Chapter 9
Yuhuuu update ^^
Yokkk komen bejibun hehe
Makasih, ya, komen kemarin banyak. Aku senang banget T_T)/ Yok bisa yok banyakin komen lagi >_<
•
•
Delapan bulan yang lalu...
Setelah pulang bekerja Top mendatangi Selvona bakery and cake. Toko kue yang berada di seberang kantornya. Selain menjual kue, tepat di samping kiri Selvona bakery and cake terdapat kedai kopi. Ini bukan kali pertama Top datang ke Selvona bakery and cake, terlampau sering sampai tidak bisa dihitung jumlah kunjungannya. Kalau ada kupon pengunjung setia berisi beberapa stempel, maka Top bisa mengisi seluruh stempelnya. Para pegawai toko sampai menghafal namanya dan sudah tahu kue apa saja yang mau dibeli. Top sering datang bukan untuk duduk dan menikmati kue melainkan sebatas membelikan cupcake untuk sepupunya yang sedang hamil dan sering mengidam dibawakan kue dari toko ini.
Seperti sekarang saja, Top membelikan kue untuk sepupunya. Dia sedang berada di telepon menghubungi sepupunya.
"Ai, lo mau apa lagi selain cupcake?"
"Itu aja. Gue nggak mau yang lain. Buruan ke rumah, ya. Gue tunggu. Keburu ileran, nih," sahut Airi Indrawan, sepupunya Top, dari seberang sana.
"Iya. Gue otw bentar lagi."
"Oke, deh. See you. Hati-hati di jalan lo."
"Iya, Ai. Bye."
Seusai sambungan dimatikan, Top melihat kue lainnya. Ada beberapa kue berbentuk kelinci dan panda. Top membelikan untuk anaknya Airi. Tiba-tiba dia teringat putrinya yang sudah meninggal. Aleyna suka sekali kue berbentuk lucu terutama panda. Sudah berapa lama, ya, dia tidak mengunjungi makam putrinya? Dia rindu. Sudah bertahun-tahun berlalu sejak kematian Aleyna.
"Ada lagi pesanannya, Pak Top?" Sang pelayan bertanya dengan ramah. Top pelanggan setia sehingga dia hafal dan mengetahui nama Top.
"Itu aja, Ran," balas Top.
"Baik, Pak, saya totalkan, ya."
Tepat saat Top meneleng ke samping kiri, dia menemukan seorang perempuan berambut panjang sepunggung berwarna hitam legam duduk sendirian di depan laptop. Jarak perempuan itu dengannya cukup jauh. Top memperhatikan jari-jari perempuan itu sibuk mengetik dengan pandangan terfokus pada layar laptop. Top terlampau sering melihat perempuan itu setiap pulang bekerja. Seperti hal dirinya, perempuan itu juga pelanggan setia, karena setiap hari Top bisa melihat keberadaan perempuan itu.
Ini sudah memasuki satu bulan Top melihat perempuan itu. Terkadang Top tidak langsung pulang dan duduk untuk menikmati kopi buatan barista di toko kue ini. Uniknya, kopi terasa nikmat. Entah efek terlalu suka dengan semua cita rasa kue dan segala hal buatan toko, atau karena dia meminumnya sambil sesekali memperhatikan perempuan itu.
Niatnya Top ingin mendekati kemarin, mencari tahu namanya, tapi begitu dia melihat cincin di jari manis sebelah kiri, Top segera tahu bahwa perempuan itu sudah ada yang mengikat. Pertama kalinya Top suka dengan seseorang yang telah memiliki pasangan. Namun, dia tidak serta merta berusaha merebut. Top membatalkan niatnya berkenalan dan sebatas memperhatikan saja. Selain wajah serius, perempuan itu sering menunjukkan wajah cemberut dengan bibir mengerucut sempurna dan pernah beberapa kali tertidur tanpa menidurkan kepala di meja. Banyak ekspresi dari perempuan itu yang dapat dilihat Top selama sebulan ini.
"Yub, Yub, tolong lo antar dulu minuman Mbak Kasih. Tadi Cio titip, dia lagi ke belakang," suruh Ranita, sang penjaga kasir.
"Oke, Bos."
Kalimat barusan membuyarkan lamunan Top akan perempuan itu. Melihat ke mana arah pergi sosok yang disuruh, Top manggut-manggut menyadari gelas berisi matcha frappe mendarat di atas meja perempuan kesukaannya. Dia tahu namanya sekarang. Namanya bagus. Kasih.
Senyum di wajah Top merekah sempurna saat perempuan itu bertepuk tangan pelan, entah mengapa melakukan itu.
"Pak Top? Pak?" usik Ranita.
Top tersentak. Pandangannya beralih pada Ranita. "Ya?"
"Totalnya dua ratus lima puluh ribu, Pak."
"Oke, saya bayar pakai--uhm ... Mbak yang di sana udah bayar belum?" Top menunjuk sekilas pada perempuan incarannya. Untung Ranita segera melihat dan mengetahui maksudnya tanpa perlu ditunjuk secara terang-terangan.
"Oh, Mbak Kasih? Belum, Pak."
"Kalau gitu sekalian bayar punya dia."
"Baik, Pak. Saya total ulang, ya. Nanti saya kasih tahu Mbak Kasih kalau Bapak bayarin."
"Jangan. Bilang aja dari penggemar rahasia."
"Baik, Pak."
Top memperhatikan Kasih sekali lagi. Sayang sekali sudah bertunangan. Kalau belum, dia mau mencoba peruntungannya mendekati Kasih. Well, ya, tidak apa-apa pula kalau tidak bisa dekat. Setidaknya dia berterima kasih atas kelucuan Kasih sudah membuatnya lupa sejenak masalah pekerjaan dan terhibur setelah lelah bekerja. Terima kasih juga sudah membuatnya tertarik hanya dengan sering bertemu, tapi tidak berbincang sama sekali. Sebuah cara terunik untuk jatuh cinta pada orang asing dan merupakan kali pertama Top jatuh cinta dengan cara seperti ini.
❤️🔥❤️🔥❤️🔥
Seperti janji yang sudah ditetapkan, Kasih dan Top pergi berkencan. Kali ini mereka memulai kencan dengan menonton film di bioskop. Mereka membeli popcorn supaya bisa merasakan keseruan bersama-sama sambil mengunyah camilan. Mereka masih menunggu film yang dimulai lima belas menit lagi dan memutuskan duduk di kursi yang disediakan di pinggir lorong.
Kasih meminta Top untuk menonton di bioskop reguler jadi bisa merasakan keseruan menonton bersama orang-orang lainnya. Top tidak masalah dan menuruti permintaan sang pujaan hati.
"Mas nggak masalah nonton film horror?" tanya Kasih.
Kalau boleh jujur Top benci film horror. Terakhir kali menonton bersama Asmara—itu pun berujung dengan bersembunyi di balik lengan sang mantan—yang ujungnya jadi ledekan andalan Asmara padanya. Namun, Top tidak mau mengakui, nanti dikira penakut meski benar dia takut akan hal-hal gaib. Berhubung masih baru menikah dengan Kasih, dia mau berpura-pura berani.
"Nggak masalah, kok. Aku senang-senang aja," jawab Top sok santai. Wajahnya dibuat sesantai mungkin supaya tidak ketahuan sedang panik setengah mati. Apalagi dengar dari review orang-orang filmnya sangat menyeramkan dan tidak cocok untuk penakut sepertinya.
"Syukur, deh. Soalnya ada beberapa laki-laki yang takut nonton film horror. Kadang heran, sih, kenapa takut, ya? Masa badan gede takut setan? Takut, tuh, sama manusia. Mereka lebih mengerikan dari setan yang masih bisa diusir pakai doa," komentar Kasih.
Seperti ditampar oleh kenyataan bahwa dia penakut, Top cuma bisa nyengir. "Tahu, tuh. Payah banget. Padahal setan nggak berbahaya seperti manusia." Ini sama saja seperti sedang menjelekkan diri sendiri.
"Betul, Mas. Omong-omong, kita—"
"Kasih! Ya, ampun, beneran Kasih!"
Suara heboh itu menginterupsi. Kasih melotot saat menyadari kehadiran Tiara. Oh, sial! Kenapa harus bertemu Tiara di saat seperti ini? Kasih menahan kedua pundak suaminya agar tidak berbalik.
"Mas, jangan nengok. Ada Tiara. Gimana, dong?" Kasih bertanya panik sambil memperhatikan Tiara, yang semakin dekat dengan posisinya.
"Beneran? Bentar, kamu bawa masker, kan?"
"Bawa. Sebentar, aku keluarin dulu. Duh, mana itu anak jalan ke sini."
Kasih membuka ritsleting tasnya, mengacak isi tas mencari masker yang tertutup dompet. Setelah berhasil mengambil masker, dia memberikan kepada suaminya. Top segera mengenakan masker supaya tidak menunjukkan wajahnya. Untung beberapa orang masih ada yang memakai masker meskipun sudah tidak diwajibkan memakai masker.
"Ya, ampun ... gue nggak nyangka ketemu lo di sini." Tiara telah tiba di depan Kasih, segera menepuk pundak Kasih dengan hebohnya.
Kasih memaksakan senyum. "Iya, nih."
Kenapa dari sekian banyak manusia harus bertemu orang kantor di mal Kota Kasablanka? Ketemunya Tiara lagi! Sebelas dua belas senang bergosip seperti Sandra. Sudah memilih mal sejauh mungkin masih bertemu saja orang yang dia kenal. Sialnya, bertemu pas dia sedang kencan bersama Top. Ini namanya di kantor panik, di luar lebih panik.
"Mau nonton apa, Kas?" tanya Tiara penasaran sambil curi-curi pandang melirik sosok di samping Kasih.
"Pengabdi Setan."
"Ya, ampun! Jodoh kali, ya? Gue juga nonton itu."
Top mendadak menyesal. Tahu begitu memilih film romantis saja. Kenapa harus bertemu Tiara segala, sih?
"Oh, lo juga nonton itu." Kasih tidak tahu harus berkata apa setelah kebetulan lainnya bisa mengacaukan kencannya. "Lo sendirian aja?"
"Nggak, nih, sama pacar gue. Dia lagi ke toilet." Tiara memainkan kedua alisnya naik-turun, lalu menunjuk sosok di samping Kasih melalui gerakan mata. Bibirnya pun bergerak tanpa suara. "Suami lo, kan?"
"Oh, iya, ini suami gue, Ti. Namanya Marko." Kasih menyentuh pundak Top, lalu mengusapnya dengan lembut. Dia sempat menyadari tatapan sang suami, seakan protes dengan nama yang disebutkan. Mengabaikan itu, Kasih melanjutkan, "Mas, ini teman kantorku namanya Tiara."
Tiara melempar senyum ramah. "Halo, Kak Marko. Salam kenal, ya. Makasih atas cupcake dan jusnya waktu itu."
Top berdeham pelan, berusaha mengubah suaranya agar tidak terlalu ketahuan suara aslinya. "Iya, sama-sama."
Kasih menahan tawa waktu mendengar Top membuat suaranya lebih berat. Top sudah kepalang bingung harus bagaimana selain mengubah suaranya. Top cuma bisa pasrah.
"Ya udah, deh, gue samper pacar dulu. See you, Kas!" pamit Tiara, yang kemudian pergi berlalu dengan melambaikan tangan berulang kali.
Sepeninggal Tiara, ada helaan napas muncul dari mulut Top. Mendengar helaan napas itu, Kasih tertawa pelan. Kasih membiarkan jari-jemarinya menelusup masuk melalui celah-celah rambut Top, berakhir menyugar rambut sang suami berulang kali.
"Maaf, ya, Mas. Niatnya mau kencan dengan tenang malah ketemu Tiara. Jadi harus nutupin muka Mas juga," ucap Kasih.
"Nggak apa-apa. Semoga nggak nyamperin kamu lagi, sih."
"Amin."
"Tapi kalau ketemu lagi terus ngajak makan gimana, Mas?"
"Kamu mau makan bareng dia sama pacarnya?"
"Nggak, sih. Aku mau bilang sibuk soalnya mau bercumbu di ranjang."
Top tersedak air liurnya sendiri, terbatuk pelan. Untung pakai masker jadi tidak ketahuan kalau wajahnya langsung merah mendengar ucapan nakal sang istri. Belum lagi jari-jemari Kasih masih mengusap-usap rambutnya. Jadi semakin rindu ranjang beneran. Ingin bermanja-manja ria.
"Mas lagi membayangkan yang mesum-mesum, ya? Telinganya merah," goda Kasih seraya menggelitik bagian bawah dagu Top. Suaminya menggeleng, tapi dia tahu suaminya sedang larut dalam pikirannya sendiri. "Mau gaya apa nanti malam?"
"Apa ini Kasih istriku yang kalem? Kenapa mendadak nakal, hm?"
Kali ini gantian Top mengusap kepala Kasih setelah menurunkan tangan istrinya dan memilih menggenggam tangan sang istri sambil mengusap-usap punggung tangan yang dingin. Kasih terkekeh. Tidak mau menjawab, Kasih memutuskan menyandarkan kepala di pundak kokoh sang suami.
Beberapa orang memperhatikan mereka. Beberapa perempuan terang-terangan menunjukkan jiwa jomblo mereka dengan gemas sendiri. Sedangkan beberapa ibu-ibu geleng-geleng kepala. Mungkin mereka merasa cukup dengan kemesraan yang selalu terlihat mata.
"Omong-omong, Mas, boleh nggak minta dibeliin rumah?"
"Boleh. Kali ini di mana?"
"Kemang. Ada satu rumah yang aku inginkan."
Kasih tidak mengingingkan rumah tersebut. Dia hanya ingin mengambil rumah impian yang didambakan mantannya. Rumah itu masih belum terjual sampai sekarang, yang Kasih tahu pemiliknya belum bersedia menjual karena belum mendapatkan harga yang tepat. Kasih yakin suaminya bisa memberikan harga sesuai keinginan sang pemilik rumah.
"Oke, kasih tahu nanti aku urus."
"Iya, Mas."
Semudah itu? Suaminya memang berbeda. Kasih bersyukur dan senang Top selalu memberikan apa pun yang dia minta. Namun, dia merasa memanfaatkan Top. Dengan semua yang laki-laki itu miliki, dia seperti mengajak Top masuk dalam rencana balas dendamnya.
"Pokoknya," Top mengusap lembut punggung tangan istrinya diikuti tatapan lembut nan hangat. "Apa pun yang kamu inginkan, sampaikan aja. I'll grant your wish. Selama bukan minta suami baru, aku pasti berikan," diakhiri dengan kecupan singkat pada punggung tangan Kasih.
"Thank you, Mas." Kasih ingin mengecup pipi suaminya, tapi berhubung sedang berada di antara lautan manusia, dia menunda. Nanti dia lakukan di rumah.
Dan bertepatan dengan obrolan singkat yang berakhir, suara pemberitahuan studio yang terbuka, membuat Kasih bangun. Studio tujuan mereka sudah dibuka. Sudah saatnya mereka menonton.
❤️🔥❤️🔥❤️🔥
"Lho, lho, lo duduk situ, Kas?"
Kasih mendongak, menemukan Tiara memegang popcorn bersama laki-laki bertubuh tinggi di sampingnya. Jangan bilang Tiara duduk di sampingnya. Untungnya Top masih memakai masker, belum berani melepas, karena takutnya satu studio dengan Tiara. Dan benar saja, mereka satu studio. Padahal ada dua studio yang buka, tapi mereka dipertemukan lagi.
"Iya, Ti," balas Kasih pelan.
"Duh, kelihatannya kita memang ditakdirkan bersama. Gue duduk di samping lo." Tiara memberi tahu dengan menunjukkan nomor tiketnya.
Top menghela napas. Sial, sudah, sial. Top perlu pindah tempat duduk. Jangan sampai ketahuan dia ketakutan kalau masih duduk di tempat yang sama. Dia harus menempati kursi yang ditempati istrinya yang bersampingan dengan tangga.
"Wah, beneran jodoh, ya. Silakan masuk, Ti."
Kasih menepuk paha Top untuk berdiri. Sebenarnya tidak perlu berdiri pun Tiara dan pacarnya bisa masuk, tapi Kasih mengajak berdiri untuk berganti posisi dengan Top. Meskipun nanti Tiara mengutus pacarnya untuk bersampingan dengan Top, tetap saja dia tidak mau Tiara memperhatikan Top. Takutnya malah dicurigai.
"Pindah, Mas," bisik Kasih.
"Iya, pas banget aku juga mau pindah."
Setelah Kasih bertukar posisi, Kasih sedikit lebih lega. Namun, Kasih mendengar bisikan Tiara yang membuatnya kaget.
"Eh, suami lo wangi banget. Mana wanginya mirip Pak Top."
Iya, itu memang Pak Top. Bos lo, bos lo! teriak Kasih dalam hatinya. Namun, dia tidak berani menyuarakan demikian. "Ah, masa, sih? Mungkin kebetulan aja wanginya sama. Lo pernah nyium wangi Pak Top?" balasnya berbisik.
"Bukan nyium sampai ngendus gitu. Tapi kalau Pak Top lewat, tuh, wanginya semerbak banget. Wanginya beda dari yang lain. Satu-satunya yang wanginya seindah itu cuma Pak Top. Entah pakai parfum apa bos kita. Tapi sekarang gue cium wangi yang sama. Pas suami lo berdiri, wanginya kecium. Mirip banget wanginya," cerocos Tiara, masih berbisik.
Besok-besok Kasih harus membelikan parfum aroma lain untuk suaminya. Kalau mereka jalan, Top tidak boleh pakai parfum yang sama dengan parfum ke kantor. Pokoknya Kasih akan mencatat sebagai masalah penting.
"Btw, lo beliin suami lo kemeja di butik Bunny Indrawan, ya? Soalnya kemeja yang dipakai suami lo mirip kemeja yang dipakai Pak Top. Dan kemeja itu keluaran sepupunya Pak Top. Gue pernah sekali beliin pacar gue. Harganya mahal banget. Tapi kayaknya motif kemeja suami lo sama seperti yang dipakai Pak Top hari ini. Berasa lagi kencan sama Pak Top nggak, sih, serba sama gitu?" bisik Tiara lagi.
Kasih mana pernah tahu di mana Top membeli kemeja. Selama menikah, dia belum pernah membelikan apa-apa untuk Top, karena belum terlalu hafal gaya berpakaian suaminya. Namun, mendengar Top senang memakai kemeja buatan sepupunya, dia bisa mendatangi butik yang dibahas. Lagi pula kenapa Tiara harus sedetail itu memperhatikan suaminya?
Oh, iya! Kasih baru ingat. Tiara dan rekan lainnya merupakan penggemar berat Top. Tiada hari tanpa membahas Top, yang digilai seluruh perempuan seantero kantor. Ternyata ini rasanya punya suami populer. Kalau dulu, mantannya tidak populer karena lebih banyak yang benci dengan sikap tengil dan sok ganteng. Berbeda dengan Top yang memang tidak punya celah untuk dibenci.
Kasih spontan mencubit lengan Top. Kesal. Suaminya dibahas mulu. Top kaget. Cubitan Kasih seperti semut merah, cukup menyakitkan. Top memperhatikan Kasih, tapi istrinya tidak menoleh dan sibuk bisik-bisik tetangga dengan Tiara. Top jadi penasaran apa yang dibahas.
"Iya, nih, kebetulan beli di sana." Kasih berbohong.
"Oh, pantesan. Eh, filmnya udah mau mulai," kata Tiara, yang kemudian segera menoleh ke samping untuk gantian berbisik pada kekasihnya.
Top mencolek lengan Kasih hingga istrinya menoleh. "Kenapa cubit-cubit? Kamu kangen?"
Kasih mendengkus. "Nggak. Mas ganjen."
"Hah?"
Kasih mencubit lengan Top sekali lagi. Sebelum film dimulai, dia mencubit lengan Top berulang kali. Kenapa dia kesal, ya? Kenapa dimasukkan ke hati obrolan Tiara yang diam-diam memperhatikan suaminya?
"Bentar, maksudnya apa? Aku ganjen? Godain kamu seorang dibilang ganjen?" tanya Top berbisik, penasaran dengan jawaban istrinya.
Kasih tidak menjawab. Dia terus mencubit lengan dan punggung tangan Top sampai film dimulai. Top semakin bingung, tapi tidak mau memaksa. Jadi, Top cuma bisa pasrah waktu istrinya mencubit lengan dan punggung tangannya berulang kali.
Beberapa menit setelah film mulai, Top mulai meraih tangan istrinya untuk digenggam erat-erat saat adegan menyeramkan muncul. Kalau biasanya dia bisa berteriak sesuka hati pas kaget, sekarang dia perlu menahan diri. Top berusaha tenang waktu adegan menyeramkan muncul tiba-tiba. Namun, yang terjadi, dia mengeratkan genggaman tangan dan menunjukkan ketakutannya.
Kasih melirik suaminya. Beberapa kali Top memalingkan wajah dan Kasih menyadarinya. Kasih akhirnya tahu kalau Top tidak seberani itu. Kasih menahan tawa. Lucu juga, ternyata tadi Top sedang membicarakan diri sendiri yang takut menonton film horror.
Berhubung Kasih sudah mengetahui kelemahan suaminya, ketika ada adegan menakutkan, Kasih sigap menarik kepala Top agar bersembunyi di pundaknya. Di samping cara itu, Kasih menutupi mata Top seperti ibu yang menutupi mata anaknya ketika ketakutan.
Dan tentunya Top seperti anak kucing yang berlindung pada ibunya. Top sudah tidak peduli Kasih tahu, karena dia benar-benar tidak sanggup menonton film horror.
❤️🔥❤️🔥❤️🔥
Jangan lupa vote dan komentar kalian😘😘🤗❤️
Follow IG: anothermissjo
coba bayangin Top lagi ketakutan berlindung di badannya Kasih wkwk XD
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top