Prolog

Note: Cerita ini merupakan spin off Chocodate. Jadi kalau udah baca Chocodate, kalian tahu Top Indrawan. Selain hadir di Chocodate, Top juga hadir di cerita Shitty Sometimes yang masih bisa dibaca. (Soalnya Chocodate cuma ada versi buku aja) hehe Tapi cara bacanya Chocodate dulu, Shitty Sometimes, baru Thank you ini ehehe biar nggak bingung :3

Enjoy~~~

Ada lucunya nggak? Ada dong ehehe

-----

Divisi legal perusahaan Sun Telekomunikasi sedang sibuk-sibuknya mengurus beberapa berkas untuk menanggapi tuntutan yang dilayangkan kepada mereka. Seisi ruangan memiliki tugas penting supaya tuntutan tidak menimbulkan dampak yang cukup besar untuk perusahaan.

Tiba-tiba kesibukan divisi legal menjadi perhatian direktur perusahaan yang setiap sebulan sekali memantau kinerja seluruh pegawai. Bukan terobosan baru, direktur yang baru beberapa tahun menggantikan direktur lama hanya mengikuti rutinitas dari direktur lama. Jadi, direktur baru tinggal mengikuti.

"Selamat siang, Pak Top."

Sapaan paling lantang mengudara, berhasil membuat pegawai yang lain menoleh dan menghentikan kegiatan mereka dalam sekejap. Pegawai lain pun ikut menyapa, yang mana segera ditanggapi dengan jawaban yang sama dan senyum dari sang direktur.

"Sepertinya saya datang di waktu yang salah. Kalian boleh lanjutin kerjaan kalian. Anggap aja saya nggak datang," ucap sang direktur dengan ramah.

Instruksi itu menjadi jawaban bagi para pegawai untuk melanjutkan tugas mereka. Sang direktur pun melihat-lihat pekerjaan yang dikerjakan. Beberapa di antara mereka gugup sampai berharap bisa pura-pura pingsan. Walau direktur tampak ramah, kalau ada kesalahan, direktur bisa menjadi harimau yang menerkam semua orang tanpa ampun.

Seperti yang lain Kasih juga sibuk mengurus pekerjaan. Namun, ada masalah yang mulai datang. Sang direktur berdiri di sampingnya. Hal itu membuat Kasih menoleh, sedikit mendongak untuk melihat sang direktur.

"Kasih, nanti pas kamu datang ke pengadilan sama Bu Dea dan Pak Aziz jangan lupa catat semuanya. Tanpa terkecuali," ucap sang direktur.

"Baik, Mas."

Balasan Kasih terucap dengan lantang dan keras hingga membuat rekan-rekannya terkaget-kaget, terbelalak, sampai ada yang tersedak air. Suasana mendadak hening. 

"Ya, ampun ... ma-ma-maksud saya, Pak. Maaf, Pak," ralat Kasih gelagapan.

"Kalau rindu sama suami jangan sampai dibawa ke kantor, Kasih. Masa manggil bos sampai salah gitu? Bikin jantungan aja," celetuk Sandra, yang kemudian segera mengatup mulut saat bos divisinya memelotot.

Kasih menggigit bibirnya. Masalahnya suami yang sering dipanggil Mas adalah direkturnya sendiri. Terlalu sering memanggil sang direktur seperti itu di rumah. Iya, laki-laki bertubuh gagah, tinggi, dan berwajah rupawan bernama Makrotop Indrawan adalah suaminya sejak empat bulan yang lalu.

"Nggak apa-apa. Kalau ingat suami, kan, lebih bagus. Tapi jangan sampai pekerjaan nggak selesai," balas Top berpura-pura santai meski ingin tertawa.

"Iya, Ma––Pak." Kasih memukul bibirnya dengan pelan. Sedikit menunduk, malu sudah mengeluarkan kebiasaan di rumah.

"Ya udah, silakan lanjutin pekerjaan kamu, Kasih."

"Baik, Pak."

Kasih menepuk pahanya berulang kali. Gemas sendiri. Sialan! Bikin malu aja. Bibir nggak bersahabat, nih! Meski sambil ngedumel dalam hati, Kasih curi-curi pandang memantau sang suami, yang perlahan mulai keluar ruangan.

"Kasih, Kasih. Kalau rindu suami mah jangan sampai nyebut bos kita begitu, dong. Dilabrak istrinya baru tahu rasa lo. Bos kita udah nggak lajang tahu," ucap Sandra secepat kilat.

"Untung Pak Top bukan tipe baperan. Kalau aja dia ganjen, bisa dikira lo ngerayu dia, Kas. Bersyukur bos kita bukan om-om ganjen," sambung Tiara.

"Eh, eh, bahas istri. Gue nggak pernah lihat istrinya Pak Top. Istrinya kayak apa, ya? Gue cuma dengar dia udah nikah dari empat bulan yang lalu doang, sisanya nggak ada apa-apa," celetuk Belinda.

Istrinya, tuh, gue! Dasar lo semua tukang gosip! teriaknya dalam hati. Kasih tidak berani membeberkan status hubungannya dengan Top atas permintaannya sendiri. Dia bergabung ke perusahaan pun atas bujukan dan tawaran ayah mertuanya. Kalau bukan karena ayah mertua, dia akan memilih perusahaan lain.

Tidak mau mendengarkan pembicaraan yang berujung menjadi gosip soal suaminya, Kasih bangun dari tempat duduknya pergi keluar. Kasih menghirup udara segar. Kalau pembahasannya sang suami, entah kenapa rasanya pengap. Suaminya semenarik itu sampai sering jadi bahan gosip.

Kasih butuh matcha frappe. Dia mau membeli di lantai bawah sekalian membelikan teman-teman yang lain. Dengan cepat dia bergegas menuju lift––yang mana kebetulan pintu lift hampir tertutup. Untung saja orang di dalam lift sigap menahan pintu lift sehingga terbuka kembali.

"Makas..." Kalimat Kasih tertahan begitu menyadari sosok yang menahan pintu adalah suaminya. "Makasih, Pak," lanjutnya.

"Kenapa nggak panggil Mas lagi?" goda Top.

Kasih memasuki lift, sedikit menunduk, mengabaikan pertanyaan suaminya. Dia memilih sisi pojok sebelah kiri agar tidak dekat-dekat suaminya yang berada di sisi kanan. Selain suaminya ada pula sekretaris yang setia menemani suaminya. Selain sekretaris, tidak ada yang tahu pernikahan mereka.

"Ah, kamu lebih suka panggil Mas pas lagi ramai, ya?"

"Maaf, Pak. Saya nggak dengar."

Top tertawa geli. "Kalau lagi malu-malu kamu suka keluarin jawaban nggak masuk akal, ya. Lucu, deh."

Kali ini Kasih melihat suaminya. Dia berdeham pelan. "Ada Pak Gilbert, Pak."

"Anggap saya nggak ada, Bu. Anggap aja saya lift," sahut Gilbert.

Kasih tidak menanggapi. Pandangannya tertuju hanya pada deretan tombol lift, tidak mau melihat suaminya. Namun, Top tidak diam saja dan mendekati istrinya hingga berdiri di samping Kasih tanpa jarak.

"Hari ini aku pulang tepat waktu. Kamu nggak lembur, kan?" tanya Top.

"Lembur."

"Jangan kemalaman, ya. Nanti kabarin kapan mau dijemput. Jangan lupa makan."

Kasih menoleh ketika kepala diusap-usap oleh suaminya dengan lembut. Kasih perlu mendongak lantaran suaminya jauh lebih tinggi. Suaminya memberikan senyum terbaiknya, termasuk memberikan kehangatan yang tiada dua. 

"See you later, Wife."

Top mengakhiri obrolan dengan sekali lagi mengusap kepala Kasih. Tidak lama setelah itu pintu lift terbuka dan untungnya Top sudah lebih dulu menggeser posisinya, takut ada yang masuk. Kemudian, dia keluar dari lift setelah tidak ada yang masuk, mengajak sekretarisnya yang turut serta mengikuti seperti biasa. 

Di luar lift Top melambaikan tangan sambil tersenyum. Kasih melempar senyum, sedikit menaikkan tangan meskipun tidak sampai dadah-dadah mengiring kepergian suaminya. Dan begitulah akhir dari pertemuan mereka hari ini, disudahi dengan pintu lift yang tertutup. 

Kasih menyentuh dadanya. Wajahnya merah padam. Detak jantungnya menggila. Kasih menyandarkan kepala ke samping. Namun, gara-gara terlalu berdebar, kepalanya bersandar dengan cukup keras hingga terkesan dia membenturkan kepalanya. 

"Aduh, sakit!" ringisnya kesakitan. 

Selagi tangan Kasih mengusap-usap kepala, ada satu pertanyaan terus menghantui pikiran. Benarkah suaminya tulus memberikan kehangatan yang membuatnya nyaman? Atau, dia hanya dijadikan alat seperti dulu bersama mantan tunangannya? 

❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥

Kiw! Ini cerita baru ehehe gimana menurut kalian? >_<

Top Indrawan ini udah santer banget diceritain di beberapa novelku yang lain. Kalau tahu Indrawan pasti ingetnya Sweety kan? Yep. Top sepupunya Sweety. (Kalo baca sih ya ehehe) Dan tentunya kalian pasti tahu kalau Top ini termasuk GGD (Ganteng-Ganteng Duda) hahahaha XD eh, di cerita ini udah nikah dong ehehe 

Oh, iya, Top ini kakaknya Laciara. Si Laciara juga ada lapaknya sendiri ^^

Siap tergemas-gemas dengan Top dan Kasih? :3 

Well, let me tell you about my favorite character!

- Kasih Mutiara -

- Makrotop Indrawan -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top