my new life
cie cie cie siapa nih yang kena tipu gua???? hahahahaha ampun ya ke jailan gua lagi kambuh..... nggak lama kan update-kan gua seperti yang gua sama loe -lirik-lirik nggak jelas-
>>>>>>>>
kakiku kebas dan engsel persendian rasanya mau copot sedangkan ketiga manusia itu masih bersemangat untuk membelanjakan kartu unlimited-nya, padahal barang-barang di tangan sudah penuh, mau taroh mana lagi coba? masak di kaki?
"kamu kenapa sayang?"tanya tante Velin menatapku yang sudah membrenggut kecapean.
kepalaku menggeleng dan memberi senyuman manis kearah tante Velin, mencoba menjawab aku tidak apa-apa sebagai bentuk awalan bermuka duaku, kalo dulu biasanya aku akan mengeluh mengatakan apa yang aku rasakan, tapi aku ingin mengetes apa aktingku cukup manjur? sepertinya iya melihat tante Velin mengangguk percaya dan heboh memilih dress untuk kukenakan, kak Nandi tersenyum maklum sedangkan nenek sihir itu menatapku sinis, kuangkat daguku tinggi-tinggi menantang si iblis berbisa yang di balas cebikin bibir sinis. huuuu dasar nenek sihir!
"Naza sini sayang, liat ini, kayaknya cocok deh buat kamu"kata tante Velin menunjukan dress yang menurutku agak seksi, langkahku berjalan kearah tante Velin memutar dress itu. Formal kata yang pantas untuk dress ini, buat apa aku pakai dress formal? aku kan nggak pernah datang ke acara perusahaan, apapun itu, yang selalu dating kan Ruby dan kak Alan.
"formal banget tant"
tante Velin terkekeuh mendengar perkataanku yang masih menatap lekat-lekat dress seksi ini, well dresnya sangat cantik, berawarna peach warna kesukaanku.
"besok kan ada acara perusahaan sayang, kamu wajib ikut nggak boleh nggak"kata tante Velin tak terbantahkan.
kepalaku menoleh kearah tante memberenggut manja, tapi kalo di fikir-fikir nggak papalah, dari pada di rumah supek. dan di sana juga pasti ada 'dia'
"ok tante"jawabku ceria dan berjalan ke fitting room.
.
rambut yang sudah di curly dan make up yang tipis di tambah gaun peach ini membuatku terlihat sangat cantik. eh nggak boleh protes, ini usulku sendiri untuk diriku sendiri, orang lain nggak boleh koment, nggak nerima saran dan keritikan akan ucapanku tadi.
sekali lagi kupandangi cermin di depan dan tersenyum manis, kusibakkan gorden merah dan melihat tante Velin yang sedang menungguku, tatapannya menatapku dari atas sampai bawah hatiku jadi deg-degan menunggu komentar apa yang akan di katakan tante Velin.
"perfect"
bibirku semakin tertarik keatas mendengar pujian tante Velin, tuh kan apa aku bilang, aku itu cantik. narsis sedikit buat nyemangatin diri nggak haramkan?.
setelah semua keperluan kami -kak Nandi, iblis berbisa dan tante Velin- tercukupi tak lupa juga alat make up untukku kami baru pulang sekitar jam setengah 6 sore.
gila. baru kali ini berlama-lama di mall dari jam 9 sampe jam setengah 6, pantas aja kakiku rasanya mau copot dari tempatnya, kalau di salon sih aku suka, karena kalo di salon hanya duduk meski 2 jam lebih duduknya sampe pantatku rasanya panas, tapi tak apa, aku sudah beriniat untuk jadi cewek yang sesungguhnya. Ruby. kalah talak.
"hari ini kamu nginap di rumah tante Za?"tawar tante Velin menatapku melalui spion mobil nenek sihir.
aku mengangguk dan tersenyum ceria "iya tante, nanti ajarin aku masak ya?"
tante Velin terkekeuh dan mengangguk anggun, nenek sihir mencibir saat mataku tak sengaja melihat wajahnya dari spion.
"ati-ati aja tante, nanti dapurnya kayak kapal pecah"
kini giliran aku yang mencibik. apa-apaan itu? sudah berani menampilkan wajah aslimu di depan tante Velin ya nenek sihir?
"biasalah Ros, tante waktu belajar masak juga gitu kok, malah kompor yang tante buat masak sampe rusak"kata tante Velin membelaku sembari terkikik geli, kemungkinan dia membayangkan masa lampau di mana tante Velin belajar masak. Rosa mendengus dan mencibir mendengar perkatan tante Velin, tapi sayangnya tante Velin masih tersenyum geli dengan pandangan menerawang. alamat nostalgia deh kalo kayak gini ceritanya.
mataku melirik kak Nandi yang asyik sendiri sama handphonenya, iseng-iseng aku mengintip handphone kak Nandi, dan di sana terpampang pesan antara kak Nandi dan Calvin yang sweet abis.
"ehm ehm ehm"dehemanku menyadarkan kak Nandi dari dunianya sendiri dan aku terkekeuh melihat kak Nandi yang cepat-cepat memasukkan handphonenya ke dalam tas.
"ada apa Za?"tanya tante Velin keheranan.
kepalaku menggeleng masih tersenyum geli "nggak pa-pa kok tante, tadi abis liat orang sms-an, sosweet banget tant, sampe iri aku"
tante Velin menggeleng geli dan kembali menatap lurus kearah jalanan, kak Nandi bergerak gelisah dalam duduknya dan itu malah membuat tawaku makin jadi.
.
.
.
bibirku semakin tertarik keatas melihat peria yang paling tampan di muka bumi ini -menurutku- sedang berjalan kearah tante Velin dan suaminya, pakainya sangat beda dari biasanya, jas hitam dan dasi hitam di padukan dengan ham putih, sangat beda 180 derajat dari biasanya, jika biasanya aku melihatnya mengenakan pakaian dokter kini aku melihatnya mengenakan pakaian kerja kantoran, nggak shok sih melihatnya berpakaian seperti itu soalnya aku pernah denger dia bicara soal perusahaan sama kak Vino waktu aku mau jenguk Tasha di rumah sakit.
langkahku berjalan perlahan kearah peria pujaan hatiku hati-hati, mengingat aku memakai heels 12 centi dan itu memerlukan kehati-hatian tiada tara, aku yang biasanya memakai converse atau flat shoes yang tak menyuruhku berjalan seperti putri keraton kini tiba-tiba harus memakai heels, 12 centi lagi, minta mati aku. nggak deng, kan aku udah ajaran sama tante Velin tadi sepulang sekolah. dan hasilnya.... ya lumayanlah nggak seperti waktu make, baru melangkah sudah jatuh bikin lututku memar-memar dan tentu saja membuat Delvo tertawa ngakak. sepupu kurang ajar memang dia itu.
"dokter Verdhi?"sapaku sok-sokan shok menatapnya tak percaya.
dokter Verdhi menoleh kearahku dan wajahnya benar-benar terlihat sangat shok, ingin sekali aku tertawa terbahak melihat wajahnya yang menggemaskan, tapi aku tahan sebisa mungkin untuk tak menimbulkan kecurigaan di wajahnya. dan salah satu yang membuatku menyetujui untuk ikut ke perusahaaan yang pasti karena dia.
matanya menatapku lama, menatap setiap detial wajahku dan beralih ke dress yang ku kenakan, ekspresinya sama sekali tak bisa ku tebak, entah apa yang kini bersarang di otaknya.
"ehm"deheman keras menyadarkannya dan langsung beralih ke om Nugroho, bibirku tertarik keatas, puas. rencanaku akan berhasil. aku yakin, aku bisa membuatnya melepaskan tulisan gay dari tubuhnya. aku sangat yakin itu.
entah apa yang ia katakan sama om dan tanteku sebelum pergi dan berjalan kearah makanan, kakiku siap melangkah mengejar dokter Verdhi, tapi sayang tangan tante Velin menggagalkan rencanaku, wajahku membrenggut manja dan itu membuat om Nugroho tertekekeuh geli.
"jangan di introgasi dulu sayang, biarin ponakan kita tercinta mengejar pangeran hitamnya"kata om Nugroho menatapku geli.
"kok pangeran hitam om? pangeran putih dong"protesku yang membuat om Nugroho semakin tertawa.
"dia pakai jas hitam bukan putih, jadi ya pangeran hitam"
dan aku mendengus mendengar perkataan ajaib om Nugroho, tanpa mau menanggapi perkataan om Nugroho langkahku mendekat ke dokter Verdhi yang sedang mengambil beberapa kue.
kutepuk lengan dokter Verdhi membuat sang empu menoleh kearahku sekilas dan kembali mengambil kue. emangnya kue lebih menarik dari pada aku ya dokter??? ingin sekali meneriaki kata itu, tapi aku tahan demi kelancaran rencanaku.
"apa kamu dan papa balikan lagi dokter?"tanyaku santai dan mengambil kue di letakkan ke piring kecil di genggamanku.
kepalanya mengangguk dan membuatku menusuk kue dengan tajam, emosi, yah itulah yang aku rasakan sekarang. santai Naza santai, tarik nafas.... buang..... tarik lagi...... tahaaan...... buang.
"selamat kalo gitu"kataku mencoba terdengar sesantai mungkin.
kepalanya menengok kearahku, menatapku tak percaya, kepalaku ikut menoleh kearahnya dan tersenyum manis yang membuat kerutan di keningnya muncul, sepertinya ia tau kalau aku takkan mudah melepaskannya.
"tapi dokter masih ingatkan apa yang kukatakan kemaren? kalau aku nggak akan pernah ngelepasin kamu?. never"
rahangnya mengeras, matanya menyalang marah, bibirnya terbuka ingin mengatakan sesuatu.
"kamu yang menawarkan untuk jadi kekasihku dokter"kataku santai memotong entah apa yang ingin ia katakan dan menatap kue di piringku, memasukkan kedalam mulut dengan anggun "dan karena penawaran itulah kamu tidak akan pernah bisa lepas dariku"sambung menatapnya dengan senyuman manis, tapi tidak dengannya yang menatapku murka "kecuali aku sendiri yang akan melepasmu. adil kan?"tanyaku dan berlalu begitu saja dari hadapannya setelah memberi kecupan singkat di pipinya.
mataku melirik tubuh dokter Verdhi yang nggak bergerak dari tempatnya, matanya menatap tubuhku yang berjalan menjauhinya.
the game will soon begin
"apa yang sedang kamu rancanakan"
hampir saja piring yang sedang aku genggam jatuh kelantai jika aku tak sigap menangkapnya kembali, meski semua kue yang ada di piring jatuh mengenaskan.
kepalaku menoleh kearah kak Calvin yang menatapku datar tanpa ada rasa bersalah sama sekali di wajahnya. sial!!
"maksud kakak?"tanyaku pura-pura nggak tau apa yang dia maksud.
dia menghela nafas panjang "kamu jelas tau apa maksudku dek, jangan pura-pura bodoh deh"
kali ini aku yang menghela nafas dalam dan menatap kak Calvin tepat di manik matanya, mencari kesungguhan di matanya, aku kembali menghela nafas dan berjalan semakin mendekat kearah jendela, menatap bintang-bintang bertaburan di langit, derap langkah kaki mendekat kearahku terdengar di telingaku meski suasana di sini sangat bising dan berhenti tepat di sebelahku.
aku kembali menghela nafas lelah dan berujar tanpa menatapnya "aku hanya memastikan sesuatu"
"sesuatu?"
kepalaku mengangguk tanpa menatapnya, mataku masih asyik melihat taburan bintang di langit yang gelap "apa yang aku rasain ini cinta atau hanya sebuah... obsesi semata"
tak ada sahutan apapun atas perkataanku tadi, aku malah merasa di perhatikan sangat intens dari samping.
kepalaku menoleh kearah kak Calvin menatap kak Calvin yang sedang menatapku tanpa aku tau arti tatapan itu, senyuman manis tersungging di bibirku mencoba memecahkan keheningan dan kecanggungan yang melanda.
"im ok, kamu nggak perlu menatapku seperti itu big bro"kataku meninju lengannya pelan yang sama sekali tak dapat respon "aku serius kak, aku baik-baik aja, aku janji, aku nggak bakal buat cerita seperti mama, kamu tau siapa aku kan? aku paling nggak suka sama yang menye-menye, menurutku itu menjijikan"
di tertawa sinis mendengar perkataanku. "menjijikan hah? siapa yang kemaren nangis kejer tanpa mau berhenti? menjijikan euwh"
bibirku mengerucut dan mencubit perutnya, dia tertawa renyah aku ikut tertawa dan masuk kedalam pelukannya, menyenderkan kepalaku di lengannya.
dokter Verdhi masih di sini tidak ya? dengan ragu aku menoleh kebelakang hanya untuk memastikan apa dokter Verdhi masih di sini atau sudah pulang, dan tanpa sengaja mataku menatap tepat di manik matanya yang juga sedang menatapku, dan lagi-lagi aku nggak tau apa arti tatapannya.
"Naza liat deh dek, ada bintang jatuh, ayo make awish"kata kak Calvin membuat kepalaku dengan segera menatap langit, dan betul saja ada bintang jatuh.
mataku terpejam merapalkan beberapa kata sebagai do'aku, untung-untung di kabulin, kalu tidak ya... nggak masalah, emang bukan takdirku untuk itu mungkin.
aku ingin bersama dokter Verdhi sebagai kekasih yang saling mencintai dan saling melengkapi. amin
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top