Bagian 8
"Bonyok lo keluar sama adik lo, tadi. Waktu gue ke sini, kebetulan mereka mau keluar, sengaja gak pamit sama lo katanya lagi capek dan tidur."
"Buat apa juga kamu ke sini? Gak ada yang minta dan gak ada yang nyuruh."
"Ayo, gue tepatin janji gue ke elo. Mumpung belum malem banget."
"Udah nggak pengin. Kamu pulang aja."
"Ra ...."
Fira menatap Aras yang duduk di seberangnya. Mereka masih ada di meja makan. Setelah Fira selesai makan, gadis itu tidak beranjak sama sekali. Niatnya ingin mengusir Aras, tapi hati kecilnya justru berkata lain--ingin Aras tetap di rumahnya.
Alih-alih pulang, Aras juga masih keukeh untuk menebus janjinya yang tertunda tadi siang. Lelaki itu pulang pukul lima sore, lalu langsung membersihkan diri. Baru setelah maghrib, ia menuju ke rumah Fira.
Tidak ia sangka, dirinya malah bertemu dengan orang tua Fira dan adiknya--yang ia kenal bernama Ibra. Mama Fira bilang, gadis itu masih ada di kamar, belum keluar sama sekali sejak pulang sekolah. Fira juga beralasan mengantuk, jadi Mama Fira tidak mau mengganggu. Berpikir jika Fira lelah karena banyak tugas di sekolah--karena gadis itu sudah kelas 12.
Namun, Mama Fira tidak tahu jika dirinyalah alasan kenapa anak gadisnya itu tidak mau keluar kamar.
Aras, boleh berpendapat seperti itu, kan? Menganggap jika Fira tidak mau keluar kamar karena memang kesal padanya?
Padahal, tadi siang Aras tidak ada bilang jika ingin membatalkan janjinya, hanya menunda. Karena Fira terlanjur pergi begitu saja siang tadi, ia tidak bisa mengatakan jika nanti malam saja menebus janjinya.
Dan, ya ... beginilah sekarang. Aras bahkan bingung harus bagaimana.
"Kamu pulang aja, Ras." Fira beranjak. Membawa piring dan gelas yang ia pakai tadi ke westafel. Ia menyalakan keran dan mulai mencuci.
Dari meja makan, Aras masih bisa melihat punggung Fira. Gadis itu ... kenapa aneh dan bisa membuatnya merasa seperti ini? Perasaan yang sulit untuk dijelaskan.
Apa ... dirinya mulai nyaman akan kehadiran Fira?
Hah? Tidak salah?
Ya ... mungkin, menerima kehadiran Fira sebagai teman, tetangga dan kakak kelasnya bukanlah hal buruk, kan?
Asyik melamun, Aras tidak sadar jika Fira sudah selesai mencuci piring dan gelas. Fira yang melihat Aras melamun itu langsung menyipratkan air ke wajah lelaki itu. Membuat Aras terkejut.
"Ra!"
Fira tertawa. "Ngelamun apa, tuh? Serius amat," ujarnya.
Aras mengusap wajahnya. Ia bangkit dan menyeret lengan Fira begitu saja. "Ayo!" ajaknya.
"Hah? Aduh! Ngapain, sih! Aku gak mau keluar rumah, Aras!"
Aras berhenti melangkah dan menjauhkan tangannya. Fira yang melihat itu langsung memegangi tangan Aras, menyatukannya kembali. Aras langsung melotot.
"Ra ...."
"Kan aku udah bilang, kalau udah digenggam, jangan dilepas!"
Aras merotasikan bola matanya. "Gue cuma mau nebus janji gue, sekarang. Dan, habis itu, beres!" paparnya dengan sedikit kesal.
"Tapi, aku nggak mau!"
"Mau lo apa, sih, Ra?" tanya Aras.
Fira menatap Aras dengan datar. Ia melepas genggamannya pada tangan Aras. "Kamu yang maunya apa? Tadi siang kamu sendiri yang gak mau nepatin janji, tapi sekarang malah maksa aku. Kamu yang harusnya tanya ke diri sendiri, apa mau kamu. Bukannya setelah tadi siang aku nggak ada lagi minta dan nyuruh kamu buat nepatin janji itu? Nggak ada, kan? Tapi, kenapa kamu malah di sini? Berlagak seolah kamu nyesel karena udah batalin janji kamu sendiri sama aku," paparnya dengan gamblang. Aras nyaris mati kutu.
Fira memegangi lengan Aras. "Aku cuma mau temenan sama kamu, meski pada nyatanya aku suka sama kamu. Kamu, kan, orang baru di sini, di sekolah juga, aku berpikir kalau kamu butuh teman. Salah kalau aku berpikir kayak gitu? Syukur-syukur, kamu sekalian jadi pacar aku, Ras."
Kalimat terakhir yang menjadi fokus Aras. Kalimat yang sebelumnya entah ia tangkap atau tidak. Lelaki itu menatap Fira yang tingginya hanya sebahunya saja.
Ck, gadis ini!
"Pacaran sama berondong? Lo waras?"
Fira menjauhkan tangannya. Ia menghentakkan sebelah kaki dengan kesal. "Jangankan berondong, udah aki-aki juga kalau suka ya suka aja, nggak mandang umur tua atau muda, Aras!"
Aras menekan pelipisnya. Pusing menghadapi gadis di dekatnya itu. "Pusing gue sama lo, Sapi!"
"Aku lebih pusing sama kamu!"
"Lo yang memusingkan!"
"Aku bikin kamu pusing? Berarti kamu terlalu banyak mikirin aku," kata Fira sambil menerbitkan senyum.
Gerakan tangan Aras yang menekan pelipis itu terhenti. Ia menatap Fira dan mendorong kening gadis itu. "Ngarep!"
Fira memukul lengan Aras. "Kamu nyebelin ya jadi manusia?" sungutnya.
Dengan enteng, Aras membalas, "Kalau setan itu ya elo!"
...
"Udah punya temen berapa di sekolah? Lima? Sepuluh? Dua puluh? Seratus?"
"Yang akrab cuma tiga."
Fira langsung tertawa. "Sedikit banget kayak populasi cowok jujur di dunia ini," katanya.
Aras menatap sengit pada gadis di sampingnya. Ini, Fira itu cewek jelmaan seperti apa, sih? Sudah banyak tingkah, suka merusuh, banyak bicara dan ini? Ceplas-ceplos sekali.
Memangnya laki-laki yang jujur di dunia ini sudah langka? Aras tidak percaya. Buktinya, ia hampir tidak pernah berbohong kepada orang tuanya. Selalu jujur. Ya, kecuali dalam keadaan mendesak ia harus berbohong, sedikit.
"Gak jelas," komentar Aras.
Fira kembali memakan es krimnya. Ia dan Aras ada di depan mini market dekat kompleks perumahan. Pada akhirnya, ia mengusulkan untuk ke mini market saja. Dirinya membeli es krim, sedangkan Aras minuman soda.
"Kamu tahu kenapa populasi cowok di dunia ini sisa sedikit yang menganut kejujuran?" tanya Fira.
Aras menaikkan satu alisnya. "Kenapa?"
"Karena kesadaran dari perasaan mereka nggak sepenuhnya terbuka. Emang bener kalau cowok selalu pakai logika daripada perasaan kayak cewek. Tapi, itu juga bisa jadi boomerang buat diri sendiri."
Fira menatap es krim cone di tangannya. Lalu kembali berkata, "Gampangnya, sih, gini, semenyakitkan apapun kenyataan yang bakal cowok kasih tahu ke cewek, ya bilang aja dari awal, jujur. Banyak banget yang meremehkan sebuah kejujuran dan itu bukan cuma tentang kejujuran soal perasaan suka atau sayang aja. Tapi, kejujuran tentang rasa bosan atau rasa hambar yang cowok rasakan dalam menjalin hubungan dengan cewek."
Aras terdiam. Ia dibuat bungkam oleh pemaparan gadis itu. Tidak menyangka jika Fira bisa berkata demikian. Emm ... Aras lupa jika Fira sudah berusia 18 tahun. Meski seperti anak kecil, bukan berarti Fira belum pernah merasakan bagaimana cinta monyet, kan?
"Lo ... pengalaman dibohongin?
Sial! Aras jadi penasaran!
Fira menganggukkan kepalanya. "Pernah, kok, tapi udah lumayan lama. Dua tahun yang lalu, lebih tepatnya."
Dua tahun yang lalu ... berarti saat gadis itu kelas 10?
"Waktu lo kelas sepuluh, Ra?"
Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya. Mungkin karena muka aku yang gampang ditipu dan polos, makanya dibego-begoin sama si Bego," ungkapnya.
Terkutuklah kamu Fira karena menyebut orang itu adalah si Bego.
"Jadi ... lo pernah pacaran?"
Fira terkekeh. "Pernah, hehehe ...."
Aih. Aras kira Fira gadis polos yang tidak tahu urusan cinta-cintaan. Tapi, ternyata ... luar tidak sama dengan dalam.
Ck! Sepertinya Aras sudah tertipu oleh wajah lugu dan polos gadis itu.
Tolong, bagi kaum perempuan, janganlah mempunyai wajah polos, tapi pengalamannya sungguh menakjupkan.
I hate my mind! jerit Aras dalam hati.
"Aku diselingkuhin."
Nyaris tersedak soda, Aras menoleh dengan terkejut. Ia menatap Fira yang sudah menatapnya. Apa katanya? Diselingkuhi? Yang benar saja! Astaga!
"A-apa? K-kok bisa?"
Fira terkekeh. "Kamu kaget?"
Kepala Aras mengangguk pelan dengan spontan.
Fira justru tertawa. Ia kemudian bangkit dari duduk. "Tapi bohong!" Gadis itu lalu berjalan menjauhi mini market. Meninggalkan Aras yang masih terkejut.
"Sapi!" teriak Aras dengan kesal karena ditipu oleh Fira.
Fira, gadis itu justru terbahak dengan senang. "Poor you, Aras!"
...
Jumlah word : 1189
Yg baca, suka dan dukung, jangan lupa vote nya yaaa. Cuma 1 detik kok, gak butuh tenaga sama sekali sampe bikin kalian capek wkwkwk
Indramayu, 12 sep 20
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top