Bagian 5
Menjelang sore, mereka ada di lapangan basket. Fira sudah berganti pakaian. Gadis itu memaksa Aras untuk menunggunya di teras rumah, sementara ia berganti pakaian. Jelas saja, itu setelah makan di depan kompleks perumahan. Ya, makan ketoprak di tempat biasa Fira beli.
Aras sudah menolak untuk bermain ke lapangan basket, tapi bukan Fira namanya jika tidak bisa memaksa dan mencegahnya untuk pergi. Ia perlahan mulai menerima segala tingkah laku Fira.
Bukan. Bukan karena Aras suka, tapi karena demi menyelamatkan stok kesabaran hatinya. Toh, selama dengan Fira, gadis itu memang tidak berlaku yang tidak-tidak. Ia berpikir jika Fira hanya ingin berteman saja dengannya.
Tapi, kalau berteman, kenapa menggebu-gebu?
Nah, itu yang Aras bingungkan.
Hah! Peduli setan. Itu tidak penting.
"Ajarin main basket!" titah Fira. "Fiks ajarin, no debat!"
Aras yang sedang bermain basket itu menoleh. "Sini," katanya.
Fira tersenyum cerah. Ia mendekat dan berdiri di samping Aras. Menatap lelaki itu yang tingginya melebihi tinggi badannya. "Tinggi kamu berapa, sih? Kayak tiang, tinggi banget."
Aras tidak menjawab. Ia malah memberikan bola basket kepada Fira. "Mulai," ucapnya.
Fira menatap bola yang ada di tangannya. "Mulainya gimana dulu? Kan, tadi aku minta diajarin, ya berarti diajarin, dong. Bukannya malah nyuruh mulai-mulai aja. Aku mana ngerti gimana mulainya!" dumelnya.
Aras mendelik. "Hih!" sungutnya.
Fira ikut mendelik dan menatap Aras tidak suka. "Dih, Aras! Yang bener!"
"Ya, kalau mulainya itu bolanya dipantul dulu ke lapangan, baru nanti dimasukin ke ring, Sapi!" geram Aras.
Fira mulai melunak. Ia menatap bola itu. Kemudian, ia memantulkan bola itu ke lantai. Bergumam, "Dipantul, masukin ring, oke."
Ia langsung memasukan bola itu ke ring tanpa aba-aba lebih dulu. Aras yang melihatnya sontak membulatkan kedua mata. Bola itu berbalik arah karena mengenai ringnya.
Dugh!
"Aras!"
Fira terkejut. Aras di sampingnya mengaduh kesakitan. Bola itu mengenai kepala Aras. Fira merasa kasihan karena lelaki itu meringis.
"Aduh, maaf, Aras. Aras ... maaf. Kan, nggak sengaja," tutur Fira sambil menarik kaus yang Aras pakai karena lelaki itu hanya diam saja sambil menunduk.
Tanpa menoleh, Aras berjalan ke tepi lapangan. Meninggalkan Fira begitu saja. Fira menatap bola basket itu dengan kesal.
"Ini gara-gara kamu! Makanya Aras kesakitan, kan! Hih!"
Lalu, Fira mengikuti langkah Aras.
Aras duduk di tepi lapangan. Ia menatap Fira dengan tajam. Apalagi saat gadis itu duduk di sampingnya, ia merasa semakin kesal.
"Sana, pulang!" usir Aras pada Fira.
"Kok ngusir?"
"Pulang!"
"Nggak mau!"
"Fira, sana!"
Fira menggeleng keras. Menatap kepala Aras yang tadi terkena bola. "Kepalanya kenapa-napa nggak?" tanyanya khawatir.
Aras mendengus. "Kalau nggak mau kepala gue kenapa-napa, lo pulang," balasnya.
Fira melemaskan kedua bahunya. "Kok gitu?" Ia mencolek lengan Aras. "Kan, tadi nggak sengaja, jadi wajar kalau kena kepala kamu. Ajarin lagi sekarang, ayo!"
"Nggak! Apaan, sih?!"
"Gak baik lho kalau nolak orang yang minta bantuan," ucap Fira. Masih berusaha untuk membujuk Aras.
"Sendirian aja sana."
Ya sudah! Oke!
Fira bangkit dan menghampiri bola basket. Ia mengambil bola itu dan berdiri menghadap Aras yang menatapnya. Dengan satu lemparan, bola itu nyaris mengenai Aras jika lelaki itu tidak mengelak.
"RASAIN! BIAR AJA KAMU KENA BOLA LAGI! SURUH SIAPA NGGAK MAU NGAJARIN AKU! BYE! RATUNYA BIDADARI MAU PULANG!"
Meninggalkan Aras begitu saja, Fira menggerutu sebal. "Berondong sialan! Awas aja, kalau sampai kamu gedebuk lope sama aku, tahu rasa! Bucin, bucin, dah tuh!"
Gadis itu tidak tahu jika di tempatnya, Aras sedang menahan diri untuk tidak menyusul dan mencabik-cabik wajahnya.
...
Pulang sekolah hari ini, Aras diajak oleh Rafif dan kedua temannya untuk mampir ke rumah Danu lebih dulu, sekaligus untuk mengerjakan PR matematika yang tadi diberikan oleh guru.
Sebenarnya, sih, alasan mengerjakan PR hanya tipuan semata. Kenapa? Karena pada nyatanya, setelah tiba di rumah Danu dan duduk melingkar di dalam kamar lelaki itu, mereka malah bercanda.
Ah ... bukan mereka. Lebih tepatnya Rafif, Gading dan Danu saja. Sedangkan Aras, lelaki itu mengerjakan PR. Sesekali ikut masuk ke obrolan teman-temannya.
"Nih, ya, Ras, gue kasih tahu. Danu ini, yang kelihatannya cool boy, padahal aslinya ... pret! Bulshit! Dia itu apa, Ding?" Rafif melempar kelanjutan ceritanya pada Gading.
Aras mendongak. Menunggu kelanjutan cerita tentang Danu. Memang benar, wajah Danu itu cool, sikapnya juga. Namun, tidak disangka jika Danu adalah seorang ... playboy(?) Aras menampilkan seringai sambil menggeleng kecil. Ada-ada saja.
"Danu ini adalah jelmaan playboy kelas kakap. Pacarnya di mana-mana selalu ada. Punya hape tiga, dan di tiap case hapenya itu dikasih nama pacarnya dia yang kesekian, Ras! Dan satu hape itu maksimal tiga orang," tutur Gading.
Aras menekuk alis. "Maksudnya, di tiap hape yang berbeda itu, Danu kasih nama di casenya supaya kalau chat atau telepon gak ketuker?" tebaknya mantap.
Rafif terbahak. "Anjir, iya kayak gitu! Sinting, kan, nih bocah?" Ia menunjuk Danu yang duduk di sampingnya.
Danu yang sedang menjadi topik pembicaraan itu hanya diam saja. Tidak mengelak atau menyangkal karena itu adalah sebuah fakta. Untuk membuktikan kebenarannya, ia sendiri memperlihatkan ponselnya pada Aras.
Aras membulatkan matanya. Sungguh, playboy yang sangat main bersih! Apa seniat itu Danu menjadi playboy? Ia tidak habis pikir bagaimana cara berpikir temannya itu.
Meski baru berteman beberapa hari, baik Rafif, Gading dan Danu sama sekali tidak mengucilkannya. Apalagi, mereka bertiga sudah berteman sejak SMP dan menerima kehadiran Aras dengan suka rela. Aras bersyukur karena itu.
Dengan sifatnya yang memang belum terlalu ekspresif, Aras hanya berharap jika ketiga orang itu paham bagaimana sifat dan sikapnya. Dan ia sama sekali tidak mau ikut campur urusan pribadi mereka kalau tidak ada yang bercerita.
Seperti sekarang. Ia sedikit tidak percaya akan fakta yang dibeberkan oleh ketiga pihak di depannya itu. Termasuk sang pelaku juga. Benar-benar gila.
Gading membalik ponsel Danu. Membuat case berwarna hitam polos itu menampilkan beberapa deret nama di tengahnya. Rafif yang memang receh, meski sudah melihat itu beratus kali, ia tetap tertawa. Disusul Aras yang terkekeh.
"Astaga, Nu, main bersih banget," komentar Aras dengan takjub.
Gading merangkul bahu Aras. "Ini cuma hape pacar-pacarnya Danu aja, Ras, ada lagi hapenya satu. Ini yang jimatnya Danu!" beber Gading dengan semangat.
Aras menoleh dan bertanya, "Ada lagi?" Rahangnya seakan ingin jatuh ke lantai karena tidak menyangka. Sebenarnya berapa pacar Danu? Astaga, ya Tuhan!
Danu merogoh saku celananya. Ia menunjukkan ponsel dengan case yang sama. Warna hitam. Bedanya, ponsel yang ini tidak diberi nama di casenya.
"Jadi, Ras, Danu itu sebenarnya sadboy."
"Hah?"
Aras tidak paham apa yang dimaksud Rafif. Tadi, bukannya Danu adalah playboy? Lalu, kenapa sekarang dibilang sadboy? Kepribadian ganda atau apa?!
"Danu itu punya sahabat, cewek. Nah, suka dah si Danu ke sahabatnya itu. Tapi, sahabatnya itu gak peka. Bukan gak peka sih, tapi nolak Danu. Mereka sahabatan udah lama, sejak kapan ya, Nu?" Rafif menyenggol lengan Danu.
Danu menjawab, "Sejak jadi zigot."
"Ajegile," celetuk Gading.
Meski sudah tahu alur kisah percintaan Danu, baik Rafif atau Gading masih suka membicarakannya. Seolah itu adalah hal yang menarik untuk dijadikan topik.
"Cuma, ya, karena dari kecil udah bareng, itu cewek nggak mau pacaran sama Danu karena kelewat sayang. Jadilah mereka nggak pernah pacaran, meski Danu setiap hari nembak tuh cewek."
Hoo ... seperti itu rupanya. Aras mengerti sekarang.
"Jadi, pacaran dengan banyak cewek cuma buat pelarian?"
Gading menepuk bahu Aras. "Pinter lo, Ras, sumpah!" pujinya dengan bangga.
"Iyalah, Aras pinter, emangnya elo? Goblok!" cibir Rafif.
Aras terkekeh. "Kalian bener temenan sejak SMP?" tanyanya.
"Apa? Temenan?"
"Gue? Temenan sama playboy dan si Otak Bodol ini?" Rafif menunjuk Gilang.
Otak Bodol adalah julukan Rafif untuk Gading. Sering disingkat menjadi OB.
"Kita mah musuh, Ras, pura-pura aja temenan." Danu mewakilkan isi hati Rafif dan Gading.
"Nah! Tuh, tuh, bener tuh!"
"Yeah, nice!"
Aras menganggukkan kepalanya. "Jadi, udah punya pacar semua? Lo dan elo?" Ia menunjuk Gading dan Rafif.
"Gue ada, bendahara kelas, itu pacar gue," kata Rafif.
Langsung disanggah oleh Gading. "Matamu pacar! Kagak dianggap mah iya!"
"Kalau si Gading, korban gagal move on," ujar Danu. Membuka kartu Gading rupanya.
"Putus gue, Ras, gara-gara beda SMA," curhat Gading. Mengingat sang mantan beserta kenangannya lagi.
"Kan, keliatan kan siapa yang goblok, Ras?" tanya Rafif.
Aras menjawab, "Goblok juga elo, Fif, sok merasa memiliki padahal dianggap keberadaannya aja nggak sama dia."
Gading dan Danu sukses terbahak.
"Sialan lo!"
...
Jumlah word : 1339
Gimana part ini? Makin klop atau aneh? Wkwkwk
Komennya dung gaisssss
Buat kalian yg nggak terlalu suka ada kata kasar, maaf ya, karena ini emang genre nya teenfic dan komedi, sengaja aku buat ada kata kasarnya. Tapi, aiu berusaha irit ngeluarin kata itu😭 gak baik juga
Buang buruk dan ambil yg baik ya❤
Makasih udah mampir💃
Indramayu, 10 sep 20
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top