CHAPTER 28
Hai,
Baik gak sih aku, belum nyampe target udah update? 😋
Terakhir kali update cepet nih, mulai chapter depan mah update nya lima sehari sekali aja sambil ngumpulin komen seribu 😂
Happy Reading...
***
Thalita tersentak kecil saat merasakan tangan besar Adi meraih tengkuk kepala nya untuk memperdalam ciuman, dengan usaha keras, akhirnya Thalita bisa menjauhkan wajah nya dari jangkauan lelaki itu.
Dengan napas yang masih tersengal, Thalita mengusap wajah gusar nya. Astaga. apa yang dia lakukan? Bisa-bisa nya ia terbawa perasaan. "Ta," suara Adi membuat Thalita menoleh, menemukan lelaki itu menatap bingung.
"Sorry, gak seharusnya kita kaya gini. Gue terbawa perasaan." Thalita menyugar rambut nya yang berantakan akibat ulah Adi. Mata nya menemukan raut wajah Adi yang semakin kacau saja. Thalita hela napas panjang. "My bad. I'm sorry." Gadis itu lalu beranjak dari kasur Adi. Mengabaikan Adi yang terus bertanya kenapa. "Gue balik."
"Ta tunggu, masih banyak yang harus kita bicarakan."
"Gak ada Adi. Hubungan kita udah selesai." Tutur Thalita lugas. "Gue bakal bujuk Papi supaya kerja sama perusahaan bokap lo bisa di perpanjang. Gak seharus nya urusan kerjaan di bawa ke dalam urusan pribadi."
Adipati geram. "Bukan itu yang gue mau Ta! Gue gak peduli tentang perusahaan. Gue mau lo." Ucapnya. "Gue sayang sama lo, Ta. Begitupun lo. Omong kosong kalau lo bilang lo gak sayang sama gue!"
Thalita menatap Adi kesal. "Sekalipun ucapan lo benar, hal itu gak bisa merubah keputusan gue Di. Gue gak bisa pertahanin hubungan yang rusak ini." kata nya. "Perselingkuhan lo sama Shenina, hal yang paling menyakitkan sekaligus nggak termaafkan."
"Ta, kasih gue kesempatan."
"Gue selalu kasih kesempatan Di. Satu tahun gue diem, gue bertahan, berharap lo bisa sadar dan pulang ke gue. Tapi, lo gak pernah pulang Di. Jangan salahin gue, karena gue juga capek."
"Ta, gue mohon. Gue janji, enggak akan nyakitin lo lagi." Adi memelas, menatap Thalita penuh harap. Dirinya tidak bis ajika harus kehilangan Thalita. "Gue mohon. Gue udah tinggalin Shenin—"
"Shenina hamil," sela Thalita. "Anak lo." Adipati terhenyak. Menatap Thalita dengan raut tak percaya. "So, jangan ganggu gue lagi."
"Ta! Dia bohong," Adipati berucap geram. "Dia itu licik, dia pasti lagi rencanain sesuatu biar gue sama lo pisah lagi. Ta, jangan percay—"
"Sayang nya dia gak bohong. Dia bener-bener hamil anak lo."
***
Pagi sekali, Thalita sudah berada di loby rumah sakit dengan ponsel tertempel di telinga. Dari semalam, nomor Arion tidak bisa ia hubungi. Membuatnya khawatir.
Setelah kemarin malam Tahlita pulang dari rumah Adi, gadis itu langsung pulang ke rumah. Pikiran dan hati nya sedang kacau, dia butuh waktu sendirian. Itulah sebab nya ia tidak datang ke rumah sakit, padahal Thalita sudah berjanji pada Arion.
Thalita berdecak kesal saat panggilan justru di alihkan pada operator. Setelah keluar dari lift, buru-buru Thalita mengayun langkah dengan lebar. Ada Anita yang ternaya baru saja keluar dari kamar inap Arion, ketika gadis itu sampai. "Tante," Thalit menyapa ramah seperti biasa.
Anita menatap Thalita datar. "Ada apa Ta?" tanya nya.
Jujur saja, Thalita sedikit terkejut atas respons dingin yang wanita itu berikan. "Arion udah bangun?" tanya nya.
"Udah, lagi sarapan." Anita menggeser badan nya. Menyediakan tempat untuk Thalita mengintip dari pintu berkaca. Gadis itu mengkerut kening, ketika melihat seorang gadis yang membelakangi nya, sedang menyuapi Arion.
"Itu.."
"Nadine." Jelas Anita tanpa di minta. "Dia memang nginap disini semalam."
Tanpa bisa di cegah, rahang Thalita mengetat. Gigi nya bergemeretak sampai terdengar. "Kenapa tante biarin dia masuk?"
Anita terkekeh. "Kenapa lagi? Arion butuh teman. Dia nunggu kamu semalaman." Katanya dengan lambat. "Saya lupa, kamu lagi sama tunangan kamu di kamar nya." Itu jelas sebuah sindiran, Thalita tidak bodoh untuk menangkap nya. Anita pasti tahu sesuatu yang terjadi antara dirinya dan Adi kemarin malam. Dan dalang nua pasti Nadine.
Dengan geraman tertahan, Thalita hendak masuk kedalam. Namun, Anita lebih dulu menghalangi di pintu. "Jauhi anak saya, Thalita." Katanya dengan desisan. "Saya gak mau, Arion merasakan sedih lebih lama. Dia sudah cukup menderita karena kamu, jangan sampai dia patah hati karena kamu juga."
"Tan, aku bisa jelasin." Kata Thalita. "Tolong, aku harus ketemu Arion."
"Arion yang larang kamu masuk," ungkap Nirina, membuat Thalita tertegun.
"Gak mungkin,"
"Dia tahu, kalau semalam kamu menghabiskan waktu sama Adi. Termasuk tentang berciuman di kamar dengan tunagan kamu yang bahkan sedang gak pakai baju." Jelas Anita. Rahang wanita itu menegang, sementara mata nya menatap Thalita tajam. "Tolong, jangan egois. Jauhi Arion, dan jangan datang membawa harapan untuk dia Thalita. Anak saya terlalu baik untuk kamu sakiti."
Melihat sorot mata Anita yang kecewa, membuat hati Thalita mencelos. Namun gadis itu juga tidak bisa berbicara apapun. Bahkan Thalita hanya diam saat akhirnya Anita masuk ke kamar, dan bergabung dengan Arion serta Nadine.
Hati Thalita terasa panas, dan nyeri kala melihat ketiga orang itu tertawa. Entah karena apa, yang pasti itu adalah sesuatu yang lucu dan menyenangkan karena berhasil membuat Arion tertawa. Thalita masih mengintip di jendela ketika mata nya bertemu tatap dengan mata Arion, sungguh mengejutkan ketika lelaki itu langsung membuang muka.
Hal yang lebih menyakitkan lagi adalah saat Nadine mendekat pada pintu, dan menarik tirai untuk menutupi kaca. Tangan Thalita terkepal erat. "Gue bakal balas semua yang lo lakuin ke gue," desis nya tajam.
***
Tidak langsung pulang kerumah setelah dari kamar inap Arion, Thalita lebih memilih mengujungi kamar inap Shenina yang berada tepat di lantai bawah kamar lelaki itu. Entah apa yang membuat kaki jenjang nya mengayun kesana. Ada sedikit rasa khawatir kala membayangkan Shenina sendirian di dalam sana.
Dan benar saja tebakkan nya, saat Thalita masuk, Shenina sedang melamun sendirian. "Hey bitch." Sapa Thalita membuat Shenina mendengkus tapi tidak memprotes.
"Lo ingkar janji," kata Shenina tepat setelah Thalita duduk di sisi brankar. "Mulut lo ember."
Thalita mengangkat kedua alis nya. "Apa?"
"Lo bilang sama Adi kalau gue hamil,"
Thalita mendengkus. "Dia berhak tahu. Dia harus bertanggung jawab." Ucap nya membuat Shenina menatap Thalita kaget.
"Terus, hubungan lo sama dia?"
"Udah selesai." Thalita menjawab dengan bahu mengedik. "Gue gak mungkin mungkin ngejalin hubungan lagi sama cowok itu."
Shenina manatap Thalita lama. "Kalau lo gak nerima Adi karena lo tahu gue hamil. Demi Tuhan gue gak apa-apa Ngel. Jangan jadikan kehamilan gue ini benalu antara lo sama Adi." Kata nya tulus. "Gue bakal pergi jauh dari kalian. Gue janji gakkan ganggu kalian. Anggap aja gue sedang menebus dos ague sama lo."
Thalita mendelik. "Putus nya hubungan gue sama Adi bukan karena kehamilan lo. Ini murni karena gue yang udah muak Shen. Hubungan gue sam Adi itu udah rusak."
Shenina meringis malu. "Sorry,"
"Gue udah gak sakit lagi sih, inget perselingkuhan lo sama dia." Kata Thalita cuek. "Gimana dia?" tanya kemudian ditujukan pada janin Shenina.
Shenina tersenyum sambil mengusap perutnya yang masih rata. "Dia udah dua belas minggu." Kata nya.
Thalita mengangguk. "Cepet nikah, dia gak mungkin lahir tanpa bapak."
Kali ini, senyum Shenina terusung sendu. "Adi suruh gue gugurin kandungan ini." Ucap Shenina getir. Ada air yang membayang di mata gadis itu, dan terkutuk lah karen Thalita merasa kasihan. "Dia gak percaya, kalau ini anak dia Ngel."
"Lo udah ngomong sama dia?"
Shenina menggeleng. "Kemarin malam dia telepon. Marah-marah dan maki-maki gue. Dia bilang dia gak percaya ini anak nya."
Thalita berdeham. "Emang, lo ngelakuin hubungan badan sama siapa aja?"
"Demi Tuhan, Cuma sama dia."
"Terus, apa keputusan lo?"
"Gue gak mau gugurin anak ini. Dia gak salah apa-apa, gue yang salah dan berdosa." Kata Shenina dengan senyum kecil. "Gak apa-apa kalau Adi gak mau ngakuin, gue masih kuat dansanggup buat jaga dia sendirian."
Thalita tidak tahu, kenapa hatinya harus sakit dan sesak saat melihat Shenina bercucuran air mata. Gadis itu bisa saja mengatakan dia kuat dan sanggup sendirian. Tapi Thalita tahu, dari sorot matanya Shenina sedang hancur dan butuh dukungan.
"Terus, sehabis dari rumah sakit, lo kemana?"
Shenia membuang napas keras-keras. "Gak tahu. Belum gue pikirin."
"Keluarga lo?"
"Gue anak pungut Ngel. Mereka udah buang gue saat tahu gue hamil."
Tangan Thalita mencengkeram erat sisi dress nya. Rasa nya sangat sakit melihat Shenina di buang begitu saja. Alih-alih di dukung dan di buat tenang, keluarga nya lama mengabaikan dan dengan tega nya membuat Shenina hanya karena ia seorang anak pungut.
"Gue lagi cari apartement, nanti lo bisa tinggal sama gue." Ucap Thalita canggung,gadis itu berdeham keras setelah nya membuat Shenina terkekeh.
"Gue gak pantas nerima kebaikan lo, Ngel."
Thalita berdecak. "Gue ngelakuin ini buat bayi lo. Gue gak mungkin tuup mata saat tahu, ada orang yang sedang butuh bantuan." Kata nya. "Tawaran ini Cuma sekali. Lo pikirin aja dlu." Tambah Thalita lagi saat Shenina hendak menolak.
"Thanks," bisik Shenina tulus. "Gue berutang banyak sama lo Ngel."
Thalita hanya mengedikan bahu cuek. "Bukan hal besar." Ujarnya.
Shenina meringis. "Kalau gitu, apa gue boleh minta tolong sekalian?" thalita melotot mendnegar ucapan Shenina itu. Nih anak, sekali di tolongin ternyata ngelunjak.
"Apaan?!"
"Ngel, kayak nya gue ngidam." Kata Shenina. "Lo mau bantu kan?"
"Jangan yang aneh-an—"
"Gue pengen isep asap sate Ngel." Kata Shenina. "Baw ague ke tempat tukang sate Ngel."
What the hell!!
"Gak ada! Ngaco lu!" kata Thalita kesal.
"Please Ngel,"
Thalita menutup telinga nya. "Gue gak denger, gue gk denger, gue gak denger, BYE!" Ucapnya sambil beranjak dari kursi dan berlari kecil untuk ktluar kamar inap.
Thalita misuh-misuh di luar. Sumpah serapah keluar dai mulut gadis itu karena permintaan Shenina. Dia yakin, gadis itu hanya mengerjainya saja. "Nyusahin!" kendati begitu, tetap saja Thalita membuka situs pencarian di ponsel nya. Tukang sate terdekat.
Setelah menemukan apa yang ia cari, Thalita berdecak. Bisa-bisa nya dia berbuat sebaik ini pada si pelakor. Gadis itu kini sedang berjalan di selesar rumah sakit, saat handphone nya berdering. Ada panggilan masuk dari Bagas, tanpa menunggu lama, Thalita jawab panggilan itu.
"Nya, semuanya udah siap. Target udah di tempat. Tinggal Nadine yang belum." Beri tahu Bagas diseberang sana.
Thalita menyeringai ngeri. "Okay, kita mulai permainan..."
***
To Be Continued...
Published; August 04, 2021.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top