Bagian 9

"Yang tadi itu gebetan lo, Ras? Kakak kelas? Kagak salah lo?"

Aras menoleh pada Gading yang bertanya. Yang dimaksud Gading adalah Fira. Ya, siapa lagi kalau bukan gadis itu, kan?

"Bukan."

"Lha? Terus siapa? Kayaknya nemplok mulu sama lo."

"Tetangga gue, satu kompleks rumahnya."

Rafif yang tadi diam, ikut menimbrung. "Nggak mungkin gak ada apa-apa, sih, kalau menurut gue," ujarnya.

Aras menaikkan bahunya tidak mau menanggapi dengan serius. "Emang nggak ada apa-apa," balasnya.

"Kalau nggak itu cewek yang suka sama Aras, paling Aras yang suka sama dia. Tapi, kayaknya opsi pertama lebih akurat dan terpercaya," kata Gading. Membuka kaleng susu yang bergambar beruang. Susunya itu tapi susu sapi, dan iklannya itu naga. Luar biasa.

Mereka saat ini ada di rumah Aras. Sejak pulang sekolah, mereka sama sekali tidak ada niat untuk pulang ke rumah masing-masing. Aras yang memang tidak keberatan, membiarkan saja.

Pulang tadi, Aras memang bersama Fira--karena berangkatpun dengan gadis itu. Hampir setiap hari, mereka akan berangkat dan pulang bersama. Kecuali, jika Fira memang tidak bilang pada Aras kalau ia minta dijemput.

Ya, semua itu memang karena permintaan Fira. Bukan semata-mata karena kesadaran Aras untuk menjemput gadis itu berangkat ke sekolah bersama. Setiap hari, Fira akan meneleponnya. Meminta dijemput saat pagi. Lalu, meminta untuk bertemu di parkiran ketika jam pulang datang.

Saat istirahatpun, kadang mereka bertemu di kantin. Jelas, lagi dan lagi Fira yang akan mendatangi Aras bersama Dhea.

Mendengar ucapan Gading, Aras terdiam beberapa saat. "Terus, masalahnya apa?" Tidak salah, kan, jika ia bertanya seperti itu?

"Jadi, dia yang suka sama lo? Bukan lo yang suka sama dia?" todong Rafif.

Danu asyik chat dengan para pacarnya. Jadi pendengar yang baik saja. Kalau butuh saran, pasti ia akan memberikannya dengan senang hati. Tunggu saja, pasti salah satu dari ketiga temannya akan meminta saran padanya tentang perbudak cintaan.

"Katanya," sahut Aras.

Gading nyaris tersedak. "Anjir lo, Ras, kaku amat!" komentarnya.

"Kan, udah biasa bareng, masa iya lo gak suka balik? Ya, meski kakak kelas, tapi dia kayak anak SMP, menurut gue lho ini," papar Rafif sambil membuka bungkus camilan.

"Kelakuan kayak anak SD," timpal Aras dengan gamblang.

Gading tertawa. "Terus, lo beneran gak suka sama dia?"

"Biasa aja."

"Suka atau nggak?"

"Biasa aja, Ding."

"Suka atau nggak, Aras?"

Aras merotasikan bola matanya. "Biasa aja!" tegasnya sekali lagi.

Gading menyenggol lengan Danu. "Nu," panggilnya. Danu langsung mendongak sambil menaikkan satu alisnya.

"Aras nggak ada bilang dia gak suka itu cewek, itu tandanya apa, Nu?"

Danu menatap Aras. Lalu, berucap dengan mantap. "Lo bakal suka sama itu cewek. Lihat aja nanti. Percaya atau nggak, ramalan gue pasti akurat dan terpercaya."

Setelah itu, Aras antara percaya dan tidak akan ramalan Danu. Si playboy yang pakarnya perbudak cintaan itu.

...

Fira sedang bermain ponsel di dalam kamar. Berbaring di atas kasur. Sedang menscrool akun Instagramnya. Melihat foto-foto makanan dan novel yang sedang masa Pre Order. Astaga, banyak sekali. Ia jadi bingung mau membeli makanan atau novel.

Makanan itu kebutuhan. Kalau novel itu keinginan. Makanan bisa membuatnya kenyang. Sedangkan novel hanya bisa membuat hatinya merasa puas, tapi perutnya akan kosong. Jadi, ia harus memilih apa?

Delivery makanan saja kah?

Daripada delivery, lebih baik mengajak Aras saja. Lebih tepatnya meminta lelaki itu untuk mengantarnya membeli martabak.

Fira tersenyum cerah. Dari Instagram ia beralih ke WhatsApp. Ada beberapa chat dari grup dan teman kelasnya yang lain. Namun, ia membiarkannya. Ia malah membuka room chatnya dengan Aras.

Di sana, chat terakhir yang ia kirimkan pada Aras, hanya dibaca saja oleh lelaki itu. Fira mendengus sebal. "Pelit amat cuma dibaca doang, dibales pake emoji love juga aku ikhlas, Ras," dumelnya.

Arasetan
Terakhir dilihat hari ini 18.05

Rassss
Arassssss
Yuhuuuuuuuu

Selang tiga puluh detik, ceklis biru terlihat. Fira mengerjapkan matanya tidak percaya. Astaga, Aras fast respon? Demi apa?!

Knapa, Ra?

Fira mengirimkan foto martabak yang tadi ia lihat di Instagram.

Enak banget ya, Ras? Kayaknya lumer bangett gtu lho di mulut

Aras online dan sama sekali tidak keluar dari room chatnya dengan Fira. Hingga Fira mengirimi chat lagi, tanda ceklis dua biru langsung terpampang. Fira menjerit tertahan hanya karena ceklis dua biru itu.

Kenapa? Karena bagi kaum perempuan, tidak ada yang lebih uwu selain ceklis dua biru dari orang yang mereka sukai.

Iya kali

Hah? Hanya itu balasannya?!

Jari Fira dengan cepat kembali mengetikkan balasan.

KOK 'IYA KALI' DOANG? KOK GAK ADA KATA LAIN?
APA KEK
MISAL:
ADUH IYA RA ENAK BANGET
KOK BISA SIH ADA MARTABAK SEENAK ITU? PADAHAL CUMA DILIHAT GAMBARNYA DOANG
BELI DI MANA RA?
Dan yang paling penting
Knpa ga ngjak aku beli mrtabak itu???????
Aras! Kamu tuh gak peka ya?

Fira dongkol. "Dasar berondong gak peka!" dumelnya.

Aras mengetik ....

"Awas, nih, awas, kalau balasannya ngadi-ngadi!"

Mau mrtbak?

"AAAAAANJIR! UWU BANGET, SIH, INI BERONDONG! GILA, GILA!! Fira memegangi dadanya karena merasa senang. Bibirnya bahkan tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Lalu, ia menghirup udara sebanyak-banyaknya. "Calm down, calm down, jangan norak, gini aja udah baper!"

Mauuuuuuuuuuuu😍

"Semoga peka, semoga peka!"

Belilah

Settt ... senyum Fira luntur. Ia mendengus kesal. "Sekali gak peka tetep gak peka!"

Anterinnnnnnnnnnnn

Ga mau

Mau beli sendiri tpi nnti ga di bolehin sma mama, anter ya? Pasti kalau sma kamu boleh☺

Emojinya jlek, kek yg ngirim

Arassssssssss!

Brisik Sapi!

Ayo, beli martabak!

Ga

👌

Lalu, Fira menghempaskan ponselnya begitu saja. Ia merubah posisi menjadi telentang. Menatap langit kamarnya. Berangan jika wajah Aras ada di sana.

"Bocah sableng! Gak peka! Berondong edan! Mati aja kamu sana!"

"Eh, jangan mati, nanti aku kangen!"

"Akh! Bodo amat, Arasetan!"

Fira terus mengoceh. Sampai beberapa menit kemudian, suara ketukan pintu kamarnya membuat ia menoleh. Berhenti mengoceh dan bangkit berdiri. Berjalan mendekati pintu.

"Kak."

Ada Mamanya di sana. "Kenapa, Ma? Aku udah makan, kok, disuruh makan lagi?"

"Sok tahu kamu! Itu, di depan ada Aras, nungguin kamu. Sana, pakai jaket, katanya mau beli martabak?"

"Hah?" beo Fira. Rahangnya nyaris jatuh ke lantai mendengar ucapan Mamanya.

Apa? Aras di depan? Menunggunya? Untuk membeli martabak?

ASOY! KALAU BEGINI CARANYA, FIRA SEMAKIN BERSEMANGAT MENUMBUHKAN CINTA PADA ARAS!

...

"Katanya gak mau ngantar, tapi ujungnya dateng ke rumah juga. Munafik kamu, Aras!"

Aras melotot mendengarnya. Ia menyentil kening gadis di depannya itu. Dirinya dan Fira sedang menunggu pesanan martabak mereka. Ruko kecil yang dijadikan tempat berjualan martabak itu nyaman. Meski bukan martabak yang Fira maksud tadi, tapi gadis itu tidak protes. Katanya seperti ini, "Gak papa kalau bukan martabak yang tadi, asal beli martabaknya sama kamu."

Tahu reaksi Aras? Nyaris gumoh. Lebay!

Fira dengan celana tidur panjang dan sweater pink, sandal rumah berbulu dan cepolan asal di rambutnya, gadis itu semakin nampak imut. Cantik. Aras awalnya nyaris terpesona. Tapi, karena kelakuannya yang tidak bisa ditebak, hanguslah sudah keterpesonaannya pada Fira.

Fira mengusap keningnya. "Kamu sentil kening aku mulu, sekali-kali hatinya dong, Ras!" ucapnya.

"Gak bisa!"

"Kenapa gak bisa? Alasan doang!"

"Kalau gue sentil hati lo, lo mau dibedah organ tubuhnya?" Aras menatap Fira dengan datar.

Fira tertawa. "Hahaha ... serius banget sih, Bang, santuy ngapa?"

Aras pening menghadapi Fira. Dan yang lebih membuatnya pening, kenapa dirinya harus ke rumah gadis itu dan mengajak membeli martabak?

Ada apa dengan dirinya?!

Seseorang tolong katakan sesuatu untuknya.

...

Jumlah word : 1177

Gimana part ini?👐

Ini aku ngetiknya nyender di mesin cuci. Di kamar mandi😭

Tuh, yg hatinya mau disentil, mau dibedah? Hahahaha

Vote dan komen yyawwww

Indramayu, 13 sep 20

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top