beraksi || 2
drrrttt drrrrttt drrrttt
getaran di atas meja rias menghentikan aksi Naza sedang menguncir rambutnya dan beralih meraih benda mungil membiarkan rambutnya tergerai, tanpa kembali menyisir rambutnya dia langsung berdiri dari duduknya, meraih tas rancel yang tergeletak di atas meja belajar dan keluar dari kamarnya berjalan menuruni anak tangga tergesa-gesa.
"mama, papa, abang, adek, aku pergi dulu ya. assalamu'alaikum"teriak Naza membahana dan berlari keluar rumah.
orang-orang yang tadi mendengar teriakan Naza hanya terbengong dan menatap jam di dinding yang baru menunjukan angka 6 lewat sedikit, dengan kompak mereka ber empat menggeleng dan kembali melanjutkan sarapan paginya.
.
Naza berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit tak memperdulikan para suster yang menatapnya heran dan bingung, yang ada di otaknya saat ini bertemu dengan Chealse, meski jam di pergelengan tangan kananya masih menunjukan angka 7 : 30 tapi dia sudah tak bisa menahan rasa penasarannya lebih lama, apalagi dengan perkataan dokter Bayu kemaren.
"hosh hosh hosh"
Naza masih sibuk mengatur nafasnya yang tersenggol-senggol dan menatap suster Mila -suster yang merawat Chealse- dengan tatapan 'dimana peria yang menjenguk kak Chealse?' seolah tau arti tatapan Naza suster Mila menunjuk pintu kamar rawat Chealse yang tertutup sempurna.
Naza berjalan mendekat dan mencoba membuka pintu kamar rawat Chelsea, tapi sayang pintunya terkunci, Naza beralih kembali menatap suster Mila.
"di kunci dari dalam, kita semua nggak ada yang punya serep kamar Chealse"kata suster Mila menjawab tatapan Naza.
Nafas yang masih belum normal tak menghilangkan cara kerja otaknya, dan pertanyaan demi pertanyaan kembali hadir di otak Naza. semua yang bersangkut pautan sama Chealse terasa sangat mengganjal di otaknya.
tak ada cara lain untuk mengetaui apa yang mereka bicarakan, Naza mendekatkan telinganya di daun pintu menajamkan indra pendengarannya, tapi dia sama sekali nggak bisa mendengar apapun, ruangan itu seolah kedap suara.
"percuma Naza. ruangannya kedap suara"
dan semuanya semakin nampak ganjal di fikirannya. emangnya mereka membicarakan apa? dan siapa yang memberi kedap suara? memangnya di perbolehin sama yang punya? dan apa untungnya? semua pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuat Naza gemas dan penasaran.
"siapa yang menangani kak Chealse kak?"
"aku sendiri Za"
kening Naza semakin bertautan mendengar perkataan suster Mila "dokter?"
suter Mila menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Naza "nggak ada, ini semua atas perintah yang punya rumah sakit"
Naza mendesah pasrah dan menggelengkan kepalanya. ini semua semakin terdengar mengganjal. apa hubungannya yang punya rumah sakit sama Chealse? setaunya rumah sakit ini bukan milik Chealse, Chealse bukan orang berada sepertinya, dia hanya hidup pas-pasan bukan bergelimangan harta seperti dirinya.
dengan kasar ia meraup wajahnya dan menyenderkan tubuhnya di pintu kamar inap Chealse, fikirannya terasa sangat penuh, di lain sisi ia ingin bersikap acuh dan hanya terfokus untuk mengejar dokter Verdhi, tapi di sisi lain dia tidak bisa, walau bagaimanapun Chelsea adalah sahabat yang selalu ada buatnya, yang selalu membantu apapun masalahnya, mau kecil atau besar, dia tidak mungkin membalas air susu yang di kasih Chelsea dengan air got.
kreeeekkkkk
brrrrruuuuukkkk
"AWWWW"
tepat setelah pintu terbuka lebar Naza terjatuh mengenaskan, kepalanya sedikit membentur lantai rumah sakit yang mampu menghantarkan beberapa bintang berputar-putar di atas kepalanya.
semua orang yang ada di sana di buat shok, dan yang lebih shok suster Mila dan Chealse, suster Mila buru-buru menolong Naza.
"sh*t, pinter banget yang buka pintu"maki Naza berdiri dari posisinya tidur di lantai di bantu suster Mila. kepala Naza menoleh kearah peria di samping pintu ada pria yang menatap Naza datar, pakaiannya berantakan, rambutnya acak-acakan, dan Naza bisa mencium aroma aneh dari tubuh peria itu. aroma yang nggak pernah masuk kedalam hidungnya selama ini. "mas-nya kalo buka pintu jangan lebar-lebar. nggak tau rasanya kejeduk lantai gimana ya??"
peria itu menatap Naza datar, matanya beralih menatap suster Mila yang menunduk.
"kamu siapa? kenapa bisa ada di depan kamar Chealse?"tanya peria itu tak menanggapi perkataan sinis Naza.
"penting banget buat situ? seharusnya saya yang tanya, anda siapa? kenapa anda bisa di sini? setau saya anda bukan keluarga pasien"tanya Naza sinis menatap peria itu memincing. Chealse terdiam mendengar pertanyaan Naza yang menjurus ke complex hidupnya.
"anda bukan anggota polisi, TNI apalagi SWAT, jadi saya tidak perlu memberitahu siapa saya. permisi"kata peria itu tak kalah sinisnya dan pergi meninggalkan Naza yang menatapnya bengis dan beberapa detik setelahnya Naza menoleh kearah Chealse yang masih di atas kasur, keningnya kembali mengkerut melihat kasur Chealse yang beda dari kasur-kasur penghuni lainnya, dan yang lebih membuatnya bingung kasur itu sama berantakan sama dengan pakaian Chelsea, fikiran buruk tiba-tiba masuk kedalam otak Naza yang segera di tepis.
"are you ok?"tanya Naza berubah lembut dan berjalan kearah Chealse. Chelsea terdiam tidak tau harus menjawab pertanyaan Naza apa, kalo di tanya baik, secara fisik ia baik, kalo di tanya mental, mungkin lebih baik dari kemaren.
"yah"jawabnya lirih menatap Naza yang memungut selimut di lantai dan di tata rapi di atas kasur.
"rumah sakit ini punya kakak?"tanya Naza duduk di pinggir kasur tak memperdulikan suster Mila yang meletakkan makanan dan minuman di atas nakas.
kepala Chealse menggeleng "nggaklah Za, yang bener aja, BTW kemaren aku liat kamu makan di kantin sama salah satu dokter di sini kan?"tanya Chealse mengubah topik yang di sambut hangat oleh Naza, melupakan niatannya yang ingin mengintrogasi.
"iya, tapi kemaren juga aku harus maksa dan merengek-merengek dulu baru dia berhenti bicara sama dokter Bayu"curhat Naza menghela nafas sebal.
Chealse mendesah lega, untungnya Naza bisa dengan mudah ia bohongi, bukan maksudnya nggak ingin cerita apa yang terjadi dalam hidupnya selama ini sama Naza, tapi dia belum siap, karena apa yang menimpanya akhir-akhir ini sangat memalukan.
"kamu cinta sam dia Za?"tanya Chelsea berusaha untuk tertarik dengan topik yang ia bawakan sendiri, sejujurnya ia mual membawa topik 'laki-laki' dalam pembicaraan, tapi mau gimana lagi? nggak ada pilihan.
kepala Naza mengangguk antusias "iya kak, do'ain yah semoga langgeng hihihi"kata Naza dengan kikikan genit yang khas. Chealse menggeleng melihat Naza yang agresif. matanya melirik kearah luar kamar dan melihat dokter yang sedang mereka bicarakan berjalan melewati kamarnya dan kembali menatap Naza.
"itu cowok kamu kan Za?"tanya Chealse melirik jendela kamarnya yang di ikuti Naza.
"ah dia udah datang. aku pergi dulu ya kak. bye sampe ketemu nanti. muah muah muah"katanya dan berlalu dari hadapan Chealse mengejar dokter Verdhi yang masih terus berjalan.
Chealse menggeleng geli melihat kelakuan agresif sahabatnya. wajahnya yang tadi tersenyum kini berubah menjadi sendu, di tariknya selimut hijau bergampar pohon sampai atas kepala, tak lama air matanya kembali jatuh, dadanya sesak bukan main mengingat kelakuan peria bejat tadi.
.
"Dokter tungguuuuuu"teriak Naza sembari berlari kecil mengejar langkah Verdhi yang lumayan jauh dari jaraknya dan menggeleyut manja di lengan Verdhi membuat Verdhi tersentak dan menjatuhkan handphonenya ke lantai, matanya melirik Naza sinis yang di anggap angin lalu sama Naza, dengan santai ia mengambil handphone Verdhi dan melihat sms yang belum di keluarkan.
dadanya sesak melihat sms kekasih hatinya dengan papanya yang begitu mesra, nggak, dia nggak boleh patah hati untuk sekarang, bukan saatnya. dengan senyuman manis yang tersungging di bibir Naza ia mengembalikan benda itu ke Verdhi.
kening Verdhi mengerut melihat senyuman Naza yang terlihat manis bukan seperti senyuman yang di paksakan, tangannya terulur untuk mengambil alih handphonenya dari tangan Naza tanpa ada niatan memutuskan kontak di antara mereka. dia yakin sekali kalo Tadi Naza melihat sms-nya dengan papa Naza, tapi kenapa Naza terlihat biasa saja? sepandai apa cewek ini akting?.
"sweet banget sih dok sms-nya, aku mau dong di perhatiin kayak gitu, jangan cuman papa aja, aku juga wajib ok??"
Verdhi semakin kebingungan melihat Naza, terdengar dari nada Naza tadi sama sekali nggak ada seraknya, dan kata-katanya tadi membuat ia semakin nyakin kalo Naza ini pintar ber-akting, entah Naza-nya yang pintar ber-akting apa dianya yang nggak bisa membedakan? entahlah.
melihat Verdhi yang terus menatapnya intens membuat kejailan Naza kambuh "udah mulai naksir ya dok? cie dokter Verdhi, cie cie cie"goda Naza mencubit pipi Verdhi lumayan keras yang membuat Verdhi merintih kesakitan, matanya mendelik sebal kearah Naza yang tak berpangaruh.
"duh makin ganteng dokter ku ini. uuuuuuuuuu makin cinta deh"kata Naza genit dan mengerlingkan sebelah matanya yang di sambut tawa tertahan oleh beberapa suster di sana.
Verdhi semakin berang mendengar gombalan Naza, dengan sebal ia menutup mata Naza dan menyeretnya kearah ruangan, harga dirinya yang selama ini di atas angin sekarang jatuh tak bersisa karena ulah Naza.
suster-suster yang ada di sana semakin terkikik geli. pasangan yang aneh tapi romantis menurut mereka.
"aduh dokter gelap mataku, kalo mau yayang-yayangan jangan gini, aku tau kalo dokter itu kangen sama aku, tapi nggak kayak gini dong"kata Naza menahan kikikan gelinya.
sontak Verdhi berhenti berjalan dan menjauhkan tangannya dari mata Naza, matanya melirik Naza sinis "siapa yang kangen?"Tanya Verdhi geram.
Naza terkikik sebelum menjawab "dokter"jawabnya PD dan mengerjap-ngerjapkan matanya lucu. untuk sesaat Verdhi terpana melihat mimik Naza yang terlihat polos menggemaskan. kepalanya menggeleng mencoba mengenyahkan fikiran aneh itu dari otaknya.
'c'mon Ver, ini Naza, Naza, cewek gila yang selalu ngejar-ngejar loe, nggak usah ikut-ikutan Gila kayak pasien loe'gerutu Verdhi dalam hati dan melenggang pergi.
Naza terkikik melihat Verdhi yang berjalan cepat menjauhinya, jangan panggil Naza kalau dia nggak menyusul.
dengan cepat Naza kembali melingkarkan tangannya di lengan Verdhi manja masih dengan senyuman yang melekat di bibir Naza "kalo dokter nggak kangen biar Nana aja yang kangen ya"kata Naza merubah panggilan namanya sendiri, panggilan yang terdengar manis tapi serat akan kemanjaan.
mendengar perkataan genit Naza Verdhi segera menyentakkan tangan Naza dari lengannya, tapi sayang Naza kembali bergelanyut manja.
"apa sih Za? malu di liat banyak orang tau"sentak Verdhi menyentakkan kembali tangan Naza dari lenganya, tapi seperti yang sudah-sudah Naza kembali melingkarkan tangannya di lengan Verdhi semakin kuat.
"jadi maunya cuman berdua? nggak boleh tau dokter kalo berdua aja, nanti yang ketiga setan"
Verdhi mendengus mendengar perkataan Naza. dia nyerah, nyerah melihat Naza yang lebih agresif dari kemaren.
Naza menoleh menatap Verdhi yang pasrah menerima perbuatannya "dokter"panggil Naza, Verdhi hanya berdehem menjawab panggilan Naza "i love you"sambung Naza dan mencium Verdhi tepat di bibir, aku ulangi lagi tepat di bibir dan berlari cepat meninggalkan Verdhi yang berdiri kaku, Naza berteriak histeris setelah melakukan itu, dia sekarang nggak ada bedanya sama penghuni di rumah sakit ini, para suster yang melihat sifat ke agresifan Naza terbengong, ada juga yang terkiki dan ada juga yang shok.
"NAZAAAAA NGGAK BAIK"teriak Verdhi menatap punggung Naza yang terus berlari dengan kikikannya, wajahnya memanas bukan main dan langsung masuk kedalam ruangannya, sekarang dia tau kenapa Naza berani menciumnya, karena dia sudah sampe di depan ruangannya, bisa di katakan kecupan tadi sebagai tanda perpisahan.
.
.
.
bel sekolah telah berbunyi membuat Naza dengan semangat menutup bukunya dan memasukkan kedalam tas, Niken dan Tasha yang sedari tadi bingung dengan wajah Naza yang berseri-seri seakan mendapatkan kupon berisi uang satu milyar kini semakin bingung.
"loe kenapa sih Za? gua heran, tadi waktu loe di hukum loe langsung nurut aja tanpa bantahan nggak seperti biasanya, dan juga waktu bu Eni nyuruh loe buat ke Lab loe juga nurut, yang lebih bikin gua bingung, loe ngelakuin itu dengan wajah bahagia. loe nggak gila kan?"tanya Niken hati-hati.
Naza melirik Niken masih dengan senyuman manis di bibirnya, dan karena ulah Naza ini semakin membuat Niken nyakin kalo Naza kerasukan Jin tomang, sejak kapan Naza senang mendengar orang mengatai ia gila? setaunya Naza itu paling sensitive kalo ada orang yang mengatai dia gila, nah ini???? begitu juga Tasha yang natap Naza ngeri bukan main.
"gua duluan ya. bye muah muah muah"
dan sejak kapan juga Naza genit seperti itu? kedua orang tadi bergidik ngeri, mereka saling pandang dengan pandangan 'kita harus manggil mbah dukun secepatnya' dan keduanya mengangguk bersamaan.
hati Naza berdebar-debar penuh dengan rasa bahagia, senyuman manis tersungging di bibirnya sejak tadi, sejak ia berhasil mencium bibir Verdhi, ah salah, bukan ciuman tapi kecupan, tapi itu sudah berhasil membuat Naza kayak orang gila kesetanan hari ini.
.
dengan cepat Naza berjalan kearah ruangan Verdhi dan menyapa para suster yang natap dia geli, kemungkinan topik 'Naza cium dokter' sudah tersebar luas di rumah sakit, tapi dia sama sekali nggak merasa malu atas perbuatannya. bodo amat sama orang.
senyum yang tadi sudah berkembang kini semakin berkembang melihat Verdhi yang sedang berbicara dengan suster entah siapa -Naza lupa namanya- Naza mempercepat jalannya kearah dua orang beda gender itu.
"dooor"pekik Naza menepuk pundak dokter Verdhi, Kontan dokter Verdhi langsung menjatuhkan handphonenya yang sejak tadi di genggam, kepalanya menoleh kebelakang menatap Naza geram.
"apaansih kamu Za? bikin orang jantungan aja"kata Verdhi geram menatap Naza sinis.
bukannya takut Naza malah cekikikan dan memungut handphone Verdhi dan meletakkan di saku jas seragam dokter yang di pakai Verdhi.
"kalo jantungan tinggal transplansi aja, mudahkan?"kata Naza dengan senyuman manis dan menggelayut manja di lengan Verdhi.
suster Siska yang melihat kedua orang di hadapannya hanya bisa menahan senyum.
Verdhi menghela nafas sebal dan kembali beralih menatap suster Siska "kita sambung besok saja ya sus, di sini ada pengganggu"kata Verdhi melirik Naza saat bibirnya mengucapkan kata pengganggu.
suster Siska mengangguk "iya dok, Nazanya pasti kangen, iya kan Za?"goda suster Siska menggerling genit kearah Naza.
Naza terkekeuh mendengar perkataan suster Siska sedangkan Verdhi menghela nafas sebal "mulai besok nggak usah kesini, kalau kamu nekat ke sini juga aku kan bilang sama satpam"kata Verdhi sinis berjalan dari hadapan suster Siska.
Naza memandang Verdhi nggak suka "nggak mau pokoknya besok aku tetep kesini sekalian bawain kamu sarapan, kamu nggak pernah sarapan pagi kan?"
"terserah, yang jelas aku akan nyuruh satpam buat ngusir kamu"
Naza mendengus mendengar perkatan dokter Verdhi, tapi tak lama bibirnya tertarik keatas tersenyum misterius. 'kita liat besok dokter, siapa yang menang' gumam Naza dalam hati.
>>>>>>>>>>>>>>>>>
akhirnya aku update yeay!! siapa yang suka???? ini udah panjang loh ya, dan aku mau tanya nih guys.......
kalian lebih suka cerita Naza ini di panjangin di pendekin???? kalo di panjangin aku akan lebih buat yang rinci, tapi kalo di pendekin, besok udah tamat. wkwkwkwkwkwk nggak bercanda. kalo di pendekin mungkin nggak nyampe 17, mau pilih yang mana hayooo??? jawab!! ini wajib di jawab!!!
22 - 07 - 2015
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top