Chapter 5
Yuhuuu update lagi🤗❤️
#Playlist: Hailee Steinfeld - Capital Letter
•
•
Suara desahan keluar begitu saja dari mulut Kasih saat Top menghisap dan menggigit lehernya. Berulang kali Top melakukannya. Tidak terhitung seberapa banyak Top meninggalkan jejak di tubuhnya. Selain leher, Top menggigit dadanya dan meninggalkan tanda merah keunguan di sana. Tidak berhenti sebatas meninggalkan tanda, tangan suaminya sibuk meremas dan memainkan puncak dadanya.
Kasih kembali mendesah, kali ini dengan sedikit jeritan ketika jari-jari suaminya bergerak lihai di bagian intimnya, mengoyak dengan tidak sabar. Kasih merasa geli sekaligus nikmat secara bersamaan. Tidak sebatas jari-jari saja, Top turun ke bawah hingga bibirnya berada di antara pangkal paha Kasih. Melihat suaminya di sana, Kasih membelalak saat lidah Top bergerak di bagian miliknya dengan kelincahan yang tidak perlu diragukan. Dari kedua paha yang terbuka, Kasih bisa melihat sorot mata nakal suaminya. Kasih ingin mengomentari suaminya, tapi sayang, sesuatu dalam dirinya seakan-akan meledak. Kasih merasakan sesuatu keluar dari miliknya setelah permainan lidah yang luar biasa. Pencapaian pertamanya. Kasih terengah-engah dibuat oleh Top. Bagian miliknya basah. Sangat basah.
"Kamu mau aku pakai kondom?" tanya Top.
Kasih menggeleng, tapi kemudian mengangguk. Pikirannya sedang tidak beraturan.
"Jadi mana yang benar, hm?" Top mengecup kelopak mata Kasih, mengusap pipi sang istri dengan ibu jari yang telah dibersihkan.
"Nggak usah."
"Kamu yakin?"
"Iya."
"Aku tanya sekali lagi dengan ganti pertanyaan. Apa kamu mau buru-buru punya anak atau nggak?"
"Sebenarnya," Kasih memalingkan wajahnya. Pipinya merah padam. Kasih malu. "Aku nggak berniat menunda. Jadi nggak perlu pakai kondom."
Top menahan tawa. Dia meraih tangan istrinya, mengecup kembali telapak tangan yang dingin. "Okay, Mrs. Indrawan."
Saat Top menurunkan celananya, Kasih melotot. Kasih meneguk air liurnya berulang kali. Demi apa pun di muka bumi! Kasih tidak tahu apakah ukuran yang tidak biasa itu bisa memasuki dirinya. Kasih mulai panik. Pasti sakit sekali––begitu pikirnya.
"Ma-Ma-Mas," panggil Kasih tergagap.
"Ya?"
"Bi-bisa be-be-berhenti dulu nggak, Mas?"
"Kenapa?"
"A-a-aku takut."
"Takut?"
"Aduh, punya Mas, aduh..." Kasih meneguk air liurnya sekali lagi. Mata nakalnya memperhatikan milik suaminya yang tampak gagah dan kuat. Astaga ... dia benar-benar takut. "I-intinya aku takut. Aduh, aduh..."
Top tergelak. Perutnya sampai sakit mendengar sang istri. Dia mencubit pelan pipi Kasih. "Ya udah, kalau kamu mau melanjutkan nanti lagi nggak apa-apa. Aku udah bilang, kan, tunggu kamu siap."
"Ta-tapi bukan berhenti, Mas. Lanjutin cu-cuma pelan-pelan."
Top tertawa lagi. Istrinya lucu banget, sih! Gemas! Sebatas mengangguk kecil dan lantas mencium kening sang istri, Top meraih tangan Kasih, mengarahkan pada miliknya.
"You can touch mine. Biar kamu nggak takut."
Kasih menyentuh milik suaminya dengan tangannya. "Then what should I do?"
"Move like this."
Kasih mengikuti instruksi dari suaminya menggerakkan tangan untuk memberi handjob. Lambat laun gerakan lambat tangannya berubah cepat. Instingnya bergerak sendiri dengan menambahkan sentuhan demi sentuhan lewat ibu jarinya pada pangkal milik suaminya. Kasih bisa mendengar suara desahan dan erangan yang lolos dari suaminya. Sungguh seksi. Bicara biasa saja sudah seksi, sekarang seksinya berkali-kali lipat. Jangan lupa ekspresi Top yang luar biasa menggoda dan seksi, membuat Kasih semakin bersemangat.
Berulang kali Kasih menaik-turunkan tangannya, bermain-main dengan ujung pangkal sang suami, hingga akhirnya Top mencapai pelepasan. Top mengambil tisu dan menyeka tangan Kasih yang penuh dari hasil pelepasannya.
Mereka kembali berciuman, menghangatkan diri sekali lagi, membakar hasrat yang belum padam. Sesekali mereka mengambil napas guna mengisi oksigen yang terasa menipis akibat ciuman panas. Begitu ciuman semakin tidak terkontrol, Top mulai mengarahkan miliknya dengan milik Kasih. Dengan pelan Top bersusah payah memasuki milik Kasih. Meskipun sudah basah, Top tetap kesulitan. Dan setelah berusaha cukup lama Top berhasil menyatukan dirinya dengan Kasih. Beruntungnya mereka sambil berciuman jadi Kasih tidak begitu kesakitan.
Sebelum dilanjutkan, Top menyudahi ciuman mereka dan membiarkan miliknya berada di tempat yang tepat agar milik Kasih terbiasa dengan miliknya. Top mengecup kening, kelopak mata, hidung, dan pipi istrinya. Kasih berterima kasih Top tidak langsung menghujamnya.
"Sakit, ya? Tahan sebentar, ya."
Kasih mengangguk. Kasih tidak bisa menjabarkan seberapa sakitnya. Ini pertama kalinya untuk Kasih. Sudah begitu lawannya Top, yang––aduh, sulit dia jelaskan. Dari segi pengalaman, dari segi macam-macam, Top lebih menguasai dan paham.
"Sekarang udah lebih baik belum? Apa masih sakit?"
"Udah nggak begitu sakit, Mas."
Menit berikutnya Top mulai bergerak, menghujam diri Kasih dengan kenikmatan yang tiada dua. Kasih meremas seprai, terus mendesah ketika sang suami menggagahinya tanpa henti. Awalnya memang lembut lambat laun berubah lebih kasar.
Di sela-sela kegiatan, mereka berciuman lagi, tubuh semakin merapat tanpa jarak. Usai mengakhiri ciuman, Top beralih menyentuh dada Kasih yang pas di tangan, lalu mulutnya bergerak untuk menyenangkan bagian dada yang lain dengan lidahnya. Kasih menelusupkan jari-jarinya di sela rambut Top, sesekali menjambak dan mendorong kepala sang suami ketika menghisap puncak dada lebih kuat.
Mereka terus bercinta hingga mencapai pelepasan. Menyatukan diri dalam malam pertama yang akhirnya terlaksana setelah empat bulan berlalu.
Malam masih panjang. Mereka tidak berhenti begitu saja. Satu kali tidak akan pernah cukup bagi keduanya.
❤️🔥❤️🔥❤️🔥
Kasih menyentuh pinggangnya yang sakit. Semalam tidak terhitung berapa kali mereka bercinta, mengubah gaya, mencoba macam-macam yang membuat Kasih tidak berhenti berteriak. Iya, sesuai ucapan Top, dia dibuat meneriakkan nama Top berulang kali. Sudah semalam suntuk digempur habis-habisan, pagi ini dia bercinta lagi dengan sang suami. Di dalam mobil pula! Untungnya mereka bercinta saat masih berada di garasi rumah sebelum berangkat dan sopir sedang sarapan pagi. Kalau sudah berangkat repot juga.
Pagi ini pun termasuk repot. Kasih terpaksa mengenakan blouse dengan tali yang menutupi leher. Akibat keganasan suaminya, dia harus menutup tanda merah keunguan. Sudah seperti dikerok dengan versi lebih mesum.
Kasih baru saja tiba di kantor setelah diturunkan di kedai kopi seberang. Dia berdiri di depan lift. Sebelumnya Kasih naik jembatan penyeberangan yang cukup melelahkan untuk sampai ke depan kantor. Memang permintaan Kasih juga untuk diturunkan di sana agar tidak ada yang tahu dia berangkat bersama Top.
"Kasih Sayang!" sapa Sandra heboh seperti biasa.
Kasih menoleh, memperhatikan pakaian heboh Sandra seperti hari-hari biasanya. Rekannya itu senang memakai warna mencolok seperti hijau neon, ungu terang, dan lain sebagainya. Hari ini Sandra pakai warna hijau neon.
"Pagi, Sansan," balas Kasih dengan senyuman.
"Lo pakai susuk apa, deh? Gila banget ini mah."
Kasih menatap bingung. Oh, jelas dia belum ke dukun mana pun untuk pasang susuk. Lagi pula apa masih zaman pasang susuk?
"Bentar, bentar, ini lift masih lama, kan?" Sandra menatap angka yang tertera, memastikan dia masih bisa bergosip ria. "Oke, sip, aman. Masih tiga lantai lagi, tuh, lift turun."
"Lo mau bahas apa?" Kasih bertanya ingin tahu.
"Lo tahu Pak Erwin dari divisi marketing nggak? Yang muda, ganteng, dan gemezin pakai Z."
"Nggak. Kenapa?"
"What?! Seganteng itu lo nggak tahu? Astaga! Tapi dia tahu lo, lho." Sandra menepuk keningnya heboh. Selain heboh bergosip, gaya bicara dan ekspresinya saat menuturkan percakapan sama hebohnya.
"Terus?"
"Pak Erwin titip salam buat lo. Katanya kalau lo senggang, dia mau ajak makan siang. Gue bilang sama dia, lo udah punya suami, eh, dia bilang nggak apa-apa. Kan, cuma makan siang. Agak gila, sih, manusia satu itu."
"Oh, gitu."
"Lo mau, Kas? Jangan, deh, dia playboy."
"Nggak. Sampaikan sama Pak Erwin makasih tawarannya cuma gue nggak mau. Gue sibuk."
"Good, good." Sandra tersenyum bangga seolah menjadi ibu yang berhasil membesarkan anaknya menjadi orang baik. "Btw, tumben banget pakai blouse. Biasanya lo pakai kemeja aneka warna. Tapi makin cantik, sih. Lo lebih cocok pakai blouse."
Kasih berterima kasih dan tersenyum. Kalau tahu dia pakai blouse gara-gara kissmark, bisa heboh seantero divisi legal.
"Pagi, Kasih," sapa seorang laki-laki yang kini berdiri di samping kiri Kasih.
Kasih dan Sandra menoleh. Mereka berdua melihat sosok yang menyapa. Kasih lupa siapa gerangan sosok itu karena belum bisa menghafal seluruh pegawai dengan baik.
"Saya nggak disapa, Pak? Masih manusia ini, Pak Ricard," celetuk Sandra.
Richard tertawa kecil. "Oh, iya, pagi, Sandra. Nggak kelihatan. Maaf, ya."
Sandra berdecak dan menggerutu pelan. "Idih ... bilang aja mata udah terpaku sama Kasih. Dasar ganjen."
Kasih menyenggol bahu Sandra agar diam. Sandra nyengir dan pura-pura mengunci mulutnya.
"Btw, Kasih. Siang ini free nggak? Saya mau ajak kamu makan siang bareng."
"Pak, bisa lihat cincin di jari manis Kasih nggak? Doi udah diikat sama suaminya dalam janji suci pernikahan," serobot Sandra seraya menunjuk jari manis di tangan kanan Kasih.
"Ngajak makan siang bukan berarti mau pendekatan, kan? Saya cuma mau makan bareng sama Kasih, kok. Nothing more," kata Richard.
"Ini sama aja kayak 'kita cuma temenan, kok, nggak lebih' eh, ujung-ujungnya ada bakwan di balik batu. Jangan iseng-iseng ajak istri orang makan berdua, Pak. Ketahuan suaminya mampus aja digebukin," ketus Sandra dengan nada menyinyir.
Kasih menyahuti, "Maaf, ya, Pak. Saya nggak bisa kalau makan berdua aja. Kalau ramai-ramai bareng Sandra atau yang lain selagi bukan laki-laki semua, saya bisa."
"Kalau gitu ajak Sandra sama teman saya boleh, kan? Kamu bersedia nggak, Kasih?"
"Pasti temannya laki-laki, deh," celetuk Sandra tidak senang.
Richard menggaruk kepala yang tidak gatal sama sekali. Nyengir sebentar. "Hehe ... iya, saya mau ajak Dion."
"Uhuk! Uhuk!"
Suara batuk membuat Kasih dan yang lain menoleh. Menyadari bahwa Top berada di belakang mereka, tanpa pikir panjang mereka segera menyapa. Kasih tidak sadar suaminya sudah berdiri belakangnya dengan wajah cemburu. Mungkin hanya Kasih yang sadar suaminya cemberut, karena saat melihat padanya, Top menunjukkan wajah cemburu.
"Pak Gilbert, mau ikut nggak? Kita mau makan siang bareng," ajak Sandra tanpa pikir panjang.
Gilbert tersentak kaget. Tidak tahu apa-apa malah diajak. "Oh, makan siang? Di mana, Bu?"
"Tahu, tuh, Pak Richard. Beliau yang ajak. Katanya mau traktir. Saya, Kasih, Pak Richard dan Pak Dion." Sandra memberi tahu.
"Waduh ... saya udah ada ac...." Gilbert menahan kata-katanya ketika Top menginjak kakinya dengan keras. Hal ini langsung dimengerti sebagai kode keras. "Bo-boleh, Bu. Nanti naik mobil saya aja kalau memang perginya jauh."
Kasih menemukan perubahan ekspresi Gilbert--yang mana tampak kesakitan. Kasih melirik turun pada bagian sepatu Gilbert. Suaminya menginjak kaki Gilbert dan belum berniat menarik. Dasar, Kekanakan! Kasih ingin menawari suaminya sebelum ngambek, tapi dia ragu, bukan dia yang punya acara.
"Kalau nggak keberatan dan nggak sibuk, Pak Top mau ikut sekalian?" tawar Sandra takut-takut. Iya, takut dikira tidak tahu posisi.
Senyum di wajah Top terbit secepat kilat. Dikira tidak ada yang berani mengajaknya. "Boleh kalau kalian nggak keberatan."
"Boleh, kan, Pak Richard kalau Pak Top ikut?" Sandra tersenyum riang, berhasil menggagalkan niat Richard untuk mendekati Kasih.
"Bo-boleh." Richard tersenyum kikuk. Dia tidak lagi berbicara dan menghadap depan dengan wajah agak jengkel.
Tidak lama setelah itu pintu lift terbuka. Para pegawai membiarkan Top dan Gilbert masuk lebih dahulu. Lift khusus direktur dan tamu khusus sedang dalam perbaikan jadi Top harus menimbrung di lift khusus pegawai. Setelahnya Kasih, Sandra, dan beberapa pegawai yang telah menugggu masuk ke dalam lift. Sayangnya, Richard tidak masuk gara-gara lift penuh.
Tidak lama setelah pintu lift ditutup, ponsel Kasih bergetar. Kasih mengambil ponselnya guna memeriksa pesan masuk. Berhubung dia berada di barisan paling depan, dia mengurangi kontras cahaya layar ponsel agar tidak terbaca yang lain.
Suamiku: Cemburu.
Kasih tidak berani menengok. Membalas pesan pun tidak dan kembali memasukkan ke dalam saku celana. Belum beberapa detik, ponselnya kembali bergetar. Mau tidak mau Kasih mengambil ponselnya dan membaca pesan masuk.
Suamiku: Ngambek, ah.
Satu alis Kasih naik sempurna. Hampir saja dia tertawa membaca pesan tersebut. Kali ini Kasih membalas supaya suaminya tidak marah.
Me: Macam bocah aja deh, Mas.
Suamiku: Biarin.
Suamiku: Ngambek.
Kali ini Kasih tertawa kecil. Sulit sekali tidak tertawa gara-gara baca balasan suaminya yang terkesan seperti anak kecil. Kasih membalas pesannya lagi.
Me: Jangan ngambek. Memangnya nggak mau uwu-uwu di kasur?
Suamiku: ......
Suamiku: Ga
Kasih menahan tawa. Suara tawanya hampir terdengar kalau tidak ditutup dengan tangan.
"Heh, Kasih. Lo malah ketawa begitu. Lagi chatting sama siapa? Suami apa teman sepergosipan? Kalau ada gosip bagi, dong," usik Sandra.
"Suami gue. Biasa, deh, gemesin."
"Duh, kalau punya suami beda, ya. Gue pengin punya suami cuma gebetan aja nggak ada. Herminto, deh, ah." Sandra mengibas rambutnya, yang menyebabkan pegawai di belakang kena sabetan sakti rambut panjangnya. Alhasil Sandra menoleh ketika orang tersebut kesakitan. "Aduh, maaf, Mbak Gia."
Kasih tertawa kecil menyaksikan kelakuan Sandra. Pandangannya tertuju ke belakang sekilas untuk melihat suaminya yang masih dengan wajah cemburu. Kasih tidak membalas lagi pesan Top dan memasukkan ponsel ke dalam saku celana.
Tidak lama setelah itu pintu lift terbuka di lantai tiga. Kasih dan Sandra turun lebih dahulu bersama para pegawai. Di dalam lift tersisa Top dan Gilbert yang hendak naik ke lantai empat.
Sebelum pintu lift tertutup, Kasih sempat menoleh ke belakang. Suaminya tampak sedang merapikan dasi dan tidak menyadari dia melihat ke arah Top. Walau hanya memandang sebentar, senyum di wajah Kasih terbit.
"Btw, Pak Top kelihatan badmood. Kenapa, ya? Tumben amat," komentar Sandra tiba-tiba.
Kasih maunya menjawab, lagi ngambek gara-gara cemburu. Namun, dia belum segila itu. Alhasil, dia memberi jawaban yang lain, "Entah. Mungkin lagi bete."
"Iya kali, ya. Tumben gitu nggak ada senyum cerah. Biasanya mah senyum pasta gigi mulu."
Kasih tidak menyangka akan sejelas itu kalau suaminya tidak mood. Ya sudahlah. Toh, bukan salah dia juga. Dia akan merayu Top nanti supaya tidak cemburu lagi.
❤️🔥❤️🔥❤️🔥
Jangan lupa vote dan komen kalian🤗❤️
Follow IG: anothermissjo
Gimana nih chapter ini?😏😏😏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top