CHAPTER 22

"Jangan pergi, Please..." Arion meminta untuk kedua kali nya.

Mendengar suara cowok itu, sontak melenyapkan rasa kekhawatiran Thalita terhadap Adi. Lalu gadis itu berbalik badan, butuh usaha keras sebenarnya mengingat Arion yang memeluknya erat dari belakang.

Setelah berhasil, Thalita terhenyak melihat bagaimana cara Arion menatap nya. Itu tatapan yang sama persis saat dia dan cowok itu saling berpegangan tangan ketika di rooftop. Ada permohonan besar dan setitik harapan. Dan hal itu membuat hati Thalita di rundungi rasa bersalah.

"Aku nggak akan pergi." Putus Thalita akhirnya. Membawa tubuh Arion untuk dia rengkuh dengan hangat.

Dengan pelan, Thalita membawa tubuh mereka kembali berbaring. Tampaknya, Arion tidak benar-benar percaya dengan perkataan nya karena oelukan cowok itu masih erat di pinggang Thalita. Gadis itu terkekeh, "Aku janji nggak akan pergi," ucapnya, "Bentar," Sebelah tangan Thalita terlepas, demi menggapai handphone di nakas nya.

Arion menatap khawatir, takut kalau-kalau Thalita menghubungi Adi. Namun ketakutan itu tidak terbukti, karena gadis itu ternyata sedang mematikan handphone sampai layar nya menggelap. Membuat hati Arion di banjiri kelegaan.

"Tidur Arion," ucap Thalita setelah kembali mengelus kepala Arion. Namun alih-alih tidur, Arion malah melotot. Posisi tidurnya kini persis seorang anak kecil yang tidur dalam pelukan sang ibu. Dan hal itu membuat nya sedikit malu.

Ketegangan tubuh Arion tampaknya di sadari oleh Thalita, gadis itu menunduk, mendapati Arion tengah menatap nya dengan kepala sedikit menengadah, "Kenapa?" tanya Thalita.

Arion berdeham, "Gue gak bisa tidur," ucap Arion.

Mata Thalita menjelajah pada ruangan, menemukan handphone Arion yang disimpan di atas lemari kecil berisi pakaian tepat di sebelah Arion. Dengan gerakan cepat, Thalita menegakkan tubuh dan mengambil handphone itu.

Sontak, hal itu membuat Arion kelabakan. Berniat merebut handphone tersebut namun gerakan nya kalah cepat dengan Thalita yang langsung menyembunyikan handphone itu dibalik punggung nya, "Apa, sih, cuma mau buka Netflix juga." ungkap Thalita.

"Jangan di hape gue," kata Arion terlihat cemas.

"Hape aku, kan, di matiin." Thalita berucap dengan tubuh waspada. Takut kalau-kalau cowok tampan itu merebut handphone ditangan nya, "Santai aja kali, emang di handphone kamu ada apaan?"

Arion mendengkus, gerak-gerik yang Thalita ketahui sebagai 'Oke gue nyerah' Thalita menyeringai senang. Detik berikutnya, gadis itu tertegun kala mengusap layar handphone Arion. Walpaper di layar itu adalah sebuah foto gadis kecil sedang meneluk boneka kelinci. Itu adalah Angela kecil, sedang nyengir memperlihatkan gigi nya yang ompong.

Thalita berdeham, "Cieee. Siapa, nih? Pacar?" Pancing gadis itu.

"Bukan urusan lo," ucap Arion ketus.

Thalita mendelik, "Kok kayak kenal ya," gumam nya pura-pura berpikir keras, "Kaya mirip aku gak sih?"

Dari balik bulu mata, Thalita melihat Arion menegang. Gadis itu terkekeh geli dan gemas sekaligus, "Yah, Arion ternyata punya pacar." ucapnya sedih.

"Lo juga punya tunangan," balas Arion diakhiri dengkusan sebal.

Tawa Thalita mengudara dengan merdu, Arion menggelihat kegelian saat ujung jari telunjuk gadis itu menusuk-nusuk perut nya dengan gemas, "Diem Ta," Arion memperingati. Alih-alih berhenti, Thalita semakin gencar menjahili cowok itu.

Mendengar tawa Thalita, mau tidak mau membuat Arion ikut tertawa, walau pelan, "Udah Ta, geli. Astaga." Arion menangkap tangan mungil Thalita dengan mudah. Lalu melototi gadis itu agar berhenti.

Malam itu, keduanya menghabiskan waktu dengan menonton film dengan tenang. Thalita tidak tahu, jam berapa tepat nya ketika mereka di serang kantuk. Yang Thalita ingat hanya, dia dan Arion tidur dengan saling berbagi pelukan hangat.

***

Adipati masuk IGD.

Itulah kabar yang Thalita dapat ketika pukul enam pagi menyalakan handphone nya. Ada banyak panggilan tidak terjawab dan banyak pesan. Termasuk dari Lusi, ibu nya Adipati.

Arion masih terlelap ketika Thalita keluar dari toilet dengan keadaan segar. Gadis itu sempatkan dulu mencium kening Arion, dan pamit dengan suara pelan.

Beruntung, Adipati di larikan ke rumah sakit yang sama dengan tempat di rawat nya Arion. Hal itu memudahkan Thalita untuk mengunjungi tunangan nya itu.

Setelah mendapat info bahwa Adi sudah masuk kamar rawat, Thalita segera menuju kesana. Langkah nya terburu-buru dengan raut wajah khawatir yang tidak bisa di sembunyikan. Namun, langkah nya sempat terhenti kala di depan ruangan cowok itu ada dua orang perempuan yang duduk saling merangkul.

Rasa kesal dan marah tiba-tiba hadir dalam hati Thalita. Itu adalah Lusi dan Shenina, mereka tampak sedang saling memberikan kekuatan, terlihat dari bagaimana Shenina mengusap punggung Lusi.

Thalita hendak berbalik badan, namun urung saat panggilan Lusi terdengar. Gadis itu memasang wajah datar, menyembunyikan hati nya yang gusar, "Ta..." suara Lusi menyapa ketika Thalita akhirnya sampai di depan kedua perempuan itu.

Thalita tersenyum kaku, "Gimana Adi?" pertanyaan itu memang di tujukan pada Lusi, namun tatapan Thalita tertuju pada Shenina yang menatapnya marah.

Lusi sempat melirik Shenina sebentar, sebelum kembali menatap Thalita, "Dia... dia..."

"Dia pacar Adi." Sela Thalita, "Aah, selingkuhan." ujar nya mengoreksi. Senyum nya terlukis miring, seolah mengejek saat melihat mata Lusi membulat, "Tenang aja. Saya udah tahu kok."

Saya.

Lusi merasa menjadi orang asing ketika gadis manis di depan nya berkata dingin, "Tante gak tahu dia kesini. Tante gak telepon dia." ucap Lusi. Membuat Shenina menundukkan kepalanya.

"Oh, ternyata kalian udah deket banget ya. Sampai simpan nomor masing-masing." Itu adalah sindiran. Dan Thalita sama sekali tidak menyembunyikan rasa jijik nya saat melirik Shenina dan Lusi bergantian, "Bagus lah. Harusnya tante gak telepon saya kalau udah ada dia di sini."

"Ta..."

"Adi lebih senang kalau ada dia di sini. Saya rasa tante paling tahu itu." setelah berucap demikian, Thalita dengan cepat membalik badan dengan tangan terkepal erat. Gadis itu tersentak, kala sebuah tangan dingin, menggenggam tangan nya.

Dari balik bahu, Thalita menoleh, menemukan Shenina yang menatap nya dengan mata memerah, "Adi butuh lo Ta," ucap gadis itu parau. Thalita meneliti penampilan Shenina. Gadis itu tampak kacau, rambut yang di ikat asal, dengan piyama biru tua. Thalita baru sadar, wajah gadis itu sangat pucat, "Dia panggil nama lo terus. P-please, temuin dia bentar."

Thalita menghela napas sambil menepis tangan Shenina. Lalu dengan gerakan terang-terangan gadis itu membersihkan tangan nya sendiri dengan tangan yang lain. Seolah tangan itu baru saja di pegang oleh sesuatu yang kotor. Dan itu Shenina.

"Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Thalita pada akhirnya.

"Kemarin malam dia mabuk parah. Terus maksain bawa mobil buat ke rumah kamu. Dan kecelakaan." jelas Lusi, "Kamu dari mana aja? Mama teleponin nomor kamu tapi gak aktif."

Thalita tidak menjawab, memilih mengayun langkah untuk memasuki kamar inap Adipati. Tidak di sangka, ternyata cowok itu sudah bangun dan dengan segera menegakkan tubuhnya kala menyadari keberadaan Thalita, "Ta."

Thalita terdiam, menatap Adi dari atas sampai bawah. Kening cowok itu di balut kain kasa, tangan kanan nya juga. Lalu ada memar-memar, dan wajah cowok itu sedikit membengkak, "Kenapa?"

"Gue kangen."

"Kenapa, sih, lo nyusahin," ujar Thalita ketus. Adipati tertegun dengan raut wajah sedih menatap Thalita, "Ada apa? Gue denger lo manggil-manggil nama gue."

Adipati berusaha untuk turun dari brankar, dan hal itu membuat Thalita berdecak saat tiang infus Adi jatuh karena tertarik. Adi meringis saat merasakan perih di punggung tangan nya, karena jarum infus terlepas paksa, "Diem!" Thalita membentak saat Adi masih saja berusaha untuk menghampiri nya.

Dengan telaten, Thalita merangkulkan tangan Adi di pundak nya. Lalu memapah cowok itu untuk kembali duduk di brankar, Thalita hendak melepas rangkulan, namun tertahan kala Adi malah mengeratkan tangan nya dan membuat Thalita terhuyung sehingga menabrak dada bidang cowok itu, "Maafin gue Ta," lirih Adi.

Thalita mengepalkan jemari nya erat di masing-masing sisi badan mendengar suara cowok itu bergetar, "Gue mohon, maafin gue. Gue janji, gue nggak kan kecewain lo lagi." ucap Adi serius.

Mata Thalita mulai memerah dan berair. Dada nya teramat sesak sekarang. Terlebih, ketika mendengar isak tangis kecil dari Adi. Tanpa sadar, tangan gadis itu terangkat untuk mengelus lembut punggung Adi. Thalita lalu memiringkan wajah ke kiri, tepat kearah pintu. Dada gadis itu berdebar kencang kala melihat sosok Arion yang ternyata sedang menatap nya sendu dari celah pintu yang memang terbuka.

"Arion..."

***

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top