Bagian 4

Jika Aras mau dan tega, ia bisa saja meninggalkan Fira saat jam pulang sekolah berbunyi. Atau, ia dengan teganya menyuruh Fira pulang sendirian. Namun, alih-alih melakukan itu semua, dirinya malah menunggu gadis itu di parkiran.

Ia memasukkan kedua tangan di saku celana. Beruntungnya tadi pagi ia memarkirkan motor di bawah pohon kersen yang lebat, jadi tidak terkena paparan sinar matahari langsung.

Ketiga temannya, Rafif, Gading dan Danu sudah pulang lebih dulu. Meninggalkannya di parkiran sekolah yang masih ramai akan lalu lalang murid-murid. Aras melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Gue bego apa gimana? Kenapa mau aja nunggu si Sapi kayak gini?" monolognya.

Di kantin sewaktu jam istirahat tadi, ia tidak sengaja bertemu Fira. Gadis itu mengancam padanya jika ia tidak mau menunggu di parkiran untuk pulang bersama. Mengancam dengan alasan membawa-bawa sang mama. Hilih, padahal Fira belum kenal dengan mamanya sama sekali.

Dan dengan bodohnya, sekarang ia malah menunggu gadis itu di parkiran. Catat, menunggu!

Tidak lama kemudian, Fira datang. Gadis itu mencari-cari keberadaan Aras yang memang berada paling ujung di parkiran. Ia sedang menyedot susu cokelat kemasan kotak. Gadis itu menyipit ketika matahari begitu silau saat mengenai matanya. Berharap jika Aras mudah ditemukan.

Aras menegakan tubuh ketika menemukan sosok Fira. Gadis itu mudah ditemukan karena sedang menyedot sesuatu dalam kemasan kotak yang ia tebak adalah susu. Aras mengangkat sebelah tangannya dan melambai. Memberi kode pada Fira jika ia berada di sini.

Fira bergegas mendekati Aras. Masih asyik menyedot susu kotaknya. Begitu sudah berada di dekat Aras, ia menyandarkan tubuh ke motor lelaki itu. Menjauhkan sedotan dari bibirnya.

"Tadi beli susu ini dulu, jadinya lama, maaf," ucapnya memberi tahu alasan kenapa ia lama menuju ke parkiran.

"Gak nanya."

Fira langsung menekuk wajahnya setelah mendengar balasan Aras.

Aras mengambil helm Fira. Kemudian ia memakaikannya di kepala gadis itu. Ia melirik ke wajah Fira sebentar. Mendapati wajah gadis itu yang menekuk, cemberut.

"Habisin susunya, baru pulang."

Aras menjauhkan tangannya setelah memakaikan helm di kepala Fira. Ia berdiri di samping Fira dan memperhatikan gadis itu yang tidak peduli pada ucapannya.

"Kalau minum itu duduk, jangan berdiri kayak gini," tegur Aras.

Lagi, Fira tidak peduli.

"Safira." Aras memanggil gadis itu.

Fira mencebikkan bibirnya ke bawah. Menoleh dengan cepat pada Aras dan menjauhkan susu yang sudah habis ia minum itu. Ia kemudian berdiri menghadap Aras karena posisinya tadi menyamping.

Fira menatap Aras dengan tatapan yang sulit di artikan. Aras bahkan kebingungan karena gadis itu menjadi sok serius.

"Apa?" tanya Aras dengan malas.

"Kamu caper banget, sih? Segala ngajak aku ngobrol. Sok-sokan ingetin aku ini-itu. Emangnya aku bakal peduli? Nggak, ya! Aku lagi ngambek sama kamu!"

Aras membulatkan kedua matanya. Gadis gila! Untuk apa dirinya cari perhatian? Terlebih lagi pada Fira? Ngawur!

...

"Aras!"

"Ras!"

"Arassssss!!!"

"Hah?"

Fira memutar bola matanya dengan malas. "Budek!" dumelnya sambil memukul bahu Aras.

"Lagi nyetir, gak denger, Fira." Ini Aras berusaha untuk tetap sabar menghadapi Fira.

Mereka ada di perjalanan pulang menuju rumah. Karena Fira tidak suka keheningan, maka ia terus berusaha untuk mengajak Aras mengobrol. Tidak peduli jika mereka sedang berada di jalan. Tidak peduli jika debu dan polusi akan masuk ke rongga mulut, lalu turun ke tenggorokan dan bertemu organ tubuh yang lain. Yang penting, kan, ia bisa mengobrol dengan Aras.

"Aras, makan ketoprak, yuk?" ajak Fira dengan mengencangkan volume suaranya.

"Nyokap udah masak!" balas Aras tidak kalah kencang.

Fira mendekatkan wajah ke samping kepala Aras. "Ya udah, makan masakan calon mertua gak ada salahnya juga, kan?!"

Tidak menyaut, Aras malah mengencangkan laju sepeda motornya. Membuat Fira refleks meremas ujung jaket yang Aras pakai. Senyum indah terbit di kedua bibirnya.

Mama mertua, i'm coming! jeritnya dalam hati.

Lima belas menit kemudian, mereka sampai di depan gerbang rumah Aras. Lelaki itu ternyata benar-benar membawa Fira ke rumahnya. Ia menyuruh Fira turun untuk membukakan gerbang. Dengan senang hati dipatuhi gadis itu.

Menaruh motor di bagasi, Fira mengekor saja. Masih asyik memandangi rumah Aras yang modelnya tidak jauh beda dengan rumahnya sendiri. Ia menunggu Aras yang sedang melepaskan helm.

"Padahal aku tadi becanda, lho, Ras. Kan, kita bisa makan ketoprak aja," ucap Fira.

Aras menaikkan satu alisnya sambil berjalan mendekat. Sebelah tangannya terangkat, menunjuk gerbang rumahnya. "Oh, becanda. Ya udah, silakan pulang," balasnya.

Fira melotot dan menghentakkan kakinya dengan kesal. "Gak ngerti basa-basi banget, sih, jadi manusia? Jelmaan apa kamu ini? Pangeran? Malaikat? Tapi, gak ngerti basa-basi juga ganteng, sih. Oke, bisa diberi toleransi!" rocosnya tidak jelas. Aras bahkan sampai menghela napas lelahnya.

Ya Tuhan, apa rencana-Mu sehingga ia harus berurusan dengan gadis seperti Fira?

Menyeret lengan Aras untuk segera masuk ke rumah, Fira lupa akan sesuatu. Aras membiarkannya, padahal ia sadar dan tahu. Masa bodo dengan gadis itu.

Lagi, Aras hanya ingin tidak peduli. Namun, kenyataan justru seakan membuktikan kebalikannya.

"Helm dilepas."

Mereka berdiri di pintu besar berwarna cokelat. Fira memegangi kepala yang masih memakai helm itu. Lantas menyengir kuda. Ia berdiri menghadap Aras setelah lelaki itu mengetuk pintu.

Padahal rumah sendiri, tapi karena membawa orang lain, Aras harus mengetuk pintu atau menekan bel.

"Lepasin, gak bisa sendiri," kata Fira.

Aras menghela napas untuk kesekian kalinya. "Apa, sih, yang lo bisa, Sapi?" geramnya.

"Mau tahu atau mau tahu banget?" goda Fira.

Melepaskan pengait helm, Aras menjawab, "Mau makan, laper!"

Pintu dibuka ketika Aras memegangi sisi helm untuk dilepaskan dari kepala Fira. Muncullah mamanya yang terkesiap melihat adegan yang belum pernah Aras perlihatkan.

"Aras, kamu ....?"

"Ma--"

Fira langsung memutar tubuhnya.

"Ya ampun, pacar kamu cantik banget!"

Harus berapa banyak lagi Aras menghela napas hari ini?! Ya Tuhan ....

....

"Oohh ... jadi Fira rumahnya di 103?"

"Iya, Tante. Besok aku ajak main, deh, ke sana."

Mama Aras terkekeh. "Emangnya kamu udah kenal lama sama Aras? Kok dia bisa sampai bawa kamu ke sini?" tanyanya penasaran. Pasalnya, baik Aras atau Fira tidak menjelaskan apapun tadi. Aras bahkan meninggalkan Fira begitu saja dengan Mamanya. Sedangkan dirinya pergi ke kamar untuk mandi dan berganti baju.

Tentang Mama Aras yang mengira jika Fira adalah pacar anaknya, ternyata salah. Aras tadi sudah memberi tahu akan hal itu.

"Baru hitungan hari, Tante, waktu Aras ada di lapangan basket taman kompleks rumah itu. Nah, dari sana aku kenalan sama Aras."

"Kenalan atau ngajak kenalan?"

Fira menyengir. "Ngajak kenalan. Lagian, ya, Tan, Aras itu cuek. Ya ... nggak cuek banget, sih, cuma pendiem dikit. Eh, pas udah kenal, lumayan ada kemajuan," terangnya.

Mama Aras tertawa pelan. Menepuk pundak Fira. "Aras emang gitu. Sama tante juga emang nggak terlalu banyak omong, tapi sebenernya kalau diajak ngobrol sesuatu yang penting, dia bakal asik diajak berpendapat, lho."

Fira mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oohh ... gitu, hehehe ...."

"Fira kelas berapa? Satu angkatan, kan, sama Aras?"

"Enggak, aku udah kelas dua belas."

Mama Aras membulatkan kedua matanya. "Apa? Dua belas? Dengan badan kamu yang unyu gini? Wajahnya juga?"

"Ma, jangan hiperbola. Dia itu kurang gizi," celetuk Aras yang tiba-tiba datang dengan Zara digendongannya yang sedang mengusap-usap mata. Adiknya itu baru saja bangun tidur. Saat ia ingin turun ke bawah, dari kamar sebelah, ia bisa mendengar suara rengekan adiknya yang memanggil nama sang mama.

"Sembarangan! Kalau mau dinotice, caranya jangan menghujat, Bang, kurang epict banget!" sembur Fira.

Mama Aras tertawa sejenak dan mengambil alih Zara dari gendongan abangnya. Zara masih mengantuk. Gadis kecil itu menempel dengan nyaman dipangkuan sang mama.

Aras menatap Fira. "Ayo!" ajaknya pada gadis itu.

Fira menoleh kaget. "Ke mana? Ngapain?"

Aras memutar bola matanya karena gadis itu banyak bertanya. "Keluar. Makan."

Fira beranjak dan berpamitan pada Mama Aras. Lalu mengelus pipi Zara sebentar sebelum akhirnya mengikuti langkah Aras yang sudah berjalan keluar rumah.

"Tadi, katanya mama kamu masak. Tapi, ini malah diajak keluar. Maksudnya apa, sih?"

"Diem bisa gak?" Aras menatap Fira dengan malas. Mereka ada di teras bagasi rumah.

"Nggak bisa. Tuhan ciptain mulut ya untuk berbicara!" balas Fira tidak mau kalah.

"Berisik, Fira."

"Aku, kan, nggak teriak. Dibagian mananya yang berisik?"

"Banyak omong juga berisik! Berisik itu bukan masalah teriak atau enggaknya."

Fira menatap Aras dengan datar. "Aras," panggilnya dengan pelan.

Aras menaikkan satu alisnya.

"Fiks, kamu emang caper sama aku. Udah mulai suka apa gimana?"

Tidak tahan lagi, Aras mencubit pipi gadis itu dengan gemas.

Apa? Gemas?

Ralat. Lebih pantas karena kesal dan jengkel. Catat itu baik-baik.

...

Jumlah word : 1357

Makasih vote, komen dan share nyaaaaa

Indramayu, 9 sep 20

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top