CHATPER 30


Double up nih ^^

Aku tuh enggak akan pelit update kalau kalian gak pelit vote dan komen tau :p

Happy Reading...

7.5K vote dan 4K komen untuk next ke bab 31.

Semangat pren!



            Nadine memberontak tepat ketika Thalita mengungkapkan syarat tidak manusiawi tersebut. Cewek itu berusaha keras agar tangan dan kakinya lepas dari ikatan tanpa peduli bahwa kini hal itu membuat nya terluka. Mulut yang tersumpal, tidak membuat Nadine menyerah, dia berulang kali menggelengkan kepalanya atau kadang mendorong kain sumpal itu menggunakan lidah nya agar mau keluar namun hasilnya sama, sia-sia.

"Taka, lepas mulut dia," ucap Tahlita sebelum gadis itu menatap lagi pada Daniel dan Alex, "Gimana? Kalian pilih, pacar dan adik kalian yang di perkosa atau lo berdua yang merkosa Ibu Nad—"

"Bangsat lo Thalita! Lo gila! Gak punya hati!"

"Yeah, itu adalah gue, the new Thalita. Kejam, gila dan gak punya hati, dan itu semua persis seperti kalian," sahut Thalita santai dengan senyum lebar, "Dan rasanya kurang lengkap kalau gue nggak membuktikan gimana gila nya gue. Jadi, Daniel dan Alex, apa pilihan kalian? Lihat orang yang kalian cintai hancur atau menghancurkan?"

"Ta, jangan gini, ini bukan pilih—"

"AH! KAK ALEX TOLONG BELLA!" Pekikkan itu membuat kalimat Alex tergantung, cowok itu menatap khawatir pada ujung ruangan yang gelap. Tidak terlihat apapun, hanya saja ada bayangan yang sekilas di mana Alex seolah melihat adiknya sedang di cium paksa.

Melihat para penghianat itu hanya diam, Thalita memutar bola mata. "SENTUH MEREKA SAMPAI HANCUR!" teriaknya menggema. Tepat setelah ucapan Thalita rampung,saat itu juga Daniel dan Alex mendengar teriakan takut dan tawa menggelengar dari sudut ruangan. Mereka berdua juga bisa mendengar jelas, bahwa Kania dan Bella sama-sama meminta tolong dengan suara mereka yang nyaris hilang.

"Lepasin adik gue, dan gue bakal lakuin yang lo mau," ucap Alex parau.

"ALEX! BERANI LO NYENTUH IBU GUE! GUE BUNUH LO BERENGSEK!" maki Nadine tak terima.

Thalita terkekeh, "Fine. Lo, gimana, Daniel? Udah punya keputusan?"

"Lepasin Kania, gue bakal hancurin Ibu Nadine seperti yang lo pint—"

"DANIEL! LO NGGAK BISA KAYAK GINI SAMA IBU GUE!" Nadine meraung putus asa, "Ta, jangan gila! Jangan bawa-bawa orang yang nggak bersalah!"

"Nyenyenye gue nggak peduli," ejek Thalita. "Bagas, ayok cepat kasih minum Ibu nya Nadine. Kasian wanita tua itu, pasti haus," titahnya pada Bagas.

"TA! GUE SUMPAHIN LO MENDERITA SEUMUR HIDUP LO KALAU LO BERANI KASIH NYOKAP GUE MINUMAN ITU!" teriak Nadine. Dia jelas tahu air apa yang Thalita maksud. Itu pasti air yang sudah di beri obat perangsang.

"Makasih lho, udah doa'in. Baik banget, sih, bestai." Thalita membalas cuek, dia memberi kode mata agar Bagas segera meminumkan air itu. Bagas lagi-lagi patuh, dia kemudian membuka sumpal di mulut Ibu Nadine.

"Nadine, sayang, kamu di sini?" tanya wanita itu dengan suara bergetar.

"Iya, Bu. Nadine di sini, ibu jangan takut ya," balas Nadine. Namun percuma, Ibu nya tidak bisa mendengar suaranya karena telinga wanita itu masih terpasang earphone, "Bu, maafin Nadine, Bu."

Thalita memutar bola mata jenuh. "Udah nanti aja maaf-maafan nya, sekarang liat aja pertunjukkan yang lo idam idamkan, Bagas, cepat kasih minum wanita tua itu!" selorohnya tidak sabaran.

Bagas mengangguk, dia siap mencekoko Ibu Nadine namun terhenti ketika... "BAGAS! BAGAS! JANGAN! GUE MOHON BAGAS! KASIHAN IBU GUE! DIA UDAH TUA, GAK SEHARUSNYA JADI AJANG BALAS DENDAM, GUE MOHON GAS!" seru Nadine frustrasi di antara isak tangisnya. "Gue mohon Ta. Lepasin Ibu gue. Jangan bikin surga gue hancur, gue mohon, Ta. Please gue mohon..." pinta Nadine dengan telapak tangan saling Bersatu.

Bagas hela napas panjang, mendadak merasa iba melihat itu. Dia kemudian melirik Thalita, "Dia yang punya permainan, jangan mohon-mohon ke gue," katanya.

Nadie segera menatap Thalita, sorot matanya penuh permohonan, ada banyak air yang menggenang di pelupuk mata gadis itu. "Ta, gue mohon Ta. Jangan. Gue tahu lo orang baik, lo masih punya hati, jadi tolong lepasin Ibu gue," Nadine memohon, "Lo boleh hancurin gue Ta, gue sanggup gantiin posisi Ibu gue. Lo siksa gue aja Ta, gue rela. Tapi jangan Ibu gue, Ta. Dia malaikat gue, dunia gue, selain gue, ada kakak dan bokap gue yang butuh dia. Gue mohon Ta."

Thalita mengangguk-angguk, lalu dia duduk dengan bertopang kaki, "Okay, karena gue gue baik hati, gue bakal lepasin nyokap lo dengan dua syarat, pertama, cium kaki gue," tandasnya dengan seringai lebar. Tidak di sangka, Nadine justru langsung berjalan dengan lutut nya yang teruka berdarah-darah, walau kesusahan dan tampak kesakitan, akhirnya dia berhasil sampai juga. Dia langsung mencium ujung sepatu Thalita cukup lama. Badan gadis itu bergetak karena isak tangis yang belum reda.

"Udah, sekarang tolong lepasin Ibu gue," pinta Nadine.

"AKKHH KAK ALEX!" Pekikkan itu membuat atensi Thalita teralih, dia menatap Alex yang berusaha berontak lagi.

"Lo tenang, adik lo masih belum tersentuh. Mereka masih main-main," ungkap Thalita, "Dan buat lo, cewek nggak tahu diri. Syarat kedua buat gue lepasin nyokap lo adalah...," Thalita menjeda, hanya untuk bermain-main dengan Nadine yang amat putus asa. Gadis itu menyeringai senang seolah mendapat ide cemerlang. "Gue pengen lo loncat dari rooftop ini, sampai mati." lanjut Thalita.

Nadine langung menengadah, terbelalak, "Ta!" serunya tidak terima. Bagaimana bisa Thalita sekeji ini? Ini sama saja menyuruhnya untuk bunuh diri, "Ta, pleas—"

"Taka! Kasih wanita tua itu obat nya, dan kalian Daniel Alex, buka baju kalian dan siap-siap menikmat—"

"Okay, gue bakal lakuin," ucap Nadine dengan suara paraunya, "Gue bakal loncat dari sini, tapi kasih gue kesempatan buat peluk nyokap gue," pinta nya.

"Pilihan bagus," Thalita mengangguk menyetujui, dia kemudian turun dari kursi dan berjongkok di depan Nadine, "Nggak ada negosiasi lagi, setelah ini ya sayang." Peringatnya sambil membantu Nadine membuka tali ikatan di tangan dan kaki.

Begitu terlepas, Nadine seketika berdiri. Dia berjalan dengan kaki telanjangnya yang pincang, dia hampiri Ibu nya yang masih berdiri kebingungan, "Bu, maafin Nadine," bisiknya getir, Nadine bawa tubuh rapuh milik Ibu nya dalam pelukkan, "Kalau Nadine nggak ada nanti, ikhlasin Nadine ya. Ibu sehat-sehat ya di sini. Sebelumnya Nadine belum pernah bilang, bahwa Nadine sayang banget sama Ibu. Maaf ya, Nadine gagal jadi anak baik yang membanggakan. Semoga Ibu bisa maafin Nadine kalau nanti tahu yang sebenarnya,"

Thalita berdecak mendengar itu, "Percuma lo ngebacot, Ibu lo nggak akan dengar," katanya. "Sekarang, silakan jalan ke sana dan cepat lompat. Gue cuma kasih waktu tiga menit sebelum syarat gue ubah."

Nadine peluk Ibunya semakin erat lalu dia cium kening wanita itu sebelum kemudian Nadine berjalan menghampiri Thalita, "Gue..., minta maaf, Ta," ungkapnya, "Gue menyesal udah berbuat jahat sama lo. Gue terlalu di buta kan cinta sehingga gue jadi nekat ngelakuin hal-hal keji. Semoga suatu hari lo bisa maafin gue, ya, Ta."

Thalita mendengkus mendengar itu, renspons nya hanya mengedikkan dagu mengkode Nadine agar segera melakukan janjinya. Nadine yang paham pun segera memundurkan langkah sambil terus menatap ibu nya dan Thalita bergantian.

Thalita balas menatap, dia memerhatikan langkah Nadine yang semakin dekat dengan batasan roofop yang sudah berkarat dan separuh nya hancur, "Semoga lo bisa jadi orang lebih baik setelah ini, Nadine," ucap gadis itu dalam hati.

"Tolong jaga Ibu gue, ya, Ta!" teriak Nadine dengan suara bergetar, "Gue tahu, lo orang baik! Tolong rawat Ibu gue karena abang gue pasti bakal masuk penjara setelah ini! Anggap Ibu gue kayak Ibu lo sendiri ya Ta! Dia nggak salah apapun, jangan benci Ibu gue. Dan sekali lagi gue minta maaf. Semoga hidup lo lekas membaik setelah ini." Detik selanjutnya Nadine segera menjatuhkan dirinya dari atas sana sampai...

BRUUGGHH

Thalita memejamkan mata mendengar suara tersebut, Bagas, Taka, Ghani sontak menghela napas gusar, sementara Daniel, Alex dan Reno terdiam dengan wajah pucat pasi. Tidak menyangka sedikitpun bahwa mereka akan menyaksikan kematian dengan cara begini.

"Karena Nadine udah mengorbankan diri untuk selamatin Ibu nya, kalian jadi nggak usah repot-repot main sama wanita tua itu," ucap Thalita, "Itu artinya nggak ada pilihan lain, kalian berdua memang harus menyaksikan kehancuran pacar dan adik kalian."

"TA! LO UDAH JANJI NGGAK AKAN BIKIN ADIK GUE HANCUR!" teriak Alex menggelegar, "TA GUE BERSUMPAH GUE SENDIRI YANG AKAN BUNUH LO KALAU SAMPAI ADIK GUE TERSENTUH SEDIKITPUN!"

Tawa Thalita mengudara begitu merdu, dia bertepuk tangan sambil menatap Alex remeh, "Bunuh gue? Buat gerak aja lo susah!" bentaknya, "Okay, gue kasih pilihan, pilih mereka di perkosa atau mereka jatuh dari rooftop?" tanya nya dengan senyum lebar.

"TA!" Daniel menyuarakan keberatan nya, "Itu bukan pilihan! Lo nggak bisa setega itu!"

"GUE YANG PUNYA KENDALI DI SINI! DAN LO NGGAK ADA HAK BUAT NGATUR GUE SEDIKITPUN BAJINGAN!" sambar Thalita dengan rahang kembali mengetat, "Pilih sekarang, karena gue nggak akan berbaik hati buat kasih pilihan lagi."

"Satu..."

"Dua..."

"Tig—"

"TA!"

"Oke hancurkan mereka seudah itu buang mereka dari atas rooftop!" putus Thalita sadis.

"Arrgghh Kak Alex!" Suara Bella yang berteriak membuat Alex panik. Lebih panik lagi karena dia tidak bisa melihat apa yang lelaki itu lakukan pada Bella sampai adiknya menjerit, "KAK ALEX ARRGGHH!"

Alex menjatuhkan diri sendiri, sehingga tubuh cowok itu tersungkur ke depan, sementara kursi masih menempel di punggung nya. Cowok itu segera bersujud di ujung sepatu Thalita, mata Alex basah. Hati nya sakit mendengar jeritan dari adik nya yang terdengar jelas. "T-ta gue mohon, Ta. Lo cewek, lo pasti hancur kalau lo ada di posisi adik gue."

"Well, gue udah pernah ngerasain kehancuran itu kalau lo lupa, so, gue nggak mau peduli sekarang," ungkap Thalita.

Daniel menunduk. Kembali terbayang aksi bejad nya terhadap Thalita. "Maafin gue Ta. Maafin gue. Tapi dengan lo yang balas dendam sama orang yang gak ada sangkut paut nya. Itu gak adil."

"Gue gak peduli ini adil atau enggak. Karena yang gue pengen itu liat lo rasain, gimana hancur nya gue saat lo tertawa ketika ngelecehin gue.." kata Thalita sambil menghapus kasar air mata nya. "Lakukan dengan cep—"

"Apa yang harus gue lakuin supaya lo lepasin mereka Ta?" tanya Alex parau. Cowok itu menatap Thalita penuh permohonan.

Thalita menyeringai. "Ghani, buka ikatan mereka."

Dengan gesit, Ghani melepas ikatan tangan dan kaki Daniel serta Alex dari kursi. Alex segera bangun, namun kaki nya kebas akibat terlalu lama di ikat membuatnya jatuh kembali.

"Satu langkah lo lari, gue pastiin. pacar lo rusak dan hancur." Thalita mendesis memperingatkan Daniel yang masih sempat ingin kabur.

"Apa yang harus gue lakuin?" tanya cowok itu.

Thalita menunjuk pagar besi rooftop yang sudah tidak utuh. Pagar itu di buat sebagai batasan. Dulu, Thalita menaiki batasan itu dan melompat dari sana. "Loncat ke bawah." ujar nya lugas. "Lo mau adik dan pacar lo selamat?" Thalita menatap Alex dan Daniel bergantian. "Gue bakal kasih syarat yang sama persis kayak Nadine. Lo berdua loncat dari sana, dan semuanya selesai."

"Ta! Lo gila! Gue ga—"

"Hancurkan dua cewek itu sekarang. Jangan di beri amp—" Thalita tidak melanjutkan kalimat nya ketika Alex berlari dengan lutut untuk sampai di perbatasan rooftop. Gadis itu menyeringai.

"Gue bakal loncat, tapi lepasin adik gue!" teriak Alex.

"Lo loncat baru gue lep—" Alex melompat dari atas sebelum Thalita menyelesaikan kalimat nya.

BRRUUGGHHH

Mendengar itu, Thalita tertawa kencang. "Lo? Mau gimana Daniel sang bajingan?"

Daniel menatap Thalita tidak percaya. Jelas, Thalita sungguh kejam saat ini. "Ta, kita bisa bicarain ini baik bai--"

"Aakkkhhh!"

"Kania!" Daniel berteriak histeris. "Ta amp--"

"Loncat, atau hidup dia hancur?!" ancam Thalita.

Daniel menunduk putus asa. Ancaman Thalita tidak main-main. Untuk itu, Daniel merangkak untuk sampai pada pembatas rooftop. Daniel berdiri dengan susah payah. "Gue bener-bener minta maaf pernah berbuat jahat sama lo Ta." setelah nya, Daniel memundurkan langkah. Dalam hitungan milidetik, tubuh cowok itu terjun, dan suara benturan keras di bawah kembali terdengar.

"Lo!" Thalita menunjuk Reno yang sejak tadi sudah pucat pasi dalam duduk nya. Gadis itu menatap sendu pada cowok yang mempunyai garis wajah sama dengan nya. "Apa nama ayah lo, Firman?" tanya nya.

Reno mengangguk. "K-kenapa lo tahu?"

"Gue adek lo," ucap Thalita getir. "Sungguh takdir yang lucu. Gue hampir di perkosa oleh kakak gue sendiri."

Reno menatap Thalita bingung. "L-lo ngomong apaan?!"

"Gue Angela Hermawan." kata Thalita pelan. "Gue anak dari Firman Hermawan. Ayah lo."

Thalita lalu menunduk. "Gue gak bisa berbuat apa-apa sama lo walaupun gue ingin." ujar nya. Lalu gadis itu mendongak, memerhatikan Ghani yang tengah melepas ikatan tali dari tubuh Reno. "Sekarang lo pulang, mungkin di rumah lo sekarang ada polisi yang nunggu. Gue udah laporin soal kasus lo yang pemake dan pengedar obat terlarang. Pergi, tanggung jawab atas apa yang udah lo lakukan, dan belajarlah buat hidup lebih baik di sana."

Walau bingung, Reno tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan kaki terpincang, cowok itu berlari. Meninggalkan Thalita yang menatap sendu. "Ghani, ikuti dia. Pastikan dia enggak lepas sampai gue tuntut dia lagi."

Setelah mengangguk, Ghani pergi dari hadapan Thalita.

Lalu gadis itu berjalan ke meja di ujung ruangan. Mematikan rekaman suara Bella dan Kania, sebelum kemudian Thalita mendekat pada para sandraan nya, "Kalian bisa pergi," ucapnya pada dua lelaki berbadan kekar yang sedari tadi diam bersembunyi di balik pilar menjaga sandraan nya dengan baik dan aman tanpa di sentuh sedikitpun.

"Maafin gue, kalian pasti ketakutan," ucap Thalita selagi sibuk melepas kain yang mengikat mata dan membuka earphone di telinga Kania, "Lo nggak apa-apa?"

Kania menggeleng dengan senyum ramah, "Gue nggak apa-apa," jawabnya. "Ini udah selesai?"

"Bella, are you okay?" tanya nya kemudian pada Bella.

"I'm okay, kak."

Thalita menangguk dia tatap kedua gadis di depan nya dengan teliti, memastikan bahwa mereka benar baik-baik saja, sebelum kemudian Thalita berbalik badan. Dia hendak melangkah pergi, namun tangan nya tertahan oleh pegangan Bella. "Maafin abang aku, Kak." bisik gadis itu tulus.

Thalita terdiam, lalu mengusap puncak kepala Bella dengan pelan.

"Antarin mereka ke bawah Gas."

Bagas mengangguk, lalu segera memapah kedua gadis itu untuk pergi dari sana.

Setelah kepergian Bagas yang di ikuti Taka, Thalita kemudian menghampiri Ibu Nadine. Dengan lembut dan hati-hati, dia melepas earphone di telinga wanita itu lalu melepas ikatan tangan dan kaki, "Maafin Tata, ya, Tante." Bisiknya penuh sesal.

Ibu Nadine menggeleng sambil tersenyum hangat, "Harusnya Tante yang minta maaf karena nggak becus mendidik Nadine sampai dia jadi anak yang licik dan jahat, Ta. Tante nggak nyangka, anak tante bisa berbuat sejauh itu. maafin Nadine, ya, Ta?"

Thalita terdiam, lalu tanpa memberikan tanggapan yang berarti, dia membawa Ibu Nadine ke dalam pelukan, "Ibu sekarang pulang ya, di antar, Ghani. Tata udah siapin teh herbal manis hangat kesukaan Ibu di mobil, Ibu minum, terus tidur. jangan mikirin apapun ya?" Gadis itu lalu melirik Ghani sebagai kode, Ghani segera menghampiri dan kemudian pergi memapah Ibu Nadine untuk meninggalkan Thalita sendirian.

Setelah tidak ada siapa-siapa, Thalita memilih duduk di kursi tepat di hadapan api unggun yang masih menyala. Dia memejamkan mata dan apa yang dia bayangkan adalah kejadian di mana dia di bully, di hianati teman dan di lecehkan, kemudian bayangan nya beralih pada kejadian tadi, di mana dia berusaha untuk membalaskan dendam.

Hatinya terasa nyeri tatkala bayangan Nadine yang menangis, Daniel dan Alex yang memohon singgah di kepalanya. Tidak ada sedikitpun rasa senang walau dia tadi berusaha tertawa dan terlihat puas. Dugaan nya, yang sempat berpikir bahwa dia akan senang karena berhasil membalas dendam ternyata tidak terjadi. Thalita malah merasa bersalah dan hatinya terasa sesak di himpit sesuatu tak kasat mata.

Satu hal yang dia pelajari hari ini, bahwa balas dendam bukan lah hal yang baik. Kejahatan tidak seharusnya di balas dengan cara yang sama. Yang perlu dia lakukan hanya coba terima dan berusaha berpikir bahwa setiap kepahitan hidup yang Tuhan berikan pasti ada kemanisan yang kelak akan dia terima. Tentang hukum dan karma, biar pihak berwajib dan tangan Tuhan yang bergerak, kalau di beri keberuntungan, mungkin Thalita bisa melihat sendiri bagaimana orang jahat yang telah menghianati nya hancur oleh karma. Tapi kalau tidak, pun, tidak apa-apa. Karena dia selalu percaya dengan pepatah yang mengatakan 'Apa yang kita tanam itu adalah yang akan kita tuai di hari nanti.'

***

Thalita memijakkan kaki nya di lantai setelah menapaki undakan tangga terakhir. Gadis itu lalu berjalan ke tengah lapangan. Di mana ada Daniel, dan Alex yang sedang memeluk gadis nya masing-masing. Sementara Nadine memeluk Ibu nya dengan tangis yang begitu keras.

"Makasih Ta," ucap Alex tulus begitu Thalita sampai pada mereka. "Gue janji, akan pertanggung jawabkan apa yang udah gue perbuat sama lo."

Daniel ikut menyetujui, cowok itu mengangguk. "Gue bener-bener minta maaf. Dan berterima kasih karena berkat lo, gue sadar, gak seharusnya gue berbuat jahat. Apalagi tanpa alasan."

Thalita hanya mengedikan bahu tak acuh mendengar itu.

"Ka Tata, kalau Bella main ke rumah kaka nanti. Boleh?" tanya Bella, ada nada ragu yang Thalita tangkap dari suara gadis itu.

Thalita mengangguk, dengan senyum tipis. "Lo juga boleh," kata nya pada Kania yang terdiam.

"Maafin Daniel Ta, gue... Gue..." Kania menghmpirinya dengan kalimat terbata.

"Gue udah maafin. Tapi gak bisa lupain." kata Thalita. "Sama dengan apa yang gue lakuin ke lo semua. Lo mungkin bisa maafin gue, tapi gak bisa lupain kejadian mengerikan tadi." Ucap Thalita melirik semuanya.

Kania menggeleng. "Gue gak apa-apa. Nggak ada hal mengerikan tentang kejadian barusan. Gue sama Bella baik-baik aja, Ta," jawan Kania. "Gue juga nggak takut karena sedari awal udah di kasih tahu gimana rencana nya."

Thalita hanya mengangguk saja sebagai respons.

Lalu atensi mereka semua beralih karena pergerakan tiga cowok preman tadi. Mereka sedang memindahkan trampolin bundar berukuran cukup besar untuk di bawa ke belakang.

Trampolin itu memang sengaja di simpan tepat di bawah rooftop. Alat yang menjadi penyelamat untuk Nadine, Daniel, dan Alex saat melompat tadi.

Ya. Thalita menyelematkan mereka. Thalita tidak setega itu untuk menghilangkan nyawa manusia. Thalita hanya ingin Daniel dan yang lain merasakan apa yang dia rasa. Mungkin memang sedikit kejam, tapi semoga hal itu membuat mereka jera.

Setelah bertukar kata, yang di akhiri dengan Thalita yang sekali lagi meminta maaf pada Bella dan Kania juga Ibu Nadine. Mereka semua akhir nya bubar.

Bagas membawa pulang Daniel, Alex, Kania dan Bella setelah sebelum nya memesankan taksi untuk Thalita. Sementara Taka mengantar Nadine dan Ibu nya.

Maka di sinilah Thalita sekarang, duduk di dalam mobil taksi yang membelah jalanan Jakarta di malam hari. Hati gadis itu kini terasa lapang. Lega, dan tidak ada dendam lagi di dalam nya.

Namun, masih ada satu yang menganggu pikiran nya kini.

Arion,

Cowok itu masih marah pada nya.

Thalita meraih handphone nya. Sedikit terkejut ketika menemukan pesan nya penuh dengan beribu-ribu chat. Ternyata, di group chat sekolah nya, kini sudah tersebar Video dan foto percakapan Nadine dengan Daniel tentang rencana pelecehan Thalita.

Bukan hanya itu, ada kabar lain yang tak kalah mengejutkan yakni, meninggalnya ayah Selia yang memang sudah sakit jantung dari lama, sore tadi. Katanya, pemakaman akan di laksanakan besok, dan sepetinya Thalita harus hadir ke sana.

Mengabaikan gosip di sekolah setelah dia mengirim pesan turut berduka cita pada Selia, Thalita kemudian memilih menekan satu kontak yang seharian ini menganggu pikiran nya.

Arion.

Gadis itu membuang napas frustasi kala Arion tidak juga mengangat telepon nya. "Pak! Ganti alamat nya ya," kata nya pasa supir taksi.

"Baik mbak, mau kemana?"

"Ke rumah sakit Jakarta." jawab Thalita.

Hati nya tidak tenang, kalau bayi besar nya itu masih marah.

***

To be continued...

Published; August 05, 2021.

Jadi aku bacain komentar kalian, dan cukup banyak yang menyayangkan perbuatan Thalita.

Ya, Thalita memang kejam, dan aku gak ngerasa keliru dengan alurnya karena kalau kalian baca deskripsi cerita Tata, jelas disana ada tulisan 'Thalita sekarang adalah Thalita yang hidup untuk dendam. Thalita yang berani dan tidak punya hati."

So? Dimana salah nya memang? Karena sudah jelas dari awal Tata bakal berubah jahat ^^

Dan jahat Tata itu berasalan. Dia ingin orang yang bikin hidup dia hancur, ngerasain hal yang sama.

Tapi cara Tata salah kak. Bella sama Kania kan gak salah.

Lah, memang waktu Tata di lecehkan, dia ada salah sama Daniel dan yang lain? Enggak kan.

Kalau Tata balas dendam nya secata langsung sama Daniel, Alex dan Reno. Itu gak ada apa-apa nya. Mereka cuma bakal sakit fisik karena di siksa, terus dihantui rasa menyesal, di penjara, udah deh kelar.

Beda cerita, kalau Tata ambil tindakan nya dengan menggunakan orang terdekat mereka. Di jamin langsung kena mental ^^

Aku gak membenarkan sikap Tata yang jahat ini, tapi kalau aku jadi Tata. Aku pasti bakal lakuin hal yang sama :)

Nah sekarang, udah lega nih, gak ada dendam-dendam lagi gais. Tinggal urusin Arion yang lagi pundung.

Itu Tata juga udah tau ya bapak kandung nya siapa. Dan Reno adalah kakak nya. Ini nanti ada penjelasan nya, di chapter depan ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top