Journey to the hell Panic at the concert by @kanonaiko
Anubis menghentakkan kedua kakinya. Ya, bukan kali ini sih. Hampir tiap hari pria berwajah tampan mengeluh. Jenuh lah, bosan lah, dan bawaannya marah-marah mulu. Asistennya yang setia, Beren, selalu saja kena imbasnya. Sumpah serapah bahkan cacian yang keluar dari mulut Anubis pun Beren terima. Ya kesal sih tapi mau bagaimana lagi? (pasrah amat)
Anubis melempar majalah rocker ke lantai. Padahal majalah itu Beren beli di London satu jam yang lalu. "Beren!"
Beren menunduk hormat. "Ya, Tuan?"
"Ambil kembali!" sahut Anubis seenaknya.
Dalam hati Beren berkata, ya ampun punya majikan kok gini amat ya.
"Kau bilang apa barusan?"
Beren menggeleng, "Ti-tidak, Tuan." Melihat si pria bertopeng anjing tidak curiga, Beren menghela napas lega seraya menyerahkan majalah tersebut.
Anubis kembali membolak balik halaman demi halaman. Manik ambernya terpaku oleh band yang fenomenal. Sufina Band. Siapa yang enggak kenal band satu ini. Lagunya enak di telinga. Walau penampilan mereka ini ngejreng, celana cutbrai menyapu lantai, ikat kepala beraneka warna. Alis Anubis terangkat sebelah. Benarkah mereka band metal?
Ponsel Anubis bergetar di atas meja. Ringtone entah apa yang merasukimu menggema di ruang pribadinya. Entah sejak kapan lagu itu menjadi favoritnya. Anubis menjentikkan jarinya. Di hadapannya terpampang nyata layar tidak lebar amat sih. Mata emasnya menatap Sufina sang vokalis tanpa berkedip.
Keren.
Cool.
Suaranya indah.
Dan dia tampan ....
"Aku sudah memutuskan." Anubis melirik Beren yang tengah menatapnya. "Culik dia."
Dalam hati Beren ingin bertanya, tapi dia takut diceburkan ke lembah neraka bersama para roh di sana. Ogah banget!
"Kok diam?"
"Kenapa diculik, Tuan?" tanya Beren. Dia memaklumi tuannya ini memang aneh. Kadang-kadang saja.
"Mereka akan manggung di sini," titah Anubis. Dia beranjak dari sofa lalu menuju ke lemari antik berukir emas dan membukanya. Sebuah jaket kulit berwarna hitam, ada rumbai-rumbai di kiri kanan bahu, di belakangnya ada gambar lidah menjulur. Rolling Stones.
Anubis ingin bernostalgia. Ini jaket kesayangannya yang dia beli di Inggris. Dia sangat bangga memakainya.
"Siapkan surat untuknya. Sekarang! Enggak pake lama."
Beren mengangguk. "Baik, Tuan".
Di luar istana Anubis, Beren menengok kiri dan kanan. Ah, tuannya tidak ada. Sayup-sayup lagu oldies Party Doll mengalun lembut. Beren berpikir, mungkin tuannya sedang senang atau sedih? Karena ditinggal Khepri. Saatnya mengumumkan pasukan bawah tanah untuk membangun tenda di halaman istana Dewa Kematian kemudian ke dunia atas.
Di kota London hiduplah seorang pemuda dengan hawa-eksis gak lebih dari secuil upil, rela menerjang badai berdiri di depan rumah sang pujaan hati. Nama laki-laki itu Sufina. Biasanya dia bersama teman-temannya. Kali ini dia sendiri.
Tangannya gemetar ketika hendak memencet bel.
Hening.
Dia mencoba sekali lagi. Namun malang seribu bakso, pemudi yang dia damba tak kunjung keluar. Ksatria Bergitar hampir putus asa.
"Hallo, Tuan Sufina."
Hampir saja gitar hitam kesayangan jatuh. Lebih terkejut lagi berdiri pria berpakaian serba hitam tak jauh darinya. Alis Sufina mengernyit ketika pria aneh itu menyodorkan amplop hitam. Dia terima dan isinya adalah: datanglah ke neraka sekarang juga.
Apa-apaan ini?
Sufina mundur lima langkah . Laki-laki asing itu maju lima langkah juga.
"Enak saja, aku belum mau mati!" jerit Sufina.
Beren berdehem. "Begini, Tuanku tertarik dengan lagu Anda. Jadi, aku menjemputmu ke dunia bawah tanah."
Sufina berdiri mematung. Mulutnya terbuka. Dia belum bertanya, Beren sudah membawanya dengan kecepatan dewa.
Pemuda tampan itu menyipitkan kedua matanya. Silau. Di mana ini? Terdengar riuh suara siapa itu entahlah. Yang jelas ketika membuka matanya lautan manusia (?) mengelu-elukan namanya. Oke, Sufina mencubit lengannya. Ini dimana?
"Kau ada di dunia bawah tanah."
Sufina menoleh. Laki-laki aneh itu yang menculik dirinya.
"Oh, perkenalkan namaku Beren. Kau tamu spesial di sini karena Tuan Anubis menyukaimu musikmu."
Anubis? Tunggu dulu. Anubis si Dewa Kuburan beken yang ada di film-film itu? Oh my GOD! "Mana Anubis, mana?" seru Sufina antusias.
Kali ini Beren termangu. Pemuda yang dia culik rupanya fans berat Anubis.
"Izinkan aku bertemu dengannya!"
"Mau ngapain?"
"Minta tanda tangan!"
"Akan aku penuhi."
Beren dan Sufina menoleh. Beren langsung membungkuk hormat, sedangkan mata Sufina berbinar seakan-akan ada bintang di matanya. Sufina langsung menghampiri sang idola. Enggak kebalik tuh?
"Tapi aku punya permintaan. Tolong nyanyikan lagu dengan judul Entah Apa yang merasukimu. Kau bawa gitar kan? Mainkanlah sekarang juga. Pasukanku sudah menunggumu dari tadi."
Permintaan Anubis barusan membuatnya bingung. Anak metal kok masa nyanyi lagu itu? Pernah dengar sih tapi ... "Kalau aku menolak?"
Anubis menyeringai tipis. "Kau tidak dapat bayaran."
Demi uang Sufina mau juga menyanyikan lagu itu. dia sudah siap dengan petikan gitarnya. Anubis berdiri di pinggir panggung. Manik ambernya melihat si Dewi Penari alias Hathor berdiri paling depan.
Aku percaya kamu
Tapi lagi-lagi kau bohongiku
Kau telah tipu aku
Aku menyayangimu
Tapi lagi-lagi kau sakitiku
Kau telah khianatiku
Tak pernah ku sangka kau telah berubah
Kau membagi cinta dengan dirinya
Aku yang terluka sungguh aku kecewa
Sufina memberi aba-aba. "Semua!"
Entah apa yang merasukimu
Hingga kau tega mengkhianatiku
Yang tulus mencintaimu
Salah apa diriku padamu
Hingga kau tega menyakiti aku
Kau sia-siakan cintaku
Aku menyayangimu
Tapi lagi-lagi kau sakitiku
Kau telah khianatiku
Tak pernah ku sangka kau telah berubah
Kau membagi cinta dengan dirinya
Aku yang terluka sungguh aku kecewa
"Mari nyanyi sama-sama."
Entah apa yang merasukimu
Hingga kau tega mengkhianatiku
Yang tulus mencintaimu
Salah apa diriku padamu
Hingga kau tega menyakiti aku
Kau sia-siakan cintaku
Wo-oo Woo-oo-oo
Sufina sangat senang. Walau awalnya sempat takut tapi demi uang emas dia lakukan juga. Tak disangka, penonton bawah tanah sangat antusias. Bahkan Anubis si Dewa Kuburan ikut menggoyangkan kepalanya. Amazing!
Anubis menghampiri pemuda itu. "Sesuai janjiku kau kuberi hadiah uang emas." Penguasa Alam Bawah menjentik telunjuk. Dua pengawal membawa kantung berisi uang emas. Sufina senang bukan main. Dia minta tanda tangan Sang Penguasa Kematian dan membungkuk hormat sebagai tanda terima kasih.
Baru saja mau mengucapkan selamat tinggal, Sufina telah kembali di tempat semula. Tempat rumah gadis pujaannya. Sufina seperti orang kebingungan. Barusan tadi habis darimana ya. Dan ini sekantong uang darimana ya ....
Di alam lain ....
"Apa dia baik-baik saja, Tuan?"
"Jangan khawatir. Aku sudah menghapus ingatannya. Anggap saja uang emas bonus buatnya karena sudah membuatku terhibur."
Beren mengangguk seraya meninggalkan istana. Lumayan lah hari ini menyenangkan. Nanti bakal culik siapa lagi ya? Entah kenapa Beren tersenyum senang dan sangat menyenangi tugas barunya ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top