patah hati #1
keputusanku sudah bulat akan menerima perkataannya. no!! salah!! aku baru ingat kalau setiap kata yang ia keluarkan tidak meminta balasan penolakan atau menerima.
"ada apa?'
reflek kepalaku menoleh kedepan menatap peria di depanku yang sedang duduk persis di depanku, wajahnya terlihat sangat datar. ugh aku sangat membenci wajah datarnya.
Kuhela nafas panjang. aku sudah fikirkan matang-matang kalau aku akan bikin dia menjadi setright meski aku tau seorang gay nggak akan pernah menjadi setright, tapi setidaknya aku sudah berusaha masuk kedalam hidupnya untuk mengubah alur hidupnya yang sedikit melenceng.
bibirku tertarik keatas "mau pesen apa?"
dia tak menanggapi perkataanku, kepalanya menoleh kebelakang melambai memanggi seorang waitress. denyutan pilu kembali kurasakan, tenggorokanku rasanya tercekat melihatnya mengacuhkanku seperti itu.
mataku menatap meja melihat 3 gelas kopi berada di depanku, yah selama menunggunya hampir 2 jam lebih sudah 3 gelas kopi serta 2 juss mangga tandas di tenggoranku . menyedihkan? tidak!! menurutku tidak. yang penting dia datang.
"saya pesan frapuccino de orio dan kue Sus Vla"ucapnya tanpa menatap mbak-mbak waiters yang tadi melayaniku, mbak-mbak itu menatapku menunggu pesanan yang akan aku pesan.
aku tersenyum ala kadarnya, antara malu dan canggung "rainbow cake sama hot chocolate aja mbak"
kepala mbak-mbak itu mengangguk dan membaca ulang pesanan kami "ada lagi?"tanyanya yang aku jawab gelengan kepala dan ijin pergi.
tatapanku beralih ke dokter Verdhi yang sedang asyik melihat jalanan, tatapannya terlihat kosong, mulutnya terkatup rapat, wajahnya datar, tanpa aku sadari mataku sudah berkaca-kaca, kepalaku menunduk menghalau air mata yang ingin keluar dari mata.
"maaf"ucapku purau menahan gejolak di dadaku yang sangat perih, bibirku bergetar menahan perih di dadaku dan menahan air mata yang ingin tumpah.
"aku tau kelakuanku selama ini kurang ajar, aku minta maaf untuk itu"sambungku masih menunduk, mulutku terbuka menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum kepalaku mendongak menatap wajahnya yang masih menatap jalanan. apa segitu tidak menarik-nya wajahku sampai dia nggak mau menatapku? meninggalkan tatapannya kejalanan dan beralih menoleh kearahku, sebegitu bencikah dia karenaku? "aku tau aku salah... tapi... aku nggak akan ngelepasin kamu"
dengan cepat kepalanya menoleh kearahku, rahangnya mengeras, matanya menatapku tajam.
"sampai kapanpun"dan berkat kata itu rahangnya semakin mengeras, matanya semakin menatapku tajam penuh dengan kebencian. hatiku mencelos melihat tatapannya itu, bukan itu yang ingin aku lihat dari wajahnya.
"kamu kira kamu siapa? kamu bukan siapa-siapa yang berhak mengatakan itu, kamu—-"
"aku pacarmu. kamu sendiri yang bilang kemaren kalau kamu pacarku jika itu kemauanku bukan? dan itulah kemauanku"
rahangnya semakin mengeras, tatapan matanya menggelap, senyuman sinis keluar dari bibirnya, yang baru pertama kali aku melihatnya "ternyata kamu se murahan itu ya?? aku nggak nyangka anak-nya Dipto se murah ini. kamu tau? kamu lebih menjijikan dan murahan dari wanita di club malam"katanya menekan di bebepa kata dan pergi begitu saja dari hadapnku yang terdiam di tempatku.
mataku menatap kursi di hapanku yang tergeletak akibat ulah dokter Verdhi yang berdiri tiba-tiba. air mataku sudah tak bisa terbendung lagi, hatiku mencelos mendengar perkataanya. murahan? bibirku tertarik keatas tersenyum pedih.
murahan. aku nggak tau kalau aku segitu jeleknya di mata dia.
murahan. kata-katanya yang tajam terus mengiang di kepalaku.
murahan. tanganku terulur keatas menutupi telingaku yang terus berdengung kata-kata itu.
murahan. tangisku semakin pecah, tanganku beralih membengkap mulutku dan menggeleng keras.
nggak. aku nggak murahan. aku nggak murahan. nggak!! racauku dalam hati menyangkal semua perkataanya.
murahan. nggak!!!!
aku nggak murahan. nggak. aku nggak murahan. nggak!!!.
isakku keluar begitu saja meski tanganku sudah membengkepnya. hatiku berdetak nggak karuan, jantungku berdenyut-denyut merasakan sakit di sana.
aku nggak murahan. nggak!! aku nggak murahan!!.
"maaf mbak ini pesananya"
aku tersentak kaget mendengar suara mbak waiters menatapku ragu, tanganku terulus mengusap pipi yang sudah basah dan berusaha menghilangkan isakan lirihku, kepalaku mengangguk tanpa berniat mendongak, tanganku masih setia menghapus air mata yang menetes.
dengan pelan mbak-mbak itu meletakkan pesananku dan pesanan'nya' di meja, dapat kurasakan tatapan iba keluar dari mata mbak-mbak ini.
aku sangat benci seseorang menatapku seperti itu, seolah-olah aku adalah manusia paling mengenaskan di muka bumi ini. siapa sih yang mau di tatap seperti itu? yang jelas itu bukan aku.
"saya permisi mbak"katanya. aku mengangguk dan mulai menyendokkan rainbow cake kedalam mulutku di iringi air mata yang sejak tadi tumpah, tanganku terus memasukkan rainbow cake kedalam mulutku yang sudah bercampur dengan air mata yang jatuh di piring dan menyesap minuman hot chocoloate, tak memperdulikan tatapan aneh dari pengunjung cafe. aku nggak perduli. mereka bukan siapa-siapa, mereka nggak ada hak-nya menatapku seperti itu dan menggosipkan aku seperti apa yang di dalam otak mereka, karena belum tentu apa yang di otak mereka itu apa yang sedang terjadi padaku.
tanganku terulur mengambil pesanan dokter Verdhi dan memasukkan kedalam mulut secara serentak. aneh. itu yang aku rasakan sekarang, frappuccino de orio dan kue sus di makan secara serentak menimbulkan rasa yang sangat aneh di indra perasaku, apalagi dengan air mata yang tak mau berhenti.
"kamu lebih memilih cewek bar-bar ini ketimbang Rosa? apa yang menarik sih Calvin? liat perbedaan Rosa dan dia? di liat dari sudut manapun Rosa lebih sempurna ketimbang cewek bar-bar ini"samar-samar aku bisa mendengar suara seseorang yang familiar di telingaku.
"tapi aku mencintainya ma"
"kamu membatalkan pertunangan kamu pas di hari kamu dan Rosa bertunangan, kamu fikir kamu dengan mudah mendapat restu dari mama? jangan pernah berharap Calvin"
dengan penasaran aku menoleh kebelakang, tepat di belakangku keluarga om Nugroho -adik mama- sedang berkumpul.
kerutan-kerutan di keningku hadir tak mengerti akan ucapan tante Velina. tunangan? batal? Calvin? Rosa?
butuh waktu cukup lama aku menyambung-nyambungkan puzle tadi sampai aku bisa memahami keadaan yang sedang terjadi di sana.
jadi kak Calvin pergi saat acara pertunangan dengan dedemit itu berlangsung? hatiku tertawa mendengar berita sangat bagus, ternyata otak kak Calvin udah bener dari erornya, dulu aku sampe geleng kepala kok bisa-bisanya kak Calvin jadian sama demit seperti Rosa? busuk. kata yang tepat untuk wanita ular itu.
mataku meneliti setiap wajah di sana, ada satu wajah yang sangat familiar di mataku, tapi aku lupa sama pemilik wajah cantik nan manis itu.
"kamu beneran sudah gila Calvin, kamu menyia-nyiakan Rosa demi dia?"kata tante Velin menunjuk wanita di samping kak Calvin, aku yakin kalau tante Velin sedang menatap sinis wanita itu.
perlahan langkahku mendekat kemeja kak Calvin dan berdiri di tengah-tengah mereka, wajah mereka mendongak untuk melihat siapa yang berani-beraninya menganggu acara mereka, senyuman polos keluar begitu saja dari bibirku tanpa ada rasa bersalah.
"Aza? kamu ngapain di sini?"tanya kak Calvin berdiri dan menyeretku untuk duduk di sebelahnya, yang artinya di sebelah dedemit -Rosa-.
"kamu ngapain malam-malam di Cafe sayang? sama siapa? terus muka kamu kenapa? kok tembem? kamu habis nangis ya?"tanya beruntun tante Velin menyuruh Rosa berdiri dengan kode mata bergantian kursi sama tante Velin.
mati aku!! kenapa bisa aku lupa kalo abis nangis? oh Zaza, udah tau tante Velin over protective banget sama kamu, kok bisa-bisanya sih kamu lupa hal sepenting itu? oh my god.
"oh eummm ini tant.... itu..... anu... apa... itu loh"jawabku gelagapan yang membuat kata-kata nggak jelas keluar dari mulutku.
alis tante Velin terangkat curiga, aku duduk gelisah, apalagi tatapan kak Calvin yang menajam mencari tau apa yang terjadi denganku. oh ayolah, setau mereka aku itu nggak cengeng, mau di apain juga aku nggak akan mengeluarkan air mata, tapi ini? oh my god.
pasrah aja lah dari pada di liatin kayak gitu.
"biasa tante anak muda. berantem ama pacar"kataku lirih menunduk malu. mau taroh mana mukaku ini? seorang Naza nangis hanya karena berantem sama pacar? oh bumi telan aku sekarang juga.
"hmmmppppffftttt"
mataku mendelik sebal kearah kak Calvin yang sedang menahan tawanya, dengan sebal kuinjak kakinya dan itu berhasil bikin kak Calvin menjerit kesakitan. syukurin.
mataku beralih kearah tante Velin yang melongo, menatapku nggak percaya, aku cengengesan sendiri melihat wajah tante Velin. antara malu dan geli.
"btw tant. ini ada apa yah??? dan kakak ini siapa?"tanyaku sok polos menatap kakak itu yang sedang tersenyum ramah dan aku balas senyuman tak kalah ramah.
"ituloh sepupu tersayang kamu batalin pertunangannya sama Rosa demi cewek kayak gitu"kata tante Velin menatap kakak itu sengit. bulu kudukku sampe merinding melihat tatapan itu.
"maaaa....."perotes kak Calvin nggak terima pacarnya di tatap seperti itu sama tante Velin mungkin.
"kayak gitu gimana tant? emang pertunangannya batal?"tanyaku tak memperdulikan tatapan tajam milik kak Calvin yang menyuruhku diam.
kepala tante Velin mengangguk "iya, masak pacarnya jauh di bawah Rosa? kan Rosa jauh di atas dia"
"ma—"
"di bawah gimana tante? dari sudut pandang Aza kakak itu cantik kok, cantik alami, dia juga keliatannya ramah"nggak kayak mantan calon menantu tante yang muka dua.
"cantik? cantikan Rosa kemana-kemana lah, dia itu jago masa——"
"masakannya gosong kok tant"potongku polos.
tante Velin mendelik, aku tersenyum polos dan mengacungkan huruf V.
"peace tante, tapi itu bener kok, kan gosong"
"itu karena kamu ngeroceki aku waktu masak"
wajahku datar menanggapi perkataan iblis berbisa itu "kan aku ajaran kak, pengen jadi cewek beneran, dari pada di ledekin Delvo terus yang nggak bisa masak"
"hmmmmpppppfffftttt"tawa tertahan kembali terdengar, dan orangnya sama seperti tadi, siapa lagi kalau bukan kak Calvin.
tatapan sinis melayang ke kak Calvin yang di anggap angin lalu, tatapanku kembali kearah iblis berbisa dan tenta Velin, muka tante Velin nggak enak banget di liat. o ow sepertinya aku salah ngomong.
dengan manja kulingkarkan tanganku di lengan tante Velin, memberi cengiranku "tante marah ya? aku kan bicara apa adanya tan, jangan marah donk, nanti keriputnya timbul loh kalo mukanya kayak gitu, jangan marah ya tante"bujukku yang sama sekali nggak mempan "aku ikut tante kesalon ya besok, mau berubah jadi cewek beneran, dan ajarin Aza masak ya tant?"sambungku masih mencoba merayu tante Velin.
wajah yang tadinya muram kini berubah ceria "beneran ya Za? temenin tante shooping sekalian"
mampus!!
"kok shopping tant?"tanyaku histeris yang sontak melepaskan amitanku di lengan tante Velin sedangkan kak Calvin kembali menahan tawanya yang siap meledak.
shooping? oh my god. shooping? yang bener aja? shooping sama tante Velin? neraka oh neraka aku siap datang ketempatmu.
"tadi katanya mau berubah jadi cewek? ya harus shooping Za, sekalian beli alat make up"
"aku kan nggak bisa make up tant"cicitku ketakutan.
"tante ajarin sampe kamu mahir ber make up"
lidahku terasa kelu dan air liurku terasa pahit untuk di telan, oh apa yang baru saja terjadi padaku? apa yang barusan aku ucapin? ke salon? oh Za!! kamu minta di bunuh??!.
dengan pasrah kepalaku mengangguk dan itu berhasil bikin kak Calvin tertawa terbahak-bahak. mataku mendelik kearah kak Calvin yang semakin terbahak, sedangkan tante Velin nggak perduli sama anaknya yang sedang tertawa.
"kamu ikut kan Rosa? ke salon dan shooping?"tawar tante Velin menatap penuh harap ke iblis jahanam itu.
kepala iblis itu mengangguk antusias dan kedua maniak shooping itu berdiri mengatur secudule untuk besok. mampus. itulah yang saat ini aku rapalkan.
shooping sama iblis bercula satu itu? bunuh saja aku sekarang bang!! ngomong-ngomong, banyak banget celaan panggilanku untuk Rosa? terus ngapain aku mikirin itu? nggak penting Naza!!
tawa membahana menyadarkan ku dari alam ghoib dan menatap sebal kearah kak Calvin yang sedang megang perutnya.
"puas? puas hah? ini semua itu gara-gara kakak!!"jeritku tertahan dan mencubit perut sixpack-nya.
kak Calvin terus tertawa di sela kesakitannya sampai tangannya memegang kedua tanganku yang bekas mencubit pinggang seksinya -itu menurut kak Calvin- padahal sih amit-amit.
"kok gara-gara aku?"tanyanya heran.
wajahku memberenggut dan menarik tanganku dari genggamannya, menarik minuman di depan kak Calvin dan meminum sampai tandas "kakak harus berterima kasih sama aku, karena aku kakak terselamatkan dari tante Velin"
kak Calvin lagi-lagi tertawa "dan kak Calvin harus nemenin aku besok, titik, ini perintah dari sang putri"
"duh eileh, situ sendiri yang tiba-tiba nongol, pake nyalah-yalahin aku segala. dih ogah. situ kira aku banci apa yang ikut shooping sama ke salon"kata kak Calvin mencibir.
bibirku manyun maksimal dan memasang muka semenyedihkan mungkin, biasanya kalo aku pasang muka kayak gini kak Calvin dan keluarganya akan luluh dan nurutin semua keinginanku. maklum aku princess di keluarga mereka. jangan heran kenapa, aku saja nggak tau kenapa, padahal adikku juga cewek tapi keluarga kak Calvin cuek aja.
"jangan minta nemenin shooping dan mall donk dek, yang lain aja ya? ya ya ya?"
aku masih terdiam dan memasang muka sejelek mungkin, tanpa sengaja pandanganku bertemu dengan cewek di sebelah kak Calvin yang sedang tersenyum ramah, mimikku berubah ceria, entah kenapa setiap melihat orang tersenyum wajahku dengan sendirinya ikut tersenyum. apakah ini termasuk kedalam kategori penyakit langka?.
"aku Aza kak"kataku mengulurkan tangan ke kakak itu.
kakak itu membalas uluran tanganku masih dengan senyuman di bibirnya "aku Nandi"
oh namanya Nandi toh?, cakep, kayak orangnya, tiba-tiba ide muncul di kepalaku, kenapa nggak dia aja yang aku ajak untuk nemenin di mall dan salon? dari pada kak Calvin yang nyebelin.
"kakak besok ikut aku ke mall sama salon ya kak? plis? plis? plis? sekalian biar deket sama camer, ya ya ya ya?"
kak Nandi menatap kak Calvin yang di balas senyuman, dan beralih menatapku yang memohon penuh harap, tanganku menangkup di depan dada, sebelum menjawab aku melihat ia menghela nafas lelah.
"baiklah"
dan senyumanku mengembang sempurna. sepertinya dugaanku benar, kalau kak Nandi sangat ramah, beda sama nenek sihir itu yang nyebellin, songong banget gayanya kalo nggak ada tante Velin dan kak Calvin, maka sifat menyebalkannya akan keluar, dan entah kenapa sifatnya hanya keluar saat di depanku saja? sedangkan di sanak sodara lain nggak seperti itu. well itu nggak penting Naza.
"yaudah kakak, aku pulang dulu ya"pamitku ceria dan berbalik berjalan masih menatap kak Nandi yang tersenyum manis sampai pantatku dengan sempurna mencium lantai.
kepalaku mendongak menatap seseorang yang menabrakku, dan saat itu juga aku merasa duniaku berhenti, mataku kembali memanas, tanpa ada kata maaf yang keluar dari mulutnya dia pergi merangkul kekasihnya -ayahku- mereka...... balikan lagi.
duniaku benar-benar berhenti saat ini, papa? dokter Verdhi? balikan? mereka?
dan tangisku kembali pecah dalam diam, pertanyaan khawatir dari mulut kak Nandi dan kak Calvin sama sekali tak membuat mataku beralih dari punggung papa yang semakin mengecil.
tega. mereka tega. mereka... aku... aku... aku benci mereka berdua... aku fikir papa udah ngelepasin dia untuk aku seorang, aku fikir.... tapi ternyata.... ternyata???? munafik... munafik... MUNAFIKKK!!!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top