Chapter 15

Yuhuuu update❤️❤️

Kalau komennya sampai 80, aku update lagi. Biar semangat update~~ kalo gak tercapai, tunggu 3 hari lagi yaw👍

Suara perdebatan terdengar dari dalam ruang istirahat. Dalam hitungan menit suasana berubah ramai. Para pegawai berbondong-bondong datang untuk sekadar menyaksikan kekacauan yang tengah berlangsung. Kasih ikut-ikutan––terbawa arus diseret-seret oleh Sandra, si haus gosip yang tidak boleh ketinggalan kegaduhan.

Pintu ruang istirahat yang terbuka menunjukkan keberadaan Gilbert dan Morison. Dua laki-laki tampan dengan predikat high quality jomblo mereka, keduanya tampak marah satu sama lain, dan masih saja tampan di saat yang sama. Entah apa yang terjadi sampai ada cekcok di antara mereka.

"Kenapa, sih?" Sandra buru-buru bertanya entah pada siapa, berharap siapa pun manusia yang ada di sekelilingnya mau menjawab.

"Kalau nggak salah dengar Morison disuruh tahu diri sama Gilbert. Nggak tahu maksudnya apa," sahut pegawai yang mendengar pertanyaan Sandra.

Kasih tidak mau tahu urusan dua orang itu. Dia lebih kepikiran mau minta rumah yang mana lagi untuk menjatuhkan mantannya. Lagi pula sudah besar kenapa harus ribut-ribut segala? Bicara dengan kepala dingin, kan, bisa.

"Gue balik, deh," kata Kasih malas.

"Eeeeeh, tunggu dulu, Kas." Sandra melingkarkan tangan di lengan Kasih, menahan agar tidak pergi. Melihat masih ada intensitas tinggi di antara keduanya, Sandra semakin penasaran. "Lo nggak mau tahu mereka ributin apa? Siapa tahu ributin perempuan. Iya, kan?"

"Ya, itu urusan mereka, sih."

Secara tiba-tiba pandangan Morison tertuju pada kerumunan. Kasih tersentak, seakan-akan dialah yang sedang diperhatikan. Padahal mungkin yang diperhatikan Morison adalah yang lain.

"Gue udah lama curiga sama lo. Sering banget gue lihat lo berduaan sama ini orang apalagi tadi nyuruh gue tahu diri. Cemburu, ya, gue kasih cokelat buat Kasih?" Suara Morison yang lantang dan penuh nyolot membuat seluruh pegawai terkaget-kaget.

Kini, pandangan para pegawai tertuju pada Kasih yang tidak tahu apa-apa. Kasih melongo tidak percaya. Tuduhan gila macam apa itu?

"Dari lama gue pengin banget nanya ini. Lo suaminya Kasih, kan? Diam-diam selalu nemenin dia soalnya kalian udah nikah?"

Dan kalimat gila lainnya keluar dengan sembrono seakan-akan bukan masalah besar kalau semua orang mulai berspekulasi. Kasih melotot kaget, tidak percaya ada orang seenak Morison menuduh Gilbert sebagai suaminya.

"Kas, beneran, tuh?" Pertanyaan pertama mengudara. Lalu, dilanjut dengan pertanyaan ngawur lainnya. "Lo sama Gilbert suami istri?" Dan belum berhenti sampai ke pertanyaan ketiga yang lebih aneh lagi. "Kenapa disembunyiin, Kas? Nikah sesama pegawai sini, kan, nggak ada larangan."

Detik itu juga Kasih ditodong puluhan pertanyaan berbeda dengan tatapan ingin tahu dan penasaran. Kepalanya jadi sakit. Kenapa malah Gilbert digosipin jadi suaminya? Sekte mana lagi yang percaya kegilaan itu?

"Damn! Pantesan muka suami lo ditutupin. Eh, si Gilbert, toh! Duh, duh, gue malah ngiranya yang lain, tapi baru masuk akal sekarang." Tiara entah dari mana datangnya berseru sesuka hati dengan heboh. Seakan lagi jejeritan.

"Heh! Kata lo suami Kasih ganteng. Ini beneran Gilbert?" Sandra memukul bahu Tiara dengan tidak percaya.

"Iya. Matanya kelihatan blasteran gitu. Itu tingginya beneran setinggi Gilbert. Suaranya mirip-mirip Gilbert juga," jelas Tiara.

Kasih tidak percaya. Bagaimana bisa Tiara percaya omongan Morison dan cocoklogi suaminya adalah Gilbert? Padahal waktu itu bilang mirip Top, sekarang percaya bahwa suaminya adalah Gilbert? Sialnya, tinggi Gilbert dan suaminya sama. Benar-benar sama plek-ketiplek. Tubuh Gilbert atletis, wajah Gilbert juga perpaduan wajah blasteran Indonesia-Amerika seperti Top. Heran. Kenapa jadi cocoklogi begini, sih?

"Lo gila, ya. Kalau mau ngawur––"

"Ini ada apa, sih, berisik banget?" Mbak Nita, sang kepala HRD, datang membelah lautan kerumunan. Menghentikan kalimat Gilbert yang belum selesai diucapkan.

"Ini, Bu, Gilbert sama Morison rebutan Kasih. Padahal Gilbert suaminya Kasih, Bu," celetuk salah satu pegawai yang sok tahu.

"Tunggu bentar." Nita mencari-cari wujud Kasih di antara kerumunan. Ternyata ada. "Seingat saya suaminya Kasih, tuh––ehem!" Berdeham sebentar dan tersadar tidak boleh membongkar akan status Kasih dan Top, dia melanjutkan, "Kalian berdua menghadap ke ruangan saya. Kita bahas masalah kalian. Untuk yang lain diharap kembali. Jangan sampai Pak Top lihat kalian hilang dari tempat duduk."

Setelah Gilbert dan Morison pergi meninggalkan ruang istirahat, suasana masih ramai. Orang-orang masih menggunjingkan ketidakpercayaan mereka akan hubungan Kasih dan Gilbert. Sebagian lainnya mulai kembali ke tempat mereka. Mulailah bermunculan spekulasi tidak berdasar mengapa Kasih bekerja di perusahaan dan segala macam. Cocoklogi dimulai lagi.

Kasih mendesah kasar. Kenapa dia harus jadi bahan cocoklogi orang-orang, sih? Kalau tahu seperti ini lebih baik dia mengaku suaminya adalah Top, kan? Biar tidak ada yang aneh-aneh. Oh, bicara mengenai Top, di mana suaminya? Apa sibuk mengurus pekerjaan?

"Siang, Pak Top," sapa Sandra.

Panjang umur! Kasih menoleh dan melihat suaminya. Semakin sore bukan semakin buluk, suaminya semakin cerah dan bersinar. Apa bekerja keras merupakan hobi suaminya sehingga tidak mempengaruhi penampilan?

"Tadi ada apa berisik-berisik? Gilbert sama Morison ikut Bu Nita? Ada masalah?" tanya Top ingin tahu.

Salah satu pegawai menyela dengan cepat. "Iya, Pak. Tadi Morison sama Gilbert berantem. Nggak tahu, sih, tapi kayaknya bahas Kasih. Tapi, kan, Gilbert suaminya Kasih. Masa nggak belain istri, sih?"

"Siapa suaminya siapa?" ulang Top.

Kasih mau mendorong perempuan yang seenaknya menjawab pertanyaan Top. Sialnya, posisi perempuan itu lebih dekat dari Top daripada dirinya. Ih! Kenapa mulut main asal ngomong aja, sih?

"Tadi Morison bilang Gilbert suaminya Kasih, Pak."

Top terperangah. Matanya melirik Kasih, tapi istrinya tidak merespons apa-apa. Sebenarnya apa yang dia lewatkan sampai dengar gosip melantur begini?

"Ih ... parah, sih, patah hati sedunia. Gue pikir Gilbert masih jomblo, ternyata diam-diam beristri. Mana nikahnya sama pegawai baru. Duh, iri!" celotehan tanpa sadar lolos dari mulut prgawai lainnya, yang kemudian ditimpali dengan kekecewaan akan kabar burung itu.

Kasih tidak mau menambah kekacauan. Lebih baik dia kembali dan berpura-pura tidak dengar. Tidak peduli Sandra mau kembali atau tidak, dia berjalan meninggalkan depan ruang istirahat dan pamit pada suaminya dengan cepat.

"Eh, Kasih! Lo lagi jadi bahan gosip malah kabur," teriak Tiara.

Tidak mau dikejar-kejar, Kasih berlari cepat tidak peduli hak sepatu heels rusak atau tidak. Sialan! Kenapa malah ada gosip aneh tentangnya dan Gilbert? Ugh! Morison sialan!

❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥

Di depan manusia yang dijadikan bahan gosip, Top bersedekap di dada menatap tajam Gilbert. Sekretarisnya itu menunduk dengan wajah merasa bersalah.

"Saya, kan, minta kamu mantau Morison buat nggak gangguin Kasih. Kenapa malah kamu tegur? Sekarang seantero kantor bikin gosip aneh. Bisa-bisanya kamu yang dikira suaminya Kasih." Top mengomel. Suaranya meninggi.

"Maaf, Pak, habis saya kesal dengar dia sok kegantengan. Tadinya mau diam aja, tapi kelepasan malah minta dia buat nggak aneh-aneh," ucap Gilbert merasa bersalah.

Top berdecak berulang kali, mengusap wajahnya kasar. Di kantor ini hanya ada Gilbert, Sera, sang resepsionis, dan Nita yang tahu mengenai pernikahannya. Namun, kalau sampai seantero kantor sudah bergosip ria, bisa terdengar ayahnya, nanti dikira ada sesuatu antara Gilbert dan Kasih.

"Beresin gosip ini secepatnya. Jangan sampai nambah gosip baru," tegas Top.

"Baik, Pak. Maaf, Pak."

"Iya."

"Permisi, Pak."

Menit setelah Gilbert keluar, Top membuka pesan dari istrinya. Kebetulan sekali Kasih mengirim pesan.

Istriku❤️:  Mas, nanti pulang mau nemenin aku belanja nggak? Mau makan apa biar aku masakin?

Top tidak mau membalas pesan. Dia menekan tombol telepon dan menghubungi istrinya. Hanya sepersekian detik, istrinya menjawab teleponnya dan menyahuti dengan lembut.

"Sebentar, aku keluar dulu."

Top menunggu istrinya bersuara lagi. Sepanjang istrinya membuat menunggu, dia mendengar panggilan-panggilan jahil dengan menyebut kasih sebagai Mrs. Russell. Marga Russell merupakan marga keluarga Gilbert. Harusnya Mrs. Indrawan malah diganti-ganti. Bikin keki hati saja!

"Mas?"

Top berdeham. "Hm?"

"Mas marah, ya? Jangan didengerin gosipnya."

Sebenarnya Top masih agak dongkol, tapi mendengar suara lembut istrinya, mendengar istrinya membujuk, dia menjadi lemah. Kalau punya hubungan disembunyikan memang resikonya seperti ini. Top mengusap wajahnya.

"Mas? Kok, diam aja?"

"Lagi mikir kenapa tiap hari ada aja yang bikin hati panas. Kamu, nih, ya, juaranya bikin hati was-was. Mana saingan gosipnya ganteng-ganteng," cerocos Top.

Suara tawa Kasih mendengung jelas. Senyum di wajah Top mengudara. Perlahan kejengkelan Top dengan Morison dan gosip murahannya luntur. Mendengar Kasih berbicara sembunyi-sembunyi dengannya terasa lucu. Kira-kira Kasih bersembunyi di mana sekarang?

"Kamu lagi di mana sekarang, Kas?"

"Lagi di pikiran Mas. Belum bisa keluar, nih," canda Kasih diselipi kekehan kecilnya.

Aduh, meleyooooot! Gombalan saja terasa manis. Rasanya Top ingin menghampiri Kasih dan mengarungi perempuan itu pulang. Tahan, tahan. Dia harus sabar sampai pulang nanti.

"Serius, Sayang. Kamu di mana?" Kali ini Top mengubah intonasi suaranya menjadi lebih manja.

"Lagi turunin tangga darurat. Setelah sampai bawah mau naik lift. Nggak ada tempat terbaik untuk jawab telepon Mas selain di sini. Hebatnya, sinyal di tangga darurat kantor ini nggak kalah bagus. Memang juara, deh, kartu seluler perusahaan suamiku," puji Kasih dengan bangganya.

"Juara bikin meleyot, tuh, istriku. Kamu bisa banget bikin aku nggak mau ngomel-ngomel."

Sambil bersandar pada punggung kursi, Top memandangi foto pernikahan yang dipajang di meja kerja. Sebelum Kasih tahu perasaannya, dia sudah memajang foto pernikahannya dengan Kasih. Setiap pulang, dia akan menyembunyikan foto pernikahannya di laci meja kerja dan menguncinya supaya orang-orang tidak lihat.

"Pantes mukanya Gilbert sedih, ternyata habis Mas marahi, ya? Jangan marahi Gilbert, Mas. Kasihan tahu. Dia nggak salah apa-apa cuma jadi bahan gosip doang."

"Hm ... kamu udah bersekutu sama Mr. Russell?"

Suara tawa terdengar lagi. Menggema seperti yang sudah-sudah karena masih di tangga darurat.

"Sekutuku cuma Makrotop Indrawan. Nggak ada yang lain. Ini mau minta dibeliin rumah lagi sama sekutuku. Kira-kira dia lagi ada waktu luang dengerin permintaanku nggak, ya?"

Satu hal yang Top suka dari Kasih sekarang setelah mereka sering terbuka. Kasih lebih leluasa meminta apa pun padanya tanpa ragu seperti dulu.

"Rumah yang mana? Just tell me and I'll give it to you, Wife."

"Aku kirim alamatnya sekarang, ya, Mas. Semoga Mas nggak keberatan."

"Iya, Sayang. Selama kamu yang minta nggak keberatan, kok."

"Oke, Mas. Aku udah sampai bawah. Nanti ketemu, ya, kita belanja. See you, Mas."

"See you, Kas."

Tidak lama sambungan telepon berakhir. Top mendapat pesan masuk berisi alamat rumah lengkap dengan penampakan rumah yang diinginkan istrinya. Kalau memang istrinya mau, dia hanya tinggal membelikan. Sudah lama tidak beli apa-apa setelah bercerai dari Asmara. Jadi, dia bisa menghabiskan uangnya untuk Kasih.

Pada saat yang sama, Top menerima pesan masuk dari Sera. Dia membaca beberapa informasi yang masuk. Top meminta Sera mencari tahu tentang Romi. Laki-laki itu punya kebiasaan menyewa perempuan bayaran dan sering menghamburkan uang. Tidak cukup itu saja, Sera memberikan informasi mengenai beberapa pegawai perempuan yang dilecehkan Romi. Informasi ini bisa menjadi senjata Top. Kalau sampai Romi macam-macam lagi, dia akan segera menghancurkan laki-laki itu sampai tidak tersisa.

Top hanya berpura-pura sabar sambil menunggu momen yang tepat untuk menjatuhkan senjatanya.

❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥

Jangan lupa vote dan komen kalian🤗❤️

Follow IG: anothermissjo

Coba sebutin kata yang tepat menggambarkan Top?😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top