolah.
"Apakah ada pertanyaan?" tanya kepala sekolah
Kemudian seorang anak lelaki bermata biru mengangkat tangan untuk bertanya.
"Ya, silakan. Sebutkan dulu namamu," kata kepala sekolah.
"Baiklah, perkenalkan nama saya Jimmy Andriano Nathaniel, Jim. Semua sudah dijelaskan oleh bapak, jadi saya hanya ingin bertanya sedikit. Apa yang akan dilakukan kami para siswa dihari pertama ini?" jelas Jim dengan santai. Mr. Krish tersenyum ramah.
"Kalian akan melaksanakan tes mental dan fisik. Hasil tes itu akan dibandingkan dengan tes tertulis, lalu akan menentukan di mana kalian akan menempati kelas. Di sini ada kelas A untuk petarung utama, kelas B untuk para peramu serum dan racun utama, dan kelas C untuk para teknisi utama. Walau nantinya kalian akan mempelajari semuanya, kalian harus tahu di mana kalian memiliki kekuatan utama," jelas Mr. Krish.
"Kapan tes itu mulai?"kata-kata itu keluar tanpa permisi dari mulutku. Beberapa anak melihat ke arahku.
"Sekarang, peraturannya adalah kalian harus berpasangan lalu berjalan masuk ke hutan bagian barat. Di sana kalian akan bertemu dengan monster-monster, mereka memiliki nomor. Semakin kecil nomor mereka semakin kuat monster tersebut," jelas Mr. Krish.
Semua anak mulai beranjak dan memasuki hutan barat. Aku berpasangan dengan Clara karena dia yang memintaku.
***
Hutan ini sangat lebat. Bahkan cahaya tidak dapat menembus sela-sela dedaunan yang sangat minim. Tanah yang kami pijaki lembab dan basah. Berbagai jenis lumut tumbuh di mana-mana. Kami berdua berjalan dengan berhati-hati agar tidak terpeleset.
Beberapa kali terdengar suara raungan binatang buas. Lalu beberapa menit setelahnya terdengar teriakan pertarungan. Peluh membasahi dahiku yang capek. Clara juga tampak sama, kami pun beristirahat di bawah pohon.
"Ternyata sulit sekali. Dari tadi tidak kunjung menemui monster, humphh!!" kata Clara dengan murung.
"Kau benar,"
"Re, aku jadi ngantuk. Di sini sejuk sekali membuatku menguap berkali-kali..,"keluh Clara yang kupotong.
" Ssshssst...Diam dulu, kamu dengar suara semak-semak yang diinjak? Sepertinya yang menginjak memiliki badan besar. Jaraknya sekitar 100 meter dari sini,"bisikku.
"Aku tidak dengar, bagaimana kalau kita pergi ke sana untuk memastikan? Dari pada di sini aku malah semakin ngantuk," kata Clara.
Aku mengangguk.
Kami berdua berjalan menuju asal suara yang kudengar. Kami berbekal tangan kosong dan pendengaran amatir dariku.
Kami semakin masuk ke dalam hutan. Aku terus mengikuti suara yang semakin lama semakin jelas itu. Sampai aku berhenti, aku merasakannya bahwa kami hanya tinggal 10 meter lagi. Clara menyarankan untuk berpencar dan aku menyetujuinya. Clara ke arah timur aku ke arah barat.
Tiba-tiba suara tadi hilang sama sekali. Apa aku berjalan menjauhi? Kurasa tidak. 10 meter di depan tampak Clara yang juga sedang bingung. Namun, setelahnya Clara berteriak kencang.
"Re!!!! Di belakangmu!!!!" teriak Clara.
Saat aku menengok ke belakang sebuah pukulan keras melayang ke tubuh bagian kananku. Sakit rasanya, aku terpental 10 meter ke kanan menabrak sebuah pohon. Aku berusaha bangun tapi aku tidak bisa berdiri sama sekali.
"Ferrreeeee!!!" teriak Clara.
Monster itu segera menyerang Clara. Clara hanya bisa menghindari serangan.
Dia mungkin tidak bertahan lama, apalagi saat si Monster dengan nomor punggung 8 itu mengeluarkan pedang besar.
Monster itu berbentuk gorila berdiri dengan tubuh sangat kekar. Energinya sangat besar tentunya. Tubuhku masih mati rasa tak bisa bangun sama sekali.
Dan benar saja Clara sekarang sudah tersungkur dengan lima goresan pedang di lengan kanannya. Goresan itu cukup dalam. Akhirnya dalam keadaan gemetar aku berusaha bangun.
Tubuhku pulih begitu saja saat aku bangun tapi pandanganku menjadi merah. Aku tahu untuk kesekian kalinya mataku menjadi merah lagi.
Monster gorila itu akan menerkam Clara, tapi dengan sigap kulempar batang pohon besar yang kucabut dari tanah ke arahnya. (Ferre sebelumnya mencabut pohon besar dari tanah)
Gorila itu terpental 5 meter menjauhi Clara. Aku segera menghampiri Clara kulihat goresan tadi memang begitu dalam sehingga banyak darah yang keluar.
"Ferre, tolong aku..," bisiknya.
"Baik," kataku.
"Hyaaa!!!!" teriak monster gorila menyerangku.
Aku langsung berlari ke arahnya dan berusaha memukul atau menendangnya. Tapi tak ada celah sama sekali, dia begitu cepat dan kuat. Menghindarinya saja membutuhkan tenaga yang besar.
Aku mulai terdesak di sebuah pohon besar. Tinggi monster gorila itu mencapai tiga meter membuatku tidak bisa ke mana-mana lagi. Dia akan menerkamku dan aku mulai takut. Pandangan mataku menemukan sebuah titik benbentuk bola warna hijau di dada kiri gorila itu.
Aku berusaha mengumpulkan keberanian. Lalu berkonsentrasi sehingga perlahan kuku tangan kananku mulai memanjang membentuk cakar yang kuat. Dengan sekuat tenaga aku merobek dada kiri gorila itu.
"Gggrrrhooooaaaaarrrrrhhh," gorila itu mengerang kesakitan.
Setelah mendapatkan bola hijau itu, aku berlari menjauh dari monster gorila yang sedang mengerang dan mengaum kencang. Akhirnya monster gorila itu tersungkur mati.
Perlahan bola hijau itu berubah menjadi sebuah kartu. Di sana tertera nomor monster dan nama lengkap Clara. Mungkin monster ini memang jatah Clara, tapi tak apalah.
Aku menghampiri Clara yang masih terduduk di bawah pohon.
"Ini, Cla. Ini milikmu," kataku kepada Clara sambil menyerahkan kartu tadi.
"Lalu bagaimana denganmu?" tanya Clara.
"Mungkin aku akan dapat juga tapi nanti," kataku.
"Oh, jadi begitu," kata Clara
"Sekarang aku akan menuntunmu menuju sungai terdekat untuk membersihkan luka-luka itu. Aku takut kamu akan infeksi," kataku sambil membantu Clara berdiri.
"Terima kasih, Ferre kau adalah sahabat baikku, aku jadi terharu," kata Clara kepadaku.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan anggukan.
Aku menuntunnya menuju sungai yang jaraknya sekitar 50 meter.
10 menit kami berjalan hingga akhirnya sampai di tepi sungai. Aku membersihkan luka Clara perlahan-lahan agar dia tidak kesakitan.
Tapi walau sudah dibersihkan, darah tetap keluar. Aku memutuskan untuk mencari obat herbal di dekat sini.
"Cla, sepertinya aku harus mencari obat herbal untuk lukamu. Lihatlah darahmu terus keluar, aku tinggal sebentar ya...," kataku kepada Clara. Clara membalasnya dengan anggukan.
Aku segera berlari masuk ke dalam hutan, menengok ke sana kemari, menyibak semak dan duri untuk mencari tumbuhan yang bisa dijadikan obat.
10 menit berlalu, hingga akhirnya aku menemukan tumbuhan kayu manis. Tidak hanya satu melainkan ada sekitar lima batang yang sudah agak tua.
Perlahan kubersihkan kulitnya sampai berwarna kemerahan. Untung saja aku membawa pisau dapur kalau tidak pasti akan terasa sulit. Aku mengulitinya separuh bagian agar tumbuhan ini tidak mati.
Sepertinya sudah cukup, aku langsung berlari ke tempat Clara.
"Re, darahnya terus keluar. Mana obatnya?" tanya Clara yang pucat.
"Ini," kataku sambil menunjukkan kulit manis.
"Apa itu?" tanya Clara.
"Oh, ini kulit manis atau sering kita sebut kayu manis," kataku sambil mengiris kayu manis yang masih basah itu tipis-tipis dan lembut. Clara masih tidak mengerti.
"Bagaimana kalau nanti aku infeksi?" tanya Clara cemas. Dia sepertinya meragukan pengetahuanku.
"Hei, tenang dulu. Kayu manis ini justru mencegah infeksi. Karena kulit kayu manis mengandung zat antibiotik," jelasku sambil menempelkan irisan tipis itu ke lengan Clara yang tergores.
"Sini, aku jelaskan. Kayu manis atau Cassia Vera adalah tumbuhan yang bermanfaat. Kulit manis itu, baik yang berasal dari kulit batang, ranting, maupun daunnya mengandung minyak atsiri. Karena banyaknya kandungan minyak atsiri ini maka kulit manis di butuhkan untuk industri farmasi.
Selain itu, kulit manis merupakan bahan obat karena selain mengandung minyak atsiri, juga mengandung zat pati 4% dan kalsium oksida 4%. Dalam minyak atsiri terdapat etanol yang bisa untuk menyembuhkan luka karena ada zat antibiotiknya. Jadi, obat alami ini sangat bagus, Cla," jelasku panjang lebar.
"Wow, keren,"
"Bagaimana rasanya sekarang?" tanyaku.
"Rasanya agak panas campur dingin, tapi tidak apa-apa. Sebentar lagi kita jalan,"
"Ok, kalau begitu,"
Kami pun beristirahat sebentar sambil ngobrol.
Namun, tiba-tiba pepohonan di depan kami terhempas ke mana-mana. Dari sana muncul sosok monster raksasa berbentuk manusia kekar, cakar panjang, dan berkepala singa taring pedang.
Dia sedang marah, aku dan Clara segera berlari sejauh jauhnya.
Namun, bagimana lagi cara bersembunyi?
Semua pohon radius 40 meter dari monster itu telah tumbang.
Monter ini tinggi dan besar, tidak seperti monster tadi. Kulihat nomor di dadanya. Sayangnya, aku tidak bisa melihat dengan jelas pendangan mataku terlalu buruk. Aku menoleh ke arah Clara.
"Monster itu nomor 1!!!!!!!" teriak Clara sebelum ia terhempas ke belakang karena terkena pukulan batang pohon dari sang monster.
"Claaraaaaaa!!!!" teriakku. Dari jauh kulihat dia mulai duduk.
Semoga dia tidak apa-apa. Kali ini aku benar- benar marah.
"Hoi!!! Kau itu monster tidak punya hati!! Kau menyakiti temanku!!" teriakku kencang.
"Gghooaaaarrrrr, aku memang diprogram untuk menyakiti dan tidak punya hati, bocah! Perkenalkanlah aku monster nomor satu, monster paling hebat dan kuat!!!" teriaknya.
Aku kaget sekali, monster itu dapat berbicara. Dia tidak seperti monster lain.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan nak, aku bisa membaca pikiran, berbicara bahasa manusia, dan tentunya membaca gerakan serta mengukur kekuatanmu, hahahaha.....,"
"Terserah! Sekarang lawan aku! Dasar monster banyak bicara! Aku tidak peduli kemampuanmu!!!" kataku memancingnya marah. Dan benar saja dia menjadi marah.
Dia mengambil pedang emasnya dan bersiap menyerang diriku.
Di sini aku telah siap. Cakarku telah terbentuk sempurna dan mataku telah menjadi tajam berlipat ganda.
Aku bisa melihat semua titik kelemahan, titik kekuatan, dan titik hijau itu. Titik hijau berada di tengah perutnya. Satu hal yang sulit, yaitu kulitnya yang tidak bisa ditembus bahkan dengan cakarku atau pun pisau dapurku.
Aha!
Mungkin aku bisa merobek tubuhnya dengan pedang miliknya. Itu bisa jadi.
Sambil menghindari semua serangannya aku terus membaca pola pergerakan dan mencari celah. Monster ini memanglah kuat apalagi berbekal membaca pikiran dan gerakan serta kekuatan. Tenagaku benar-benar terkuras.
Ssrrreeeettttt...
Sreeeetttt...
Sreeeeeeettttt.....
Dia melakukan tiga serangan yang sia-sia dan membuat tenaganya berkurang agak banyak.
Aku menemukan kesempatan, tapi sayangnya tenagaku juga tinggal setengah. Aku akan berusaha! Dan...
Bbuuuuuugggggghhhhh...
Pukulan kartu As ku mendarat sempurna di punggungnya, membuatnya terpental 5 meter.
Aku mengambil pedang monster itu yang menancap di tanah. Pedang itu lepas dari tuannya saat si tuannya terhempas jauh.
"Wow," pedang ini terasa sangat berat. Kurasa sekitar sepuluh kilogram. Gila, susah banget jadinya.
Monster itu mengerang, tapi dia terlalu tangguh. Monster itu bangkit dan berlari ke arahku dengan cepat. Aku menajamkan mataku, aku akan membuat satu kali serangan yang membutuhkan banyak tenaga. Aku tidak boleh gagal, pedang ini berat dan menghabiskan tenaga.
Monster berlari ke arahku dia mengencangkan cakarnya.
Sedangkan aku berlari ke arahnya menggenggam erat pedangnya. Sampai dijarak 2 meter, sebelum dia meraihku dengan cakarnya, aku segera menebaskan pedangku dengan sekuat tenaga dan cepat.
Kecepatan tebasnya tidak bisa dilihat mata biasa. Monster itu terbelah menjadi dua tepat di bagian perut. Aku segera mengambil bola hijau itu dan seperti tadi bola itu berubah menjadi sebuah kartu.
Aku menghampiri Clara. Dia menatapku tak percaya. Tapi sepertinya dia tampak baik-baik saja.
"Kenapa?" tanyaku heran akan tatapannya
"Ba-bagaimana kau bisa melakukannya? Dua monster yang kita temui, di-dikalahkan dengan mudah olehmu...,"
"Cla, sebenarnya aku ini dulunya seperti...seperti...pembunuh bayaran gitu. Ja-jadi udah biasa..hmmnn, ka-kamu gak bakalan ninggalin aku kan? Maksudku, a-aku takut kamu menjauhiku...," jelasku takut-takut
"Dari sekian banyak teman, mereka menjauhiku setelah mereka mengetahui kalau diriku memiliki pekerjaan yang kejam," lanjutku sedih
"Re, setahuku kau adalah seorang yang berhati baik, buktinya kau menolongku. Kau bisa terbuka saja padaku tidak usah menyembunyikan. Aku akan menerima kamu apa adanya. Karena aku percaya kau adalah orang baik dan temanku," kata Clara mengelus punggungku
"Jadi, kau tidak akan menjauhiku?" tanyaku ragu
"Tentu saja tidak, kau itu temanku Ferre...," jelasnya
"Re, lebih baik kembali yukk,"
"Ok baiklah,"
***
Setelah tes di hutan barat, kami di bagi topi sihir. Topinya seperti topi nenek sihir. Warnanya banyak katanya sih sesuai dengan jenis sihir masing-masing. Clara mendapatkan topi warna ungu sedangkan aku memperoleh topi warna hitam.
Kami sudah diperbolehkan pulang. Sebelumnya kami harus melihat kelas hasil tes kami. Clara berada di kelas 1B dan aku di kelas 1A.
Saat mau pulang Clara ingin cepat-cepat karena dijemput. Sedangkan aku di panggil kepala sekolah untuk ke ruangannya.
Sampai di ruang kepala sekolah, aku disuruh duduk.
"Maaf, ada apa ya? Kenapa saya dipanggil?" tanyaku tho the point.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin menasehatimu. Tentang topi kamu dan semua misteri tentang topi hitam itu," kata kepala sekolah hampir berbisik.
"Misteri?" aku penasaran.
"Ini dimulai dari seorang murid bernama Zohrah Nirmala, murid kelas satu yang masuk tahun lalu. Tapi, setahun kemudian dia...,"
***
Hai.... Ketemu lagi nih,
Ayoo kasih dukungan...
BERBAGI DUKUNGAN ITU BAIK...
AYOO VOTENYA, JANGAN LUPA KOMENTARNYA, SARAN JUGA JANGAN KETINGGALAN!!!
2500 kata. Saya ga bisa stop nulisnya.. Idenya ngalir sendiri
Ayo vote dan komen ya..
Biar menulisnya semangat.....
Arrigatou gozaimazu...
Gomen juga ya.. Kalau ada kesalahan dan typo tolong diingatkan agar segera di revisi.
Arrigatou... Thank you ...
See you next part,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top