CHAPTER 21
Hai...
Jam berapa kalian baca ini?
Happy Reading...
Jangan lupa Vote dan komen 😍
𝒯𝒽𝒶𝓁𝒾𝓉𝒶'𝓈 𝒲𝑜𝓇𝓁𝒹
"Lo mau kan Ta, nerima gue lagi?"
Thalita membanting pelan loyang bekas nya membuat puding saat wajah putus asa Adi dan perkataan lelaki itu tadi siang terbayang lagi dalam benak nya.
Di mobil tadi, Thalita tidak menjawab apa-apa karena ia sendiri kebingungan. Sebagian dirinya membenci Adi, sebagian lagi masih menyimpan hati. Bukan hal mudah melupakan Adipati, apalagi lelaki itu banyak memberi sakit hati.
Thalita mengusap wajah gusar nya, lalu meraih segelas air putih untuk ia teguk sekaligus "Ta," panggilan itu pelan. Namun mampu membuat Thalita tersentak dan tersedak air minum nya sendiri "Astaga, kamu ngelamun nih." Nirin menepuk-nepuk pelan punggung gadis itu.
Thalita berdeham, menatap dengan tanya tanpa kata pada Nirina "Mami mau ngomong sama Tata," tutur wanita itu "Tata ada waktu sebentar kan?"
"Dua puluh menit," balas Thalita. Ia harus segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit sebelum pukul 06 sore. Arion pasti sudah menunggu nya sedari tadi.
Nirina hela napas panjang sambil mengangguk, tanpa kata wanita itu berjalan ke arah ruang keluarga di ikuti Thalita di belakang nya "Tata anak Mami." Ucap Nirina ketika mereka baru saja duduk di sofa "Tata benar-benar anak Mami sama Papi."
Thalita menatap datar, berusaha menyembunyikan kegusaran dalam hatinya. Bagaimana mungkin dia anak kandung Nirina dan Faizal? Thalita sangat yakin, ia tumbuh di panti asuhan dengan nama Angela.
"Mami masih aja mau bohong,"
"Udah Mami duga. Tata tahu sesuatu." Ucapa Nirina "Sejauh apa yang Tata ingat?"
"Aku anak panti asuhan. Namaku Angela. Aku di adopsi Mami saat umur lima tahun."
"Kamu ingat semua nya," Nirina kembali menghela napas panjang. Seolah pembicaraan ini sangat melelahkan untuk nya "Berarti Tata juga ingat kan, kalau Mami sering jenguk Tata kesana. Seminggu dua kali?"
Thalita mengangguk samar. Tentu saja ia ingat, Nirina dan Faizal adalah tamu yang sering berkunjung ke panti. Atau lebih tepatnya, mengunjungi nya.
"Tata anak kandung Mami." Nirina memulai percakapan. Terlihat serius dari cara wanita itu berucap lugas "Mami minta maaf, sempat menitipkan Tata di panti asuhan. Itu adalah hal terburuk yang pernah Mami lakukan dalam hidup ini. Dan mami sungguh sangat menyesalinya."
Thalita terdiam. Belum mau menyela dengan rentetan pertanyaan yang sudah ada di kepalanya. Sengaja, memberikan waktu pada Nirina untuk menjelaskan apapun yang wanita itu sembunyikan selama ini.
"Alasan kenapa Tata di simpan di panti adalah. Karena..." Nirina menjeda. Menelaah raut wajah Thalita, khawatir apa yang akan ia sampaikan menyakiti hati anak nya itu. Namun Nirina tidak menemukan emosi apa-apa di wajah yang biasanya penuh ekspresi itu. Di depan nya, Thalita memasang wajah datar "Karena.."
"Karena. Tata, karena Tata anak hasil pemerkosaan." Ucap Nirina pelan.
Thalita terhenyak dengan mata melebar. Hati nya mendadak remuk dalam hitungan detik. Dan hal itu berimbas besar pada bola mata nya yang kini terasa perih dan berair. Jadi, dirinya adalah anak haram? Itu kah alasan Mami membuang nya ke panti asuhan?
Napas Thalita mulai tidak beraturan. Sesak dalam dada nya bukan main, terlebih, Thalita sengaja menahan isakan tangis nya. Dengan tangan terkepal, Thalita menepuk pelan dada kirinya "Jadi, Mami buang aku kesana?"
Nirina menggeleng lalu mengangguk. Entah sejak kapan wanita itu sudah berlinang air mata "Mami.. mami..."
"Mami di perkosa? Yang artinya, aku bukan anak kandung Papi?" Tanya Thalita getir.
"Nak.. maafin Mami."
Thalita terkekeh pahit "Jadi alasan Mami buang aku karena aku anak haram." Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut Thalita. Di ucapkan dengan bisikan getir. Air mata Thalita turun kala Nirina sama sekali tidak menyangkalnya.
"Maafin Mami. Saat itu Mam—" Nirina menghentikan ucapan nya kala Thalita mengangkat sebelah tangan nya ke udara "Ta."
Rasanya Thalita belum sanggup untuk mendengarkan semua cerita menyakitkan ini. Dada nya sakit sekali, untuk bernapas saja Thalita kesulitan. Untuk itu Thalita beranjak dari duduknya, menyeret kedua kaki nya bergetar untuk mengayun langkah menuju kamar.
Tidak ia pedulikan Nirina yang mengejarnya sambil berulang kali mengatakan maaf. Thalita hanya butuh sendiri sekarang.
***
Pukul 7 malam kurang sepuluh menit. Thalita sampai di kamar inap. Setelah menghembuskan napas panjang, Thalita membuka pintu kamar itu. Senyum nya terusung hangat kala mata Arion menemukan keberadaan nya di detik yang sama.
"Hai." Thalita masuk, setelah menyimpan tupperware di nakas, gadis bersurai hitam itu mendekati Arion. Hal yang membuat Arion menegang seketika adalah saat Thalita mengecup pipi kanan nya tanpa aba-aba "Kangen gak?" Tanya nya setelah menjauhkan wajah dari wajah Arion.
Arion berdeham, membuat Thalita terkekeh kecil "Ngapain aja hari ini?" Tanya nya. Arion memerhatikan gadis itu dengan lekat. Kini, Thalita sedang membuka tupperware yang ia bawa. Menampilkan puding coklat padat yang tampak menggiurkan di hadapan Arion "Ck. Ngapain aja hari ini?" Ulang Thalita.
"Enggak ada. Cuma nonton." Arion menjawab sambil mengangkat bahu cuek. Lalu membuka mulutnya lebar-lebar saat Thalita menyuapi nya sesendok puding itu.
Tidak ada percakapan apapun selama beberapa menit. Dan hal itu membuat Arion keheranan. Ada yang salah dengan Thalita, biasanya, gadis itu akan terus berceloteh tentang apapun. Tapi kali ini, gadis itu hanya diam. Dan sesekali menghela napas.
"Kenapa?" Tanya Arion.
"Hmm?"
"Kenapa lo nangis?"
Thalita mengumpat dalam hati. Usahanya untuk menyembunyikan mata sembab nya dengan fondation ternyata sia-sia. Arion begitu mudah nya mengetahui bahwa ia baru saja menangis selama satu jam lamanya di kamar mandi tadi.
"Tadi nonton drama. Sad ending. Nangis deh." Thalita berasalan dengan asal.
Tidak mudah baginya berbagi cerita pahit, apalagi pada Arion. Bukan karena Arion tidak bisa di percayai. Hanya saja, karena kondisi Arion yang memang belum membaik. Thalita tidak ingin, menambah beban pikiran lelaki itu. Terlebih, ia tidak mungkin bercerita sekarang, di saat Arion belum bahu bahwa dirinya kini sudah mengingat masa lalu.
Mendengar jawaban itu Arion hanya mengangguk samar. Sedikit tidak percaya, namun, jika Thalita belum mami bercerita, ia tidak akan memaksa.
"Bunda kamu tadi bilang, belum sempet gantiin baju kamu." Ujar Thalita saat selesai menyuapi Arion dengan puding terakhirnya "Mau ganti sekarang?"
"Nunggu bunda."
Thalita berdecak "Bunda kamu enggak kesini lagi. Sekarang aku yang jaga disini." Arion berdeham sambil memerhatikan Thalita yang kini sedang membuka lemari kecil di pinggir brankar. Mengeluarkan baju rawat inap baru dan sebuah kain yang biasa di gunakan untuk menyeka badan nya.
Telinga Arion mendadak merah saat Thalita masuk toilet dan keluar dari sana dengan baskom kecil berisi air "Gak perlu di Bersihin gak apa-apa. Baju ini juga masih nyaman di pake." Ucap Arion.
Thalita mengernyit dahi, kemudian terkekeh geli saat mengerti bahwa Arion mungkin malu jika badan nya di bersihkan oleh nya "Gak enak kalau gak di bersihin. Kan itu dari pagi. Nanti kamu tidur nya enggak nyaman."
Gerakan Thalita begitu cepat saat gadis itu sudah berdiri di depan Arion. Lelaki itu memeluk tubuh nya sendiri saat Thalita hendak membuka kancing kemeja nya "Gak usah malu," ujar Thalita kesal. Dengan sedikit tenaga akhirnya Thalita berhasil melepas tangan Arion yang menyilang di dada nya sendiri "Aku cuma lap badan atas nya aja. Arion."
Melihat alis Thalita yang menukik tajam dengan raut wajah kesal. Arion akhirnya mengalah, membiarkan tangan mungil Thalita membuka kancing kemeja nya satu persatu.
Tubuh Arion benar-benar tegang sepanjang waktu saat Thalita membersihkan badan atasnya. Dan hal itu membuat Thalita kegelian sendiri melihat bagaimana kaku nya wajah Arion "Udah selesai," ucapnya saat berhasil memasukan kancing ke lubang terakhir kemeja inap Arion. Thalita lalu merapikan rambut Arion yang sudah tumbuh cukup banyak dengan jarinya. Mengusak nya sebentar, lalu di rapikan lagi.
"Thanks," ucap Arion saat merasakan tubuh tidak selengket tadi.
"Thanks doang nih," ucapan Thalita itu membuat Arion menatap bingung. Lalu lelaki itu memutar mata saat melihat Thalita menunjuk pipinya sendiri dengan telunjuk.
Thalita mendengkus melihat bagaimana Arion memalingkan wajah untuk menghindari tatapan nya "Geseran dikit." Katanya sambil menepuk-nepuk sisi badan Arion.
Lelaki itu patuh, menggeser badan sebelum kemudian mendengus saat Thalita naik ke brankar dan berbaring disamping nya "Nonton apa ya?" Tanya Thalita saat layar di ponsel nya menampilkan halaman utama Netflix "Hantu mau?"
"Terserah,"
"Atau film romantis?" Tawar Thalita "Arion suka nonton apa? Komedi? Thriller? Arion mau ap—" Thalita tersentak kecil saat wajah Arion berada sangat dekat dengan wajahnya ketika Thalita memiringkan kepala.
Gadis itu berdeham canggung melihat bagaimana cara Arion menatap nya "Kenapa?"
"Lo aja yang nonton. Gue nonton yang lain." Ucap Arion.
Thalita menaikkan alis "Nonton wajah aku maksudnya?"
"Gak boleh?"
Untuk kedua kali, Thalita berdeham sambil kembali menatap layar ponsel "Boleh," katanya cuek. Beberapa menit kemudian, pilihan Thalita jatuh pada film komedi romantis.
Gadis itu berusaha semaksimal mungkin agar fokus pada film di bawah tatapan Arion yang entah kenapa membuatnya sedikit salah tingkah.
Tanpa sadar Thalita menghela napas lega kala dering telepon menghentikan film. Namun di detik yang sama gadis itu berdecak saat nama Adipati lah sebagai si pemanggil.
Thalita melirik Arion sebentar yang ternyata sudah tidak menatapi nya. Thalita menolak panggilan itu dengan satu tangan sementara tangan yang lain ia pakai untuk mengelus rahang Arion yang mengetat.
Arion menepis pelan tangan gadis itu, lalu mengubah posisi menjadi miring. Membelakangi Thalita yang menatap punggung Arion heran "Kenapa hey?" Tanya nya lembut.
Thalita menggeser badan, semakin menempel pada Arion. Hendak memeluk lelaki itu dari belakang ketika dering telepon kembali terdengar. Dari Adipati lagi, Thalita tolak kembali. Namun detik berikutnya telepon itu masuk lagi. Dengan sedikit kesal, Thalita menerima panggilan itu.
"Halo!"
"Thalita.." itu bukan suara Adipati "Ini gue Nauvan."
"Ya kenapa?" Thalita tahu, Nauvan adalah teman dekat Adipati.
"Ta, lo bisa ke apartement Adi?" Tanya Nauvan terdengar panik.
"Gue gak bis—"
"Adi mabuk. Muntah-muntah. Parah banget. Ini dia terus manggil nama lo." Jelas Nauvan "Dia ngotot pengen ke rumah lo, ngamuk gak jelas ini."
"Nauvan gue gak bis—"
"Ta, gue tunggu. Sekarang." panggilan terputus tanpa sempat Thalita menjawab.
Lalu satu pesan masuk, dari nomor Adi. Berisi satu buah foto dimana Adi tergeletak di lantai dengan keadaan kacau.
Namun, yang membuat Thalita terhenyak adalah, ada nya darah cukup banyak di kening lelaki itu. Buru-buru Thalita bangun dari rebahan nya, hendak turun dari brankar namun tertahan oleh pelukan Arion dari belakang "Jangan pergi," ucap lelaki itu parau.
***
To Be continued...
Published; July 28, 2021.
Udah follow ig ku belum?
Chapter 22 bakal aku upload disana besok siang ya ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top