Early Recruitment by @Sky-Nari

"Sudah hampir pertengahan tahun, kita enggak ada niat rekrut anggota baru, nih?"

Suara Philia yang setengah mengantuk terdengar, memecahkan keheningan di perpustakaan tempat biasa tetinggi NPC—salah satu guild sihir terkuat di negeri Sacwheelfice—berkumpul. Sementara menunggu balasan dari sosok yang tengah asyik dengan sebuah buku kuno, Philia meneguk teh chamomile yang diantar oleh Ann beberapa waktu yang lalu. Seraya berharap agar sakit perutnya segera hilang.

Namun, hanya sekejap saat Philia memejamkan mata dan menghirup aroma teh, sekejap itu pula SufiAL—sosok yang ia ajak bicara sebelumnya itu—menghilang dari hadapannya. Hanya secarik kertas kecil yang baru saja melayang turun—tepat di hadapannya—yang tersisa. Kertas yang bertuliskan ...

Aku berangkat dulu, nyan~

... lengkap dengan gambar anak kucing di akhir kalimat.

Gadis berambut panjang yang memakai jubah berwarna hitam itu hanya menatap kertas itu gamang. Hampir kehilangan kesadaran kalau saja Al tidak membuka pintu membuat Philia menoleh. Bahkan tanpa berkata-kata pun, ia sudah tahu apa yang terjadi pada rekannya itu.

"Phil, butuh oksigen?"

***

Katanya, kalau punya teleportasi ke manapun juga tak masalah. Tanpa harus memandang jarak dan waktu yang harus ditempuh. Hanya saja, tak semua orang punya kemampuan seperti itu. Ya, meski itu hal yang mungkin jika kau adalah seorang anggota dari salah satu guild terkuat di negeri ini. Selemah-lemahnya kekuatanmu, kau pasti memiliki kekuatan ini. Bukan pemberian, tapi sebuah kebiasaan. Hanya saja, teleportasi di dalam guild ini dinamakan deadline.

Meski demikian, bukan artinya deadline bisa digunakan seenaknya. Memang menyenangkan tiba begitu cepat di suatu tempat. Tapi bagi Sufi, pakai deadline itu tidak semenyenangkan yang dibayangkan. Sebesar apapun kekuatan yang dimiliki, kalau sudah pakai deadline minimal kau harus istirahat 24 jam penuh seraya dihantui panas dingin di sekujur tubuh.

Karena itu, ia lebih suka berjalan kaki ke tempat tujuannya—ya, walau sebenarnya ia tidak punya tujuan pasti. Lagi pula, langkah kakinya terhitung cepat mengingat tubuhnya yang tinggi. Beberapa anggota guild pun sering bilang kalau dirinya yang berjalan cepat ini membuatnya seperti makhluk gaib. Padahal ia hanya manusia, sama seperti mereka.

Sudah hampir pertengahan tahun, kita enggak ada niat rekrut anggota baru, nih?

Kata-kata Philia di perpustakaan tadi terbayang di benaknya. Tak sedikit pula surat yang dikirimkan pada guild yang menanyakan kapan rekrutmen anggota baru. Padahal kalau mereka benar-benar niat masuk, tidak usah sampai tanya kapan rekrutmen diadakan, nanti juga guild memberikan pengumuman ke penjuru negeri.

"Pokoknya sudah dewasa nanti aku bakal masuk NPC!" suara seseorang menghentikan langkah Sufi. Suara seorang anak perempuan.

Saat-saat ketika guildnya disebut oleh orang lain sudah cukup untuk membuatnya merinding. Bisa saja kan anggotanya melakukan sesuatu yang tidak-tidak di luar guild gara-gara sering disiksa oleh Philia saat latihan.

"Mimpimu terlalu tinggi!" Suara seorang anak laki-laki yang kini terdengar. "Lagian Kau perempuan! Sihirmu juga jelek, hanya bisa nyalakan obor kan?" tambahnya bertubi-tubi.

"Bukan obor! Itu cahaya!"

Karena penasaran, Sufi pun berjalan ke arah kedua suara itu berasal. Kemudian, ketika matanya menangkap sesosok anak perempuan berkucir dua dan anak laki-laki yang membawa pedang kayu di pinggangnya, ia langsung bersembunyi di balik pohon.

"Lagian maumu apa menggangguku terus? Rye kan tidak pernah mengganggumu!" pekik anak perempuan itu hampir menangis.

Sementara anak laki-laki itu terkejut dengan reaksi Rye, Sufi hanya bisa menahan senyumnya dari balik semak.

"Habisnya ...." Anak laki-laki itu kehilangan kata-kata. Namun, "Habisnya, Kak Shi pernah bilang kalau NPC itu tidak bagus buat anak perempuan!" Ia berusaha menyangkal.

"Nggak! Mana mungkin Kak Shi bilang hal seperti itu. Dia kan juga anggota—"

Shi? Shirei? Sufi teringat salah satu rekan kerjanya di guild. Tidak mungkin Shirei bilang hal seperti itu. Lagipula, sudah jelas kalau anak ini sedang bebohong. Ah, ia ingin tertawa tapi harus menhannya. Bisa-bisa ia ketahuan sedang mengintip.

Lagipula, kenapa rekrutmen dadakan yang hendak ia lakukan malah jadi menonton sebuah drama anak kecil? Lupakan, ia benar-benar menunggu kebohongan apa lagi yang akan dikatakan oleh anak laki-laki itu.

"Kau enggak tahu kan kalau ketua NPC itu seorang pedofil—"

"Sembarangan!" sontak Sufi berteriak sambil menunjuk tangannya pada anak laki-laki itu.

Sementara Rye dan anak laki-laki yang namanya tak juga disebutkan itu langsung menoleh, ikut terkejut sama halnya dengan si sumber suara.

"Si—siapa, Kau?"

Ah, kelepasan, batin Sufi sambil menghela napas. Lagipula siapa yang mengatakan pada anak itu kalau ketua NPC seorang pedofil, benar-benar tak bisa dimaafkan. Tidak ada yang tahu kalau di perpustakaan, Al sedang bersin.

"Bukan orang jahat," balas Sufi sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Setidaknya ia berutung kalau tak ada yang tahu rupa ketua NPC selain para anggotanya.

"Bohong!" ujar si anak laki-laki sambil berdiri di hadapan anak perempuan bernama Rye tadi. Tentu saja, mata anak laki-laki itu menatap Sufi dengan nyalang. Ia benar-enar dianggap pejahat dan ...

Sepertinya memang seperti dugaanku, batin Sufi.

"Kau yang bohong," balas Sufi. "Lagipula Kau sok tahu soal ketua NPC yang pedofil itu, uhuk." Jelas, Sufi akan memperbaiki nama baiknya sendiri. Enak saja dibilang pedofil.

"Tau dari mana?" tanya anak laki-laki itu.

Sufi tak berniat menjawab, hanya membatin, Terserahlah tahu dari mana juga--Ya, jelaslah karena aku orangnya!

"Namamu siapa?" tanya Sufi membuat tatapan anak itu semakin tajam. "Kau tidak akan kujual, biasa saja lihatnya."

"Ra—Ray," jawabnya ragu-ragu.

"Hm, Rye dan Ray ternya—"

"Tau dari mana nama Rye?!" Ray tiba-tiba memotong ucapan Sufi. Anak ini sepertinya benar-benar sensitif jika ada hal yang berkaitan dengan Rye.

"Ray," panggil Sufi membuat tatapan nyalang Ray berubah melembut. Tidak sepenuhnya, tapi lebih enak dilihat dibanding sebelumnya. "Kalau Kau ingin melindungi Rye tidak perlu—"

Wajah Ray seketika memerah. "Tu—tunggu dulu, siapa yang bilang kalau aku—"

Sufi seketika memotong. "Tidak ada yang bilang, hanya saja aku tahu kalau kau mencegah Rye dan berbohong soal NPC padanya karena ingin melindunginya, bukan? Dan bagiku, itu bukan cara yang tepat."

Sufi kini menoleh ke arah Rye yang tengah berkaca-kaca, kemudian tersenyum. "Kau pasti bisa masuk suatu hari nanti. Tapi pastikan si bodoh ini ikut juga, ya?" saran Sufi sambil menunjuk pada Ray ketika menyebut 'si bodoh'. "Jangan menangis lagi, ya?"

Sufi menghela napas panjang begitu tatapan nyalang Ray kembali terarah kepadanya. "Sudah, ya. Aku mau pulang," ucapan Sufi yang terakhir itu menjadi penutup sebelum akhirnya ia berjalan kembali ke arah pohon tempatnya bersembunyi tadi.

Menonton dan ikut terlibat dengan drama anak kecil ternyata sangat melelahkan. Biarlah sekalian Sufi menggunakan deadline untuk kembali saat ibu. Setidaknya, ia punya calon anggota yang akan ia rekrut setelah perjalanan yang tak terlalu jauh—namun melelahkan—ini. Meski masih lama masuknya.

Deadline, on!

Sementara itu, Ray dan Rye yang mengejar Sufi ke belakang pohon hanya bisa terkejut saat menyadari bahwa sosok yang tadi berbicara dengan mereka telah menghilang.

"Ray ...."

"Rye ...."

"Sebenarnya dia siapa?"

Ah ya, tolong ingatkan Sufi untuk memburu siapa yang telah menyebutnya sebagai seorang pedofil.

END

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top