BAB 2 : THE FOREIGN PLACE
“Rasa cinta tidak harus diluapkan dalam romansa yang manis. Bagiku, kesungguhanmu serta rasa tanggung jawabmu terhadap diriku, itu sudah lebih dari cukup.”
Sebagian lampu di rumah padam, hanya beberapa bagian yang menyala; ruang kamar dan dapur. Musim gugur di luar sana dan udara menjadi lebih dingin daripada musim panas yang baru dilalui.
Sejak Anka mengatakan semuanya, Eiji tidak pernah pulang ke rumah lagi. Ini sudah minggu kedua dan Anka merasa bersalah karena menggunakan segala fasilitas di apartemen kecil milik Eiji dengan gratis.
Anka memang sudah lama tinggal di sini. Eiji pekerja keras demi membiayai hidup dan pendidikannya. Pagi hari kuliah, lalu di sore hari akan bekerja di kafe hingga larut malam. Saat itulah Anka akan menyambutnya.
Namun, tidak biasanya Eiji begini. Dia selalu pulang, tapi tidak hari ini -lagi.
Anka menarik napas panjang, kemudian ia mengangkat piring yang ada di atas meja. Ia memasak untuk dirinya sendiri, karena mendadak perutnya menjadi sering lapar. Jika hari ini Eiji tidak pulang juga, aku akan pergi saja. Mungkin ia memang tidak menerima kami, batinnya. Ia sudah memutuskan apa saja yang harus dipersiapkan dan dibawa. Soal di mana ia akan tinggal, ia bisa kembali ke rumah kumuh keluargannya. Hidup tak layak memang biasa ia rasakan dulu.
Suara gemericik air mengisi keheningan malam itu, terdengar begitu syahdu hingga Anka betah berlama-lama mencuci piringnya, atau mungkin ia hanya merasa kesepian.
Pada awalnya ia hanya orang asing yang menumpang di kehidupan Eiji, jika memang terjadi hal yang tak terduga seperti ini … wajar jika Eiji membuangnya. Eiji mempunyai mimpi yang sangat besar, begitu pula dengan dirinya. Perbedaannya, Anka selalu merasa tidak berhak menggapai mimpi tersebut.
Tanpa diduga, ia mendengar suara kunci pintu yang diputar. Hampir saja ia menjatuhkan piringnya, lantaran kedatangan orang yang tak terduga. Apartemen ini hanya punya dua kunci, satu milik Anka dan satu lagi milik Eiji. Jadi, jika ada orang yang membuka pintu, sudah pasti itu Eiji!
“Eiji? Kau pulang?” tanyanya, tanpa berbalik, masih menyelesaikan kegiatan cuci piring. Sayangnya, tidak ada jawaban, pun suara langkah mendekatinya. Anka mengerutkan kening.
“Eiji?” Anka meletakkan piringnya, kemudian berbalik. Kakinya yang hendak melangkah tiba-tiba tertahan manakala sosok yang dinantikannya selama dua minggu terakhir tiba-tiba memeluknya erat. Mata Anka membulat, tentu saja ia kaget dengan perilaku Eiji.
“Eiji?”
“Maaf jika kau merasa terabaikan, aku hanya sedang berusaha untuk bekerja lebih keras dari biasanya, Anka.”
Anka mengerutkan keningnya. “Bekerja lebih keras?” Ia masih tidak mengerti dengan maksud Eiji. Untuk apa laki-laki yang dicintainya itu harus bekerja lebih keras lebih dari saat ini? Saat ini pun … ia merasa Eiji telah sangat bekerja keras, demi kepentingan dirinya sendiri maupun Anka.
Kemudian, Eiji melepas peluknya dan tersenyum lebar.
“Tapi sudah berlalu, tenang saja! Dua minggu tidak bertemu denganmu seperti neraka!”
Aku juga.
“Setelah ini, aku akan selalu pulang, aku juga akan selalu menemanimu di musim dingin karena kafe tutup sementara. Aku sudah menyiapkan perbekalan untuk kita di musim dingin.”
Anka tersenyum, matanya berkaca-kaca. Lihat? Betapa manisnya laki-laki di hadapannya ini, meski ia tidak romantis.
“Aku juga ingin memberikanmu sesuatu. Apa yang kau katakan dua minggu lalu membuatku sangat bersemangat untuk mencapai mimpiku yang ini ….”
Kata-kata Eiji terjeda, ia mengeluarkan sebuah benda dari saku jaket lusuhnya. Tidak ada kotak beludru cantik, atau kotak kayu klasik. Hanya sebuah cincin emas tipis dengan model yang cantik.
“Anka, aku tidak perlu bertanya lagi karena jawabannya sudah pasti.”
Cincin itu ia sematkan pada jari manis Anka, terasa sangat pas dan terlihat indah. Anka yang sejak tadi menahan air matanya kini menangis.
“Anka?”
Anka memeluk Eiji erat, menangis bahagia di pundaknya.
“Terima kasih Eiji, aishiteru yo.”
Eiji tersenyum, membalas pelukan sang calon istri dan mengecup sisi samping kepalanya dengan lembut.
“Aku senang karena sebentar lagi kau akan berubah nama menjadi Aragaki Anka, bukan Hirata Anka.”
Anka mengangguk.
Betapa bahagianya Anka saat itu, rupanya Eiji pergi bukan karena ingin menghindarinya, justru pergi demi kehidupan mereka agar menjadi lebih layak.
<><><><><>
Anka membuka mata, pandangannya yang kabur perlahan menjadi terang sedikit demi sedikit. Ia melirik ke sekeliling dan mendapati ruangan yang benar-benar asing! Hampir seluruhnya terbuat dari kayu, seperti rumah jepang model kuno. Ia tidak pernah ke tempat ini sebelumnya. Rumah siapa?
Awalnya Anka merasa tubuhnya benar-benar berat, mulai dari menggerakkan kepalanya perlahan, hingga mengangkat satu persatu tangannya. Setelah dirasa ia mulai bisa menggerakkan tubuhnya, ia memutuskan untuk duduk. Sayangnya, ketika ia duduk kepalanya mendadak terasa sangat sakit hingga ia harus menahan dengan kedua tangannya.
Tak lama kemudian, suara pintu geser dibuka. Anka berusaha menahan rasa sakit dan melihat siapa yang datang. Sesosok anak perempuan cantik berusia lima tahun dengan rambut hitam sebahu yang diikat di kedua sisi bawah kepalanya. Anak perempuan itu tampak terkejut awalnya, kemudian tersenyum lebar memperlihatkan lesung di kedua pipinya. Dengan kaki-kakinya yang mungil, ia berlari dan sedikit melompat memeluk Anka dengan erat.
“Mama! Okaeri!”
Suara nyaringnya sama sekali tidak memekakkan telinga, justru membawa perasaan hangat sekaligus rindu yang teramat dalam. Anka mengerutkan keningnya, ia sama sekali tidak mengenal siapa anak perempuan ini. Tunggu! Mama?
-----------
Heiyoooo hati-hati dengan tanda flashback yang tidak nampak ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top