Bagian 12
Aras mengetuk jari telunjuk ke meja belajarnya. Ia menatap tumpukan buku-buku yang jarang ia buka--karena bukan buku pelajaran, lebih tepatnya ada komik juga di sana. Ia suka membaca komik daripada novel. Tidak seperti Fira yang suka membaca novel.
Aras sampai berpikir, kenapa tulisan sebanyak itu tidak pusing saat dibaca? Dirinya saja ketika membaca buku pelajaran dengan waktu lebih dari 30 menit, sudah pusing. Ini novel. Yang halamannya tebal. Hurufnya rapat-rapat juga. Kalimatnya berderet panjang.
Astaga. Membayangkannya saja sudah malas.
Kini, Aras sedang memikirkan satu hal. Hal tersebut yang mampu membuatnya sampai kepikiran hingga tidak tahu waktu. Menoleh pada jam yang ada di nakas samping tempat tidur, lelaki remaja itu berdecak kecil. Pukul 1 dini hari.
"Ck! Kenapa sih gue?"
Tahu apa yang ia pikirkan?
Fira.
Ya, gadis itu. Gadis 18 tahun yang sekarang sedang bersarang dalam pikirannya. Yang mampu membuatnya merasa bingung sekaligus ... entahlah. Sulit dijelaskan.
Masuk minggu ketiga, Aras diam-diam tahu bagaimana sifat dan karakter gadis itu. Namun, Fira nyaris suka membuat kejutan. Nyatanya, gadis itu memang mampu memutar dan membalik ekspresi atau perasaan yang sedang dirasakannya. Hal itu membuat Aras kebingungan. Tidak tahu kapan Fira senang dan sedih. Itu yang membuat Aras selalu memikirkannya.
Untuk apa ia memikirkan gadis itu? Apa dirinya punya alasan yang jelas karena sudah memikirkan tentang Fira?
"Sialnya, cewek kayak dia yang ekspresif, justru punya segudang rahasia di baliknya."
"Tapi, yang jadi masalahnya, kenapa dia seolah-olah nggak merasakan apa-apa, padahal katanya udah sakit hati sama mantannya?"
"Dan, kenapa dia bisa suka sama gue? Eh, tapi, apa itu akurat dan terpercaya?"
Aras menatap ponselnya yang berkedip. Ada notifikasi masuk. Dengan cepat ia membuka kuncinya. Di panel, ia bisa melihat nama Rafif terpampang di sana. Di grup WhatsApp yang beranggotakan dirinya dan ketiga temannya yang lain.
Rafif
Cewek kalau ngambek sukanya diapain?
Bjir, Aras melek lo?
Gading, gue tau lo lagi ngebucinin mantan, stop dulu!
Danu, Nu, kasih kultum Nuuuuuu
Gading
Bacyodddd
Danu
Hdap kiblat apa kga?
Aras tertawa membaca balasan Danu, dengan cepat ia mengetik, ikut nimbrung juga.
Aras
Pake sorban Nu
Gading
Wkwkwk, yok wudhu yok!
Rafif
Gue tanya serius, kampang! Jawab dulu ngapa, etdah
Gading
Lgian si Pia ngambek sma lo? Ksh aja kiss, muah, beres!
Aras
Bukannya Pia ga peduli? Dibujuk pake apaan jg ga bkal mempan, kan ga suka sama Rafif, lha gimana?
Danu
Aras pinter, titisan gue
Gading
Wah, a6 bgt lo Ras, ga nyangka gue satu server
Rafif
Serius anjirrrrrrrrrr
Bukan Pia ini mah
Beda lagi
Gading
Fak!
Aras
Rafif pinter, titisannya Danu
Danu
Mabok apaan lu, Fif
Gading
Paling mabok air panas
Danu
Bacyod
Aras
Mabok komik kali
Rafif
Ga guna juga gue tnya di grup ini👌
Ya udhlah, tidur kuy! Besok ulangan aanjerrrrrrr
Gading
Fif, anjer anjer mulu, mulutnya
Danu
Anjay gak boleh soalnya
Aras
Ulangan apa?
Gading
Bulshit itu, hoax
Mana ada ulangan
Rafif
Ada
Ulangan
Ulangan gue nembak si Pia
...
"Parah, sih, lo! Makanya, Fif, jadi orang itu yang solutif!" seru Gading sambil memukul meja. Lalu meringis, "Sshh, keras banget dah ini meja, sial!"
Danu menatap malas salah satu temannya itu. "Lagian, kayu mana ada yang lembek, Ding," katanya.
Rafif mengelus dadanya dengan dramatis. "Astaga, berdosa kamu, Sodikin," ujarnya pada Gading.
"Solimi." Danu meralat.
"Mang Oleh, atuh," timpal Aras.
Gading tertawa. "Yang lagi viral? Ngadi-ngadi emang itu si Mamang Oleh," tuturnya masih tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
Aras tertawa juga. Tawa renyah yang jarang keluar, mentoknya hanya kekehan kecil saja. "Nggak tahu juga, gue dikasih tahu sama Fira."
Rafif menoleh dengan terkejut. "Fira? Wow! Udah sejauh apa lo sama dia, Ras? Gue aja sama Pia masih gini-gini aja, lo udah ngegas duluan," ungkapnya.
Gading ingin menampol wajah Rafif, sungguh tidak tahan. "Lo mah jelas bertepuk sebelah tangan. Si Pia nya juga bodo amat sama lo, elo nya aja yang maju tak gentar ngejar dia," bebernya dengan santai.
"Bisa gak omongan lo diparut dulu biar halus?" Rafif mulai geram. Meski ucapan Gading tidak salah, tapi tetap saja ia tidak terima. Sialan!
Danu menepuk bahu Rafif. "Jangankan diparut, omongan dipegang aja gak bisa, Fif," ujarnya.
"Rajanya para cewek lho ini yang ngomong, Fif, bukan gue yang sadboy, ya." Gading tertawa melihat wajah Rafif yang makin memelas.
Aras geleng-geleng kepala. "Cewek, kan, banyak, Fif. Kenapa harus Pia?"
"Ya, karena gue suka sama dia. Bahkan gue punya rencana minta bantuan bonyok gue. Asal kalian tahu, bonyok gue sama Pia temenan," papar Rafif pada ketiga temannya. Beruntung kelas sedang sepi, jadi tidak akan ada yang mendengar pembicaraan mereka.
Jam istirahat sudah berlangsung sepuluh menit yang lalu. Alih-alih ke kantin untuk mengisi perut, mereka malah diam di dalam kelas. Jajan ke kantin sebentar--yang diwakilkan oleh Danu dan Rafif--lalu kembali ke kelas. Malas melihat suasana kantin yang panas.
"Bantuan apaan? Jangan cemen lo, Fif! Cewek tuh butuh diperjuangkan pakai usaha lo sendiri, bukan pakai campur tangan orang lain," kata Gading.
"Pantesan Pia nolak mulu, lo nya aja belum berjuang sampai pol!"
"Gini, Fif, meski gue gak pernah pacaran, apalagi perjuangin cewek apalah itu. Kalau pakai bantuan orang lain, kurang maksimal. Lo gak akan merasa puas. Bener, gak?"
Gading menjetikkan jarinya. "Nah, tuh! Contohlah Aras yang lagi pendekatan sama Fira tanpa bantuan siapapun, bahkan bantuan kita aja nggak."
Aras melotot. "Siapa yang lagi pdkt, hah?"
"Elo, kan?" Gading menaikkan satu alisnya.
"Nggak, Ding."
"Ngeles mulu kayak mau ujian biar pinter aja."
Astaga, tadi kan membicarakan Rafif, tapi kenapa ujungnya Aras yang kena?
...
"Dhe, kemarin-kemarin aku ketemu kak Dion, tahu."
Dhea menoleh sambil melotot kecil. "Sumpah? Di mana?" tanyanya penasaran.
"Di cafe deket sekolah itu. Waktu itu aku sama Aras, eh tahunya ada dia juga tiba-tiba dateng. Tahu apa yang dia lakuin?" Fira menopang dagu sambil menatap Dhea.
"Kasih tahu cepetan!" tuntut Dhea dengan tidak sabar.
"Masa, dia mau ngejelasin sesuatu, pengin ngomong sama aku. Dih, ogah banget tahu, Dhe. Setelah dua tahun dan dia baru niat bicarain masa lalu? Helaw! Dulu ke mana aja? Mati suri?"
Dhea tertawa dengan puas. Fira memang selalu begitu. Ceplas-ceplos. Apalagi jika sedang kesal. Semua kosa kata yang Fira keluarkan tidak pernah disaring lebih dulu. Dhea sudah terbiasa akan hal itu.
"Lanjut, Fir, seru keknya."
"Aku mau nangis sebenernya, Dhe." Nadanya terdengar sedih. Dhea benci ketika Fira memunculkan sisi lainnya yang jarang orang lain ketahui. Sisi di mana Fira yang masih ingat dengan jelas kilasan masa lalu kisah asmaranya dengan Dion.
"Meski kak Dion itu udah nyakitin aku, tapi aku juga nggak munafik kalau kangen sama dia, atau kangen masa-masa di mana aku sama kak Dion bareng. Aku pikir kak Dion tulus karena nggak pernah minta macem-macem. Eh, tahunya mah segala keinginan yang buat dia puas, disalurkan ke cewek lain. Ya, buat apa aku mempertahankan, Dhe."
Dion adalah cinta pertama Fira. Waktu kelas 10 dulu, Fira berpacaran dengan Dion yang notabenenya adalah kakak kelasnya yang sudah ada di tingkat 12. Dion mendekatinya. Layaknya orang pendekatan pada umumnya, perlakuan Dion membuat Fira meleleh. Akhirnya, dua bulan setelah itu, mereka berpacaran.
Lima bulan pacaran dengan Dion, Fira tidak merasa ada yang janggal. Dion selalu menjaganya, memberikan perhatian, peduli dan selalu menyayanginya. Namun, Fira memang belum tahu siapa Dion sepenuhnya. Pada akhirnya, Fira tahu jika Dion ... selingkuh.
Dan, alasan di balik Dion selingkuh itu berhasil membuat Fira amat sangat tersakiti.
Karena sudah tidak mau lagi melanjutkan hubungannya dengan Dion--meski sangat menyayanginya, keputusan Fira sudah bulat untuk putus. Ia memblokir semua akun sosial medianya yang bersangkutan dengan Dion. Mengganti nomor ponselnya juga. Mengubur semua kenangan manisnya bersama lelaki itu.
Hah! Sampah, bukan?
"Sampah kayak dia gak usah lo peduliin lagi. Menyesal atau nggaknya dia, itu urusan dia. Jangan sampai lo lengah, Fir, kalau sampai iya, awas aja!"
"Nggak bakal, kamu tenang aja."
"Cinta pertama itu terkadang emang menyakitkan, tapi cinta terakhir itu yang akan membahagiakan."
Beruntungnya Fira mempunyai teman seperti Dhea yang bisa mengerti dirinya. Kalau yang lain, sih, sudah pada mundur.
....
Jumlah word : 1308
Jangan lupa vote dan komennya🐄
Indramayu,, 17 sep 20
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top