Bagian Kedua

Pandu

Hari sabtu, selalu jadi hari istimewa bagi seorang bapak rumah tangga seperti ku, apalagi jika melihat Chintya masih dirundung lelah dengan aktivitasnya dan Naya yang letih bermain seharian di sekolahnya. Dua Tuan puteri di rumah ini masih terlelap di lengan tanganku kiri dan kanan. Aku bagaikan seorang raja dengan dua Anugerah cantik pagi ini. Kulihat jam dinding persis di depan tempat tidurku, waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi. Di hari-hari biasanya aku tak pernah bangun sesiang ini. Aku pasti bangun pagi sekali menyiapkan segalanya untuk Chintya dan Naya.

Kutatap wajah lelah Chintya, ada rasa bersalah seketika hinggap didiriku. Apa yang kulakukan sebuah kesalahan membiarkannya bekerja di luar sana. Walaupun aku tahu bahwa apa yang Chintya lakukan ada impiannya sejak dulu. Aku ingat betul amanah Ayah mertuaku, yang tidak lain Ayah dari Chintya. Aku telah berjanji meletakan kebahagiaan Chintya diatas kebahagiaanku. Atas dasar itulah pilihan yang aku jalani sekarang.

Ditengah imajinasiku menatap wajah polos Chintya yang sempurna, tiba-tiba ada sedikit pergerakan dari Chintya. Mata indahnya mulai terbuka menyambut pagi.

"Pagi sayang," Ucap Chintya dengan masih mengumpulkan kesadarannya

Ku sambut sapaan hangat tersebut dengan senyum.

"Pagi sayang," lalu kubalas dengan sapaan yang sama hangatnya

Telapak tangan ku mengelus kepalanya, seperti seekor kucing lucu yang nyaman dengan elusan, Chintya mengatur kepalanya lebih dekat agar memudahkan ku mengelus rambutnya. Aku tahu Chintya senang sekali diperlakukan seperti ini.

"Kamu pasti capek banget yah," Ujar ku seketika

"Enggak lah, kan ada kamuuuu," Chintya membalas dengan sedikit menggoda

Aku menikmati godaan itu. Wajahnya jadi dua kali lipat lebih manis daripada sebelumnya. Bagi ku kecantikan pagi hari Chintya adalah segalanya. Tanpa baluran make up, wajah polos sempurna yang membuatku bahagia memilikinya dalam kehidupan pernikahanku.

Belum selesai godaan pertama, Chintya sudah melancarkan jurus maut berikutnya.

"Kamu ga mau nyium aku?" Ujar Chintya sambil memonyongkan bibirnya.

"Apaan sih, idih, ada Naya tahu di sebelah," Ujarku agak jual mahal, padahal dalam batinku tak mungkin menolak sosok yang sekarang tengah berpose sangat imut ini.

"Kok gitu, Ayolah, Kencupan pagi aja kok, Mumu...mumu," Chintya mengulangi pose mencucu-nya

Aku menyerah. Dengan cekatan aku dekatkan wajahku. Kami berciuman lekat di pagi hari. Bukan ciuman penuh hasrat. Lebih kepada sebuah ciuman penuh kecintaan kepada seorang pendamping hidup yang membuat kita bahagia.

"Thank you, Mr House Husband," Ujar Chintya setelah ciuman kami selesai.

Begitulah Chintya memanggilku. Dan aku tak pernah sekali pun keberatan dengan panggilan itu. Panggilan yang menurutku justru jadi tolak ukur pertukaran peran yang kami jalani.

"Sama-sama, Tuan Putri," Ujarku

Tak lama dari kemesraan kami, ada pergerakan lain dari sebelahku, Naya sudah siap menyambut paginya. Aku lalu menarik tanganku dari kepala Chintya dan meletakan kepala Naya tepat di atas kasur, tidak lagi bertumpu di tangan ku. Aku lalu bangun dari tidurku dan menatap Naya.

"Sayang, tuan putri kecil dah bangun rupanya," Ujar ku menatap putri kecilku.

"Iya anak bunda dah bangun," Chintya melanjutkan

Naya sedikit menggeliat, tangannya terangkat keatas lalu perlahan ia buka matanya dan menatap ke arahku dan Chintya.

"Pagi sayang," Ujar Chintya

Naya tersenyum malu-malu menanggapi sapaan ibundanya.

"Bobonya nyenyak yah, mimpinya indah yah Naya," ujar ku mengelus rambut Naya.

Naya menikmati elusan dikepalanya, tidak berapa lama, ia bergerak mendekati ibundanya, Chintya. Ia lalu menjatuhkan kepalanya di dada Chintya, sedikit bermanja. Seperti sebuah kerinduaan yang ia luapkan karena dihari biasa ia lebih sering bersamaku dibandingkan Chintya.

Menatap pemandangan seperti itu membuatku luluh. Sebuah pemandangan rasa sayang antara Anak perempuan yang menikmati terjatuh di pelukan ibundanya. Seolah tak ingin menggangu kemesraan Chintya dan Naya. Aku pun bersiap menjalani tugasku sebagai bapak rumah tangga. Menyiapkan sarapan bagi kedua bidadari di rumah ini.

Belum sempat aku bergerak jauh dari tempat tidur. Tiba-tiba ada telapak tangan yang menggengam lenganku.

"Sayang," Ujar Chintya menjeda kepergianku

Aku tak menjawab, hanya menoleh kearahnya.

"Kali ini biar aku aja yah, kamu kan dah capek semingguan ini dirumah, biar aku yang masak sarapan yah," Ujar Chintya menawarkan pertukaran peran sejenak

"Hore bunda masak," Ujar Naya yang telah pulih kesadarannya

"Iya bunda yang masak, buat Naya sama Ayah ya," Ujar Chintya

"Asik pasti enak makanannya," Ujar Naya lagi

"loh berarti selama ini masakan ayah ga enak yah?" Aku mengkonfirmasi ujaran Naya

"Enakan masakan Bunda ya Naya," Chintya memanasi suasana perdebatan antaraku dan anak perempuanku.

"Enak kok yah, Tapiiii," Ujar Naya berpendapat dengan Jeda.

"Tapi apa?" Tanyaku penasaran.

"Masakan Bunda lebih enaaaaak," Ujar Naya kemudian menggodaku

"kamu ini yah," Ujarku pura-pura kesal yang kemudian menyerang Naya dengan klitikan dipagi hari. Disambut dengan tawa terbahak-bahak Naya karena rasa geli.

Chintya

Melihat Pandu dan Naya bermain dan tertawa bersama diatas tempat tidur kami dipagi hari membuat rasa lelahku setelah semingguan ini bekerja hilang begitu saja. Aku bahagia memiliki kedua lentera yang selalu memberikan semangat pada rumah sekaligus kehidupan didalamnya.

Tak menunggu lama setelah rasanya semangatku pulih seketika, aku pun bangun dari tempat tidur dan membiarkan Pandu melanjutkan permainannya bersama Naya.

Aku bergerak keluar kamar menuju dapur menepati janjiku pagi ini atas pertukaran peran yang baru saja kusepakati dengan Pandu. Pertukaran peran yang bagi Sebagian orang sebuah kenormalan. Dimana seharusnya wanita seperti ku dengan kodratnya berada di dapur. Namun tidak di rumah ini. Aku beruntung pandu bukan tipe suami yang menempatkan dirinya lebih tinggi daripada peranku sebagai Istri. Kamu bukan siapa yang lebih berkuasa. Kami selayakmya rekan di rumah ini. Sejajar menjadi pilar-pilar yang menguatkan pondasi pernikahan kami.

Itulah yang membuatku kuat menjalani pertukaran peran selama ini. Sesampainya di dapur, baru kusadari Pandu, suamiku sangat terampil menata rumah ini. Dapurnya cukup bersih bagi seorang Pria yang seharin menjaga rumah ini.

Tanpa canggung aku mulai melakukan tugasku pagi ini. Aku bangga masih bisa melakukan perkerjaan ku di dapur. Pagi ini akan kusiapkan sajian istimewa bagi kedua orang yang kucintai di rumah ini.

.............................

Kurang lebih empat puluh lima menit Pandu keluar dari kamar sambil menggendong Naya.

"Sayang, Ada telpon dari Aldo," Ujar Pandu datang membawakan telpon genggamku.

"Angkat aja sayang, bilang kek aku lagi masak," Ucapku memberikan wewenang

"Enggak ah, siapa tahu penting, dan mau langsung kamu yang mengangkatnya," Ujar Pandu kemudian

"Ah kamu kaya ga kenal sama Aldo aja," Ujarku tersenyum melihat tingkah Pandu. Begitulah suamiku, ia tidak ingin menggangu segala hal tentang aku dan perusahaan yang aku jalani. Aldo adalah salah satu orang kepercayaanku. Ia yang membantuku mengelola perusahaan selama ini. Ia juga yang menguatkan keputusanku untuk mencari seorang Direktur baru di perusahaan. Agar peranku jauh lebih mudah, sehingga aku jadi memiliki banyak waktu bersama Pandu dan Naya kembali.

Aku sudah mengenal Aldo sejak masa kuliah. Jauh sebelum aku mengenal Pandu. Kami mungkin satu-satunya di dunia ini yang bisa bersahabatan lama antar lawan jenis tanpa terlibat perasaan. Pandu mengerti benar persahabatan ku dengan Aldo. Pandu sendiri bahkan yang meminta Aldo untuk membantuku mengelola perusahaan. Ia percaya benar dengan Aldo.

"Halo," aku mengangkat telponku dan menekan tombol loud speaker agar Pandu dapat mendengar percakapan kami

"Halo Chintya, maaf ganggu pagi-pagi sekali, kamu ga lupa kan siang nanti datang ke reuni kampus kita?" Ujar Aldo mengingatkan jadwal hari ini

"Oiya, hampir aja aku lupa, siap-siap, nanti aku datang sama Pandu dan Naya," Ujarku teringat bahwa hari ini aku diundang pada acara reuni kampus tempat aku bersekolah dulu sekaligus menjadi pembicara alumni yang sukses membangun perusahaan fashion digital.

"Iya,iya ajak Pandu sekalian yah, sudah lama ga ketemu dan ngobrol,"

"Ini Pandu di sebelahku, ayo mau ngobrolin apa kalian?" Ujarku "Ini aku loud speaker kok," Lanjutku

"Ah mau tahu aja sih, urusan laki-laki," Ujar Aldo yang kemudian di sambut tawa terbahak-bahak

"Ngobrol-ngobrol aja do, jangan sungkan, toh aku ada dirumah seharian," Ujar Pandu menimpali

"Iya, Ndu kamu dirumah, lah aku disekap bosku sih, dipaksa kerja Rodi, gmana ada waktu ngobrol," Ujar Aldo sedikit menyindir ku yang lalu dilanjutkan tawa Pandu dan Aldo.

"Ih apaan sih kalian, ghibahin orang di dekat orangnya dah kaya ibu-ibu komplek ih," aku sedikit kesal.

"Ya udah deh ya, Ndu, bos gw dah marah-marah tuh, oiya bilangin bu bos juga jangan telat yah nanti," Ujar Aldo masih meledek ku

Pandu hanya tertawa melihat tingkahku dan Aldo pagi ini

"Iya,iya, ya udah yah, Bye bye," Ujar ku mengakhir telpon dan menutupnya secara sepihak.

Aku menatap pandu yang masih tersenyum-senyum puas melihatku di perlakukan sedemikian oleh Aldo.

"Tuh kan kamu malah ketawa, belain kek istrinya di bully pagi-pagi," Ujarku sedikit merajuk.

"Iyah-iyah, ga apa-apa kali, Kan Aldo becanda, Udah-udah dilanjut masaknnya, nanti telat loh datang ke acara siang ini," Ucap Pandu mendinginkan emosiku

Aku pun menatap pandu lebih lekat dari sebelumnya.

"Oiya, maaf aku lupa minta Izin, kamu mau kan nemenin aku datang ke acara reunian kampusku? Pintaku

"Ah kaya apa aja sih, Ga perlu minta izin segala kali, toh kapan lagi liat istri hebatku jadi pembicara di seminar alumni kampus," Jawab Pandu "Iya aku temanin, aku temanin kamu seumur hidupku menjelajah dunia kemanapun itu," Pandu mulai menggombaliku

"Ih Ayah jijik," Ujar Naya kecil melihat tingkah laku Ayahnya.

"iyah Ayah gombal banget yah nak," Ujar ku sambil tangan mencubit pinggangnya.

"Sakit bunda," Ujar pandu seketika

"Maaf-maaf," ujar ku menyesali cubitan itu "By the way terimakasih yah dah mau nemenin aku hari ini. Love you," ujarku

"Love You too," balas pandu kemudian.

...

Hai kawan-kawan om yang semoga diberkahi kesehatan dan rezeki di awal tahun. Setelah ratusan purnama Kisah Pandu dan Chintya bakal berlanjut yah. Mudah-mudahan tiap minggu Up. Ditunggu yah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top