Prolog
Aku berhenti melangkah di depan pintu ruangan papa dan membuka kotak kue ultah bertuliskan 'happy birth day pap' menyalakan dua lilin berbentuk angka 5 dan 1.
Setelah memastikan semua sempurna tanpa ketuk pintu ku dorong pintu papa dan seketika telingaku mendengar suara aneh dari arah kiri, dengan penasaran aku menoleh kekiri.
Tubuhku membatu melihat pemandangan erotis, pemandangan yang nggak akan pernah ingin aku liat seumur hidupku, dan sekarang pemandangan itu terlihat nyata senyata-nyatanya di depan mataku, seluruh badanku terasa kaku, nggak bias gerakin.
Buuuukkk
Mataku menatap lantai di mana kue ultah jatuh mengenaskan. aku fikir malam ini akan menjadi malam terindah setiap tahun seperti tahun kemaren saat papa ultah, tapi nyatanya hari ini adalah hari terburuk yang pernah aku alami selama ini.
"Naza?"
Kepalaku mendongak menatap papa yang terpekik kaget, air mataku berjatuhan, mataku menatap seseorang di sebelah papa, seseorang yang aku cintai, seseorang yang menyebalkan tapi mampu membuat duniaku tertuju kearah-nya.
Seharusnya aku menuruti perkataan mama, seharusnya aku kesini saat jam 12, seharusnya aku tidak kesini, kalau aku kesini jam 12 aku tidak akan merasakan sakit di dalam hatiku, seandainya aku tidak kesini, aku sekarang pasti masih have fun dan esok-nya aku akan menggoda pria di sebelah papa. seharusnya... seharusnya dan seharusnya.
Kakiku bahkan terasa kaku hanya untuk melangkah mundur berlari dari tempat terkutuk ini.
Aku persis seperti orang bego' di sini, menatap kedua pria yang berarti di hidupku bergantian, kedua pria berbeda generasi, kedua pria berbeda provesi, kedua pria yang menempati masing-masing di ulu hatiku.
Kakiku berasa goyah dan terjatuh di lantai. aku tau kalau papa itu gay, aku tau tapi aku tidak tau kalau pasangan papa itu dia. dia orang yang mengisi fikiranku beberapa minggu ini, orang yang dingin tapi menyenangkan.
Aku harus apa? aku harus bagaimana?.
Tanpa kusadari isakanku keluar begitu saja. aku hancur, aku hancur karena dua pria di depanku yang menatapku bersalah, aku hancur karenanya.
"Kenapa?"tanyaku masih terisak menatap papa yang juga ikut-ikutan mengeluarkan air mata "KENAPAAAAA?!"
"Naza."panggil sebuah suara di ambang pintu.
Kepalaku menoleh kearah sana mendapati mama menatapku bersalah.
Jadi? jadi mama tau kalau pacar papa itu dia. dia orang yang aku cintai.
"Bohong."gumamku menatap mama kecewa.
Mama bohong sama aku kalau papa nggak punya pacar, mama bohong kalau papa sudah 100% straight, mama bohongin aku sejauh ini.
Kedua orang tuaku sangat pandai berbohong, kedua orang yang menuntunku sejak kecil sampai besar berbohong padaku. ORANG TUAKU BERBOHONG PADAKU!!.
"Bohong,"gumamku lirih. hatiku seakan tercabik-cabik mengatakan kalimat itu "PEMBOHONG!!"teriakku berang berdiri dan keluar dari ruangan papa masih terisak.
Kenapa? kenapa mereka berbohong padaku? kenapa mereka menyembunyikan semua ini ke aku? kenapa? padahal mereka yang selalu mengajarkan aku tentang kejujuran, padahal mereka yang mengajari aku betapa penting kejujuran. TAPI KENAPA MEREKA BERBOHONG PADAKU? KENAPA??
"Naza!"teriak dua suara di belakangku.
Aku nggak perduli, aku benci mereka berdua, aku membenci mereka.
Kubuka pintu tangga darurat dan masuk kesana berlari menuruni undakan tangga. aku tau kalau apa yang aku lakukan ini membahayakan keselamatanku, tapi perduli apa? hatiku sakit, hatiku hancur, di bohongi seseorang yang terpenting di hidupku itu sangat menyakitkan, sangat menyakitkan.
Langkahku terhenti entah di lantai berapa dan terduduk di undakan tangga, aku nggak pernah ngabayangin bagaimana bisa orang yang aku cintai menjadi kekasih papaku, bahkan di mimpi terburuk pun aku nggak pernah kepikiran.
Papa. kenapa papa tega? apa salah Aza? kenapa papa tega sama Aza? Aza punya salah apa sama papa? kenapa pa? kenapa?.
Hanya isakan yang terus keluar dari bibirku, kepalaku bersender di kusen tangga.
"Hahahahahaha"aku tertawa atas hidupku, menertawakan betapa bodohnya aku selama ini, menertawakan betapa polosnya aku selama ini.
Di bodohi sejauh ini? di sini yang salah siapa? aku atau papa? di sini yang salah siapa? siapa? SIAPAAAA?!.
"Jadi kamu anaknya Dipto?"
Kepalaku menoleh keasal suara mendapati dia sedang berdiri di belakangku, kedua tangan ia masukkan kedalam saku celana.
Aku lebih memilih acuh dan kembali menenggelemkan kepalaku di antara lutut, isakanku terus keluar.
Pak pak pak
Aku nggak tau ia pergi atau berjalan kearahku, di saat keadaan normal mungkin aku akan mengodanya, tapi tidak untuk kali ini. rasa kecewaku lebih mendominasi segalanya.
"Sekarang kamu tau kan kenapa aku menolak kamu kemaren?"
Aku hanya diam dan terus isak, tak berniat menjawab perkataanya yang makin membuatku terluka.
"Maaf aku, tapi inilah aku. aku bukan seperti apa yang kamu katakan kemaren, aku adalah pria menjijikan"
Isakanku semakin keras mendengar perkataanya. seharusnya aku marah karena dia menjadi pacar papa ku, tapi hatiku tidak bisa, hatiku semakin sakit mendengarnya. aku ingin ini semua adalah mimpi, aku ingin terbangun dari mimpi ini, ku mohon bangunkan aku.
Dia terdiam mendengarkan isakanku yang semakin jadi.
Ingatanku berputar ke beberapa hari yang lalu.
"Aku Cinta sama kakak"kataku menatapnya dengan senyuman manis yang membuatnya menatapku gak percaya.
"Jangan bercanda".
Kepalaku menggeleng menjawab perkataan shock-nya, sejujurnya aku malu mengungkapkan perasaan ini, tapi entah kenapa dorongan takut kehilangan lebih mendominasi hati dan fikiranku saat ini, itulah kenapa aku ngotot mengajaknya makan di restoran kakak-ku.
"Aku nggak bercanda. aku tau seorang cewek nggak boleh mengungkapkan isi hatinya, tapi... kalau aku nggak ngungkapin sekarang aku takut kakak di ambil orang."
Kulihat ia menghela nafas panjang dan meletakkan garpu beserta sendok di piring .
"Kenapa?"tanyanya menatapku tajam.
Masih tersenyum manis aku manjawab pertanyaannya "Karena aku cinta sama kakak, kakak orang yang baik meski dingin sama aku, kakak orang yang bertanggung jawab, dan yang lebih penting kakak tampan."Kataku sekenanya yang membuat satu alis pria di depanku terangkat "aku bercanda."sambungku sambil terkekeh.
"Aku nggak punya alasan kenapa aku bisa cinta kakak."
"Kenapa nggak ada?"
"Aku cinta sama kakak itu tulus tanpa pamrih."
Kepalanya menggeleng mendengar jawabanku "Setiap orang hidup di dunia ini pasti punya alasan, begitu juga cinta."
Aku terdiam mendengar perkataanya. apa harus? setauku nggak semua orang hidup harus ada alasan.
"Baiklah kalau kakak ingin alas an,"kataku menatapnya pas di manik matanya "karena kakak ganteng, sopan, pintar, dan kakak itu sempurna di mataku."
Kulihat ia menghela nafas lelah "Maaf aku nggak bisa nerima cinta kamu."
Keningku mengkerut mendengar perkataanya.
"Loh? kak... tap..."
"Permisi."tanpa menunggu kata lanjutan di bibirku dia langsung pergi kekasir , dengan cekatan aku memberesi barang-barang di meja, kenapa aku harus mengeluarkan buku sekolah sih?. setelah membereskan semua barang-barangku dan menatap kedepan, tapi dia sudah tidak ada, dia sudah pergi hilang entah kemana.
"Kemana dia?"gumamku lirih menoleh kekanan, kiri, depan, dan belakang, tapi dia sudah tidak ada di mana-mana, padahal aku hanya sebentar memberesi buku-bukuku.
Kemaren aku fikir kenapa dia menolakku itu karena alasan konyol-ku, tapi sekarang aku tau, kalau dia menolakku karena dia tidak mencintaiku, karena dia mencintai papaku, karena dia seorang Gay.
Drrrrtttt
Dengan malas 'ku rogoh tas dan mengambil handphone silver tanpa mendongak.
Kuhela nafas panjang mencoba menghentikan isakan di bibirku
"Halo."sapaku purau.
"Loe kenapa dek? kok suara loe kayak tikus ke jepit gitu?"jawab orang di sebrang. aku tau sekarang dia pasti sedang tersenyum jail menunggu balasan dari bibirku.
"Lagi flu."
Beberapa detik baru orang di sebrang menjawab perkataan nggak pentingku "Tumben nggak marah kalau di samain sama tikus."
"Hmmm."
"Loe kenapa sih? lagi ada masalah ya?"
"Hmmm."
"Masalah apa?"
"Hmmm."
"Sekali lagi loe jawab 'hmm gua buang di sungai California."
Aku hanya mendengus mendengar ancaman nggak bermutu dari kak Faris -kakak senior di SMAku dulu-
"Ada apa?"tanyaku tak menjawab ancamannya.
Kudengar ia menghela nafas berat "Bisa ketemuan kagak nyuk? gua mau ngenalin tunangan gua nih. kan kemaren loe mencak-mencak karena gua nggak ngundang loe di hari keajaiban dunia itu."
"Yaudah. aku kesana. di Café biasa kan?"
"Yo'a"
Setelah mendengar jawaban dari kak Faris aku berdiri berjalan begitu saja tanpa berbicara sama dia, dia orang yang sedang menatap punggungku dengan pandangan yang nggak aku ngerti, dia orang yang membuat warna di hidupku semakin cerah, tapi dia juga yang membuat warna di hidupku berubah menjadi abu-abu. dia adalah Dr. Verdi. yah dr. Verdi kakak-nya kak Vino, calon suami Tasha.
Isakanku sudah berhenti sejak tadi sebelum aku menjawab panggilan dari kak Faris.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top