CHAPTER 09
Happy Reading...
Jangan lupa Vote dan Komen 😍
𝓣𝓱𝓪𝓵𝓲𝓽𝓪'𝓼 𝓦𝓸𝓻𝓵𝓭
Jam setengah 6 pagi, Arion sudah berada di gerbang rumah Thalita. Masih terlalu pagi memang, namun kegelisahan hati nya sejak sore kemarin tidak bisa ia tahan lagi. Entah kenapa, ia seperti merasakan sesuatu yang buruk telah menimpa Thalita.
Suhu disana lumayan dingin, membuat Arion harus merapatkan jaket dengan tangan bersedekap. Saking dingin nya, kaca helm nya pun sampai beruap karena helaan nafas nya.
Sudah 10 menit Arion diam saja, lelaki itu dari kemarin malam sudah mengirim pesan memalui Instagram pada Thalita. Namun, sampai pagi menjelang masih tidak ada jawaban. Dan hal itu, semakin membuat Arion tidak tenang.
Suara gerbang yang di buka membuat Arion menoleh, mata nya memicing melihat manusia mini memakai celana training dan hoodie kebesaran sedang berjalan mundur mengendap-endap . Tanpa sadar Arion tersenyum geli saat sadar Thalita lah manusia mini itu.
Arion turun dari motor, menghampiri Thalita yang masih mengendap-endap dengan kepala celinguk celinguk seakan takut kepergok. Karena berjalan mundur, Thalita tidak tahu bahwa Arion kini berdiri tepat 3 langkah di belakang nya.
"Eh bangkong! bangkong!" Pekik Thalita keget saat punggung nya menabrak sesuatu, Thalita menoleh lalu matanya melebar melihat Arion yang berdiri di belakang nya.
Arion tak kalah kaget, matanya membulat begitu melihat kacamata hitam besar terbingkai di mata gadis itu. Perempuan ini.. kenapa pakai kaca mata hitam subuh-subuh?
"Kamu... Arion?" Tanya Thalita sambil memicing mata. Arion mengangguk. Lalu Thalita membuka kacamata hitam itu. Menyimpan nya di saku hoodie.
"Ngapain disini subuh-subuh?" Thalita bertanya.
"Lo, ngapain ngendap-ngendap?"
Thalita mendelik "Aku mau kabur." Kata Thalita berbisik "Aku bukan anak Mami sama Papi, jadi aku mau kabur." Jelasnya enteng, namun Arion bisa melihat kesedihan di mata yang kini sembab itu.
Arion terdiam, memerhatikan Thalita yang memakai ransel besar dengan tangan memeluk... celengan babi?
"Itu apa?" Tanya Arion.
"Ini babi. Sejenis Adipati." Kata Thalita datar.
Bibir Arion berkedut menahan tawa. Iya dia tahu itu babi, maksud nya kenapa itu harus dibawa?
"Kamu mending pergi." Usir Thalita.
"Kemarin Lo meluk-meluk gue sambil nangis. Sampe seragam gue di bagian pundak ada cairan kehijau-hijauan." Kata Arion, Thalita melongo.
"Itu ingus. Belibet banget ngomong nya." Thalita mendelik "Pergi sana."
"Lo mau Kemana?" Tanya Arion saat Thalita mulai berjalan.
"Aku mau pergi."
"Kemana?"
"Kemana aja." Jawab Thalita. Lalu seolah gadis itu tersadar, ia menatap Arion jengkel "Kan aku mau kabur. Kenapa kamu tanya-tanyain?!" Kesal Thalita.
"Gue anter." Putus Arion menarik Thalita menuju motor nya "Gue anter atau gue tabrak?" Ancam lelaki itu sadis.
Dengan pasrah Thalita naik di bonceng Arion. Sebenarnya, Thalita tak berniat mengusir lelaki itu. Hanya saja, dia ingin sendirian. Air mata nya selalu turun tanpa bisa Thalita cegah, dan Thalita tidak ingin menangis di depan siapapun.
Bermenit-menit kemudian, Arion melirik Thalita lewat spion. Perempuan itu tampak melamun, Kini Arion bisa melihat dengan jelas. Mata gadis itu bengkak dan sembab, hidung nya pun merah.
"Aarr belok ke kiri." Kata Thalita tiba-tiba.
Arion mengernyit, namun tak urung mengikuti keinginan gadis itu "Ngapain ke pom bensin?" Tanya Arion saat Thalita minta turun di depan masjid Pertamina.
"Aku mau ikut mandi. Disini ada WC umum kan?" Arion cengo. Lalu tanpa menunggu jawaban, Thalita turun dan hendak masuk area toilet umum itu. Namun, dalam sedetik Thalita berbalik pada Arion "Ar minjem uang dong. 2 ribu." Kata Thalita "Uang aku masih di dalam ini." Lanjutnya menggoyang kan si Babi, dan Arion bisa mendengar jelas suara recehan yang saling beradu.
Astaga, kepala Arion mendadak pening.
"Naik!" Titah Arion mengabaikan tangan Thalita yang menamprak menunggu di kasih uang.
"Aku mau mandi Ar." Geram Thalita.
"Naik Thalita!" Arion berkata sinis. Thalita bisa merasakan tatapan tajam Arion walau mata lelaki itu terhalang kaca helm. Dengan bibir mencebik, Thalita naik dan motor mulai melaju.
***
Arion membawa Thalita ke rumah nya. Jam menunjukkan pukul 6 pagi, saat Arion menghentikan motor nya di halaman rumah. Awalnya Thalita menolak dengan alasan malu. Namun dengan ancaman, Arion akhirnya bisa menyeret perempuan manja itu ke dalam rumah.
Dirumah nya, kini sepi. Kedua orang tua nya sedang menghadiri rapat tahunan mengenai yayasan yang di bangun sang ayah. Jadi, hanya ada Arion dan kedua asisten rumah tangga nya dirumah ini.
"Lo bisa mandi di kamar tamu." Kata Arion sambil menunjuk kamar yang ia maksud. Thalita mengangguk saja kemudian masuk ke dalam kamar itu.
Arion diam menatap lekat pintu kamar itu. Sudah 20 menit dan Thalita belum keluar juga, apa mandi perempuan memang selama itu? Karena Arion, hanya menghabiskan waktu 10 menit untuk menyelesaikan mandi nya.
25 menit berlalu, dan belum ada tanda-tanda Thalita akan keluar. Arion mulai khawatir, maka lelaki itu memilih mengetuk pintu kamar dengan keras. Beberapa kali mengetuk namun tak kunjung ada jawaban. Arion mulai kalut. Di bukanya pintu kamar itu, lalu matanya menjelajah seluruh isi ruangan namun tidak menemukan sosok Thalita.
Arion kemudian mendekat pada pintu kamar mandi, tidak ada suara air yang menyala. Namun suara disana cukup membuat Arion menegang. Thalita menangis kencang.
Mata Arion mulai memerah bahkan tanpa sadar Arion meraba dada nya. Disana sangat sesak, Thalita dan tangisan adalah hal yang tak pernah ingin Arion lihat dan dengar. Namun, mendengar dengan jelas bagaimana suara tangisan itu membuat Arion merasa gagal menjaga Thalita.
Sedangkan di dalam sana, Thalita duduk di dingin nya lantai kamar Mandi. Tubuh basah nya sudah memakai handuk kimono. Tadi saat sedang membilas rambut, tiba-tiba kilasan kejadian kemarin di sekolah melintas di kepalanya. Tentang bagaimana Adipati menghina nya habis-habisan. Tentang Shenina yang memaki dan mengatakan sesuatu yang tak pernah Thalita inginkan.
Kepalanya mendadak pusing, lalu sekelebat memori tentang gadis kecil berlari-lari dengan membawa boneka kembali hadir. Kian menambah pusing nya kepala Thalita, bahkan bayangan itu membawa rasa sakit yang berdenyut pada kepalanya. Nafas Thalita yang memang sudah kesusahan karena air yang jatuh dari shower, semakin tercekat karena dada nya yang sesak.
Pikiran-pikiran buruk pun berdatangan. Apakah Shenina memberitahu Adipati tentang kebenaran itu, makanya Adipati lebih memilih Shenina di banding dirinya? Apakah Adipati membenci nya karena ia anak pungut?
Tapi.. bukan salah nya kan jika dia anak pungut?
Lalu pikiran Thalita merambat kepada keluarganya, orang-orang yang selama ini menyembunyikan kebenaran tentang dirinya. Kenapa? Apa alasan mereka menyembunyikan fakta itu hingga dirinya harus tahu dari orang luar?
Dan, seakan penderitaan Thalita tak berakhir. Dirinya pun tidak bisa mengingat siapa dirinya sebenarnya. Tidak sedikitpun Thalita tau mengenai kehidupan nya yang dulu. Kenapa dirinya begitu menyedihkan?
"ARRRGGHH! BODOH! BEGO! Lo Harus ingat. Lo Harus ingat Thalita!" Thalita membenturkan kepalanya berkali-kali pada badan pintu. Raung tangisnya sangat menyayat hati bagi siapapun yang mendengar nya. Pun dengan Arion yang berada di balik pintu.
Lelaki itu langsung berdiri, mengetuk pintu dengan tak sabaran "Thalita.. Ta.. buka pintu nya." Teriak Arion
Namun, bukan pintu yang terbuka. Melainkan entah suara apa yang membentur pintu itu, semakin membuat Arion kalut.
"THALITA BUKA PINTU NYA!" Teriak Arion sebelum sedetik kemudian ia menendang dan mendobrak pintu kamar mandi dengan sekuat tenaga. Dan pintu itu rusak, membuat celah yang bisa membuat Arion membuka pintu dari luar.
Dan apa yang Arion lihat pertama kali adalah Thalita yang menyandar di balik pintu dengan kepala yang bercucuran darah. Mata gadis itu berkaca sedangkan pipinya basah oleh air mata. Arion berjongkok, membawa Thalita dalam rengkuhan. Memeluk gadis itu erat.
Hening beberapa menit, lalu isak tangis Thalita terdengar lagi. Kali ini dengan lemah, karena Thalita sendiri sudah kehabisan tenaga.
"Arion." Kata Thalita lemah "Aarr..."
"Hmm?"
"Aku lapar." Kata Thalita di balik punggung Arion, tangan nya sibuk menghapus jejak air mata walau ia tahu itu percuma.
Arion melerai pelukan, menatap Thalita dengan lembut "please. Jangan pura-pura baik baik aja depan gue Ta." Kata Arion "Please."
Thalita tertegun. Menatap lelaki yang terlihat mengkhawatirkan nya. Lelaki yang baru Thalita sadari, selalu ada saat Thalita kesusahan. Tak pernah sekalipun Arion membiarkan nya sendiri, pada akhirnya Arion selalu menjadi penolong nya. Selalu menjadi orang yang mengulurkan tangan padanya. Pun dengan sekarang "Gue disini Ta. Selalu. Lo gak sendiri." Ucap Arion tulus, kedua ibu jari Arion mengelus lembut pipi Thalita, "Jadi.. kalau Lo merasa lemah dan mau menangis. Lo bisa nangis depan gue."
Maka tanpa ragu, Thalita mengangguk, hati nya menghangat entah karena sorot mata Arion atau karena perkataan lelaki itu "Ar. Disini sakit banget." Thalita menunjuk dada nya "Tolong aku Ar. Rasa nya sesak, rasa nya.. rasa nya.. seperti mau mati. Sakit banget." Thalita berucap dengan air mata yang kembali turun "A-aku harus gimana Ar?"
Arion tidak menjawab, ia memilih membopong tubuh Thalita. Luka di dahinya harus ia obati.
Thalita menatap Arion dari bawah. Senyum nya terbit walau lemah, lalu dengan reflek Thalita mengalungkan tangan nya pada leher Arion. Wajah nya ia sandarkan pada dada bidang lelaki itu "Aku.. aku capek Ar." Katanya sebelum kesadaran nya hilang.
***
Adipati turun dari mobil di ikuti Shenina, saat hendak melangkah, ponsel nya bergetar. Tidak butuh waktu lama, Adipati mengangkat telepon itu. Panggilan terhubung, dan wajah datar nya berubah sekian detik, terlihat khawatir dengan mata yang menjelajah area parkir. Setelah panggilan berakhir, Adipati berjalan dengan langkah lebar. Semakin cepat, berlari kecil, lalu berlari sekencang mungkin melewati koridor sekolah. Mengabaikan panggilan Shenina begitu saja. Tujuan nya hanya satu, menemukan Thalita yang katanya hilang entah dari kapan.
Adipati sampai di kelas Thalita, sontak seluruh murid disana menoleh dengan tatapan bertanya. Ada keperluan apa sang kapten basket datang ke kelas mereka?
"Thalita mana?" Adipati bertanya pada murid perempuan yang hendak keluar.
"B-belum datang."
"Biasanya datang jam berapa?"
"Emm.. itu, a-aku gak tahu." Lalu perempuan itu berlari kecil menghindari tatapan tajam Adipati.
"Adi? Ngapain?" Selia datang bersama Nadine.
"Thalita mana?"
Selia tersenyum miring, lalu bersedekap "Ada apa gerangan, sampai-sampai sang pangeran mencari itik buruk rupa?"
"Di mana Thalita sialan!"
"Wow wow, calm Down." Selia terkejut "gue gak tau. Kan baru nyampe ini."
Adipati hendak pergi namun tangan nya di cekal oleh Nadine yang langsung ditepis dengan kasar oleh lelaki itu "Kenapa sama Thalita?" Tanya Nadine.
"Dia hilang."
"Wah bagus dong!!" Seru Selia, Adipati menatap tajam gadis itu.
"Apa? Gue bener 'kan? Justru bagus kalau Thalita hilang, Lo gakkan ke ganggu dia lagi."
Adipati diam, lalu pergi begitu saja meninggalkan dua gadis itu.
Sambil berjalan Adipati terus menghubungi nomor Thalita yang tidak aktif.
"Sialan! Pergi Kemana sebenarnya dia?"
Adipati mengusap wajah nya yang kalut, dari semalam hati nya cemas memikirkan Thalita. Perkataan nya kemarin siang, sungguh diluar kontrol nya. Adipati menyesal telah menghina Thalita sedemikian rupa. Setelah Thalita pulang diantar Arion, Adipati berulang kali menelepon nomor gadis itu namun tidak mendapatkan jawaban. Hingga pagi ini, ia di buat semakin kalut saat Nirina memberitahu nya bahwa Thalita tidak ada dirumah.
"Bangsat!" Lelaki itu memaki sambil menendang tong sampah di dekat nya.
"Hey, ada apa?" Adipati menoleh, mendapati Shenina yang menatap nya khawatir.
Astaga, Adipati baru ingat pada kekasih nya ini.
Adipati menghela napas panjang, mencoba tersenyum "enggak apa-apa." Jawab nya. Namun jelas itu jawaban bohong, dan Shenina tahu itu.
"Thalita ya?" Shenina menebak, Adipati mengangguk "Aku minta maaf ya, kemarin aku bicara berlebihan." Gadis itu berbicara sambil menunduk "Harus nya aku gak bilang gitu sama dia. Itu karena, aku kesal. Dia ngatain aku."
"Enggak apa-apa." Balas Adipatati, tangan nya terulur mengacak puncak kepala Shenina "Lain kali jangan di ulangi ya. Gak baik, bukan hak kita bicara mengenai itu sama Thalita."
Shenina mengangguk patuh, tersenyum manis pada Adipati. Senyum yang biasanya bisa membuat Adipati tenang, namun aneh nya tidak berlaku untuk kali ini. Karena apa yang membuatnya tenang, bukan Shenina. Tapi Thalita.
"Ayo. Ke kelas" ajak Shenina. Adipati pasrah, melangkah berdua dengan sang kekasih sembari berpegangan tangan.
***
Arion sedang duduk di kursi yang ia letak di pinggir kasur. Lelaki itu menatapi wajah Thalita lekat-lekat yang kini terbaring di kasurnya.. Kening gadis itu kini terdapat memar, lalu tatapan nya turun pada hidung mungil, bibir kecil, dengan dagu berbentuk oval. Mata gadis itu kini tertutup karena sang pemilik sedang tidur. Namun Arion, sudah hafal di luar kepala bagaimana indah nya mata itu jika terbuka. Bola mata yang agak besar, berwarna coklat yang berbinar.
Arion selalu suka mata itu, pun dengan pemiliknya.
Matanya kini kembali lagi pada kening, Arion harus bersyukur karena mendobrak pintu itu tepat waktu. Walau kini lengan kiri nya ngilu, setidaknya nya ia tidak terlambat untuk menolong Thalita. Arion tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika gadis manja itu terus membenturkan kepalanya dalam waktu yang lama.
Getaran dari saku ponselnya mengalihkan atensi Arion, di rogoh nya saku celana lalu mengeluarkan ponsel. Panggilan masuk dari seseorang. Selama beberapa detik Arion diam, namun kemudian memilih mengabaikan panggilan itu. Ponselnya ia setting menjadi mode pesawat. Dia tidak ingin di ganggu.
Kembali menatapi wajah gadis di hadapan nya, Arion mengernyit saat mendapati mata Thalita berkedut, seperti berusaha untuk pura-pura tidur. Arion tersenyum miring. Lalu dengan sengaja, Arion mendekatkan wajah nya pada wajah Thalita. Sangat dekat. Hingga membuat mata Thalita berkerut.
Perlahan mata gadis itu terbuka, mengerjap beberapa kali saat mendapati wajah tampan Arion di dekatnya "Ap-apa?!" Thalita bertanya sewot "Jauhan dikit ih, bau jigong." Katanya, berusaha menutupi kegugupan.
Dengan sengaja Arion semakin mendekat, lalu berkata "HAH." tepat di depan hidung Thalita.
"Astaga!! Ngeselin banget." Thalita menjauh. Memundurkan tubuh nya.
"Bangun!" Titah Arion, lelaki itu bangkit, berdiri sambil bersedekap tangan.
Thalita diam saja di kasur, badan nya meringkuk dengan selimut tebal menutupi nya.
"Bangun!" Ulang Arion.
"Jam berapa?"
"8."
"HAH?!"
"Jam de.la.pan." Arion mengulang penuh penekanan.
"Ih, gak sekolah dong."
"Sekolah lah. Lo bangun, cepet!"
"Nanti kesiangan." Cicit Thalita
"Bukan nanti, tapi udah."
"Terus gimana?"
"Ya Lo bangun. Berangkat. Sampe." Jawab Arion.
"Ih, maksudku gimana ini kesiangan?"
"Lo makin kesiangan kalo sekarang gak bangun juga."
Dengan kesal Thalita bangun, mengernyit saat pakaian nya sudah berganti menjadi seragam sekolah. Seingat nya ia tadi memakai handuk kimono. Kok?? "I-ini siapa yang gantiin?" Thalita berkata cemas.
"Suster." Jawab Arion memalingkan wajah.
Thalita ber OH ria "Ya udah Ayok." Kata Thalita. Mereka berdua lalu keluar dari kamar.
Thalita berjalan di depan, sedangkan Arion di belakang nya. Lelaki itu menatapi punggung Thalita. Hatinya sakit saat melihat Thalita berusaha baik-baik saja, padahal sebelum nya Arion melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana hancur nya gadis pemilik senyum manis itu.
Arion berpikir, seperti nya Thalita sudah terbiasa seperti itu. Menangis habis-habisan lalu setelah nya dia akan kembali ceria. Namun siapa yang dapat di bohongi? Arion bisa melihat mata itu tidak berbinar seperti biasa nya.
Sialan, memikirkan Thalita yang sering menangis seperti itu membuat kemarahan Arion bergumul di dada nya. Ia tidak akan pernah membiarkan Thalita menangis lagi sekarang. Cukup 9 tahun saja Arion mengalah dan diam di tempat. Namun tidak untuk sekarang, Arion akan ambil tindakan.
"Naik ini kan?" Thalita bertanya saat sampai di halaman rumah. Telunjuk nya mengetuk-ngetuk badan motor Arion.
"No." Arion menjawab "Naik mobil."
"Tapi Ar..."
Arion memilih abai, membuang muka. Ia enggan menatap wajah Thalita yang memelas dengan mata penuh harap. Ia harus menghindar dari tatapan itu, atau nanti ia akan kalah dan menuruti apa yang Thalita mau.
Dengan kaki di hentak-hentak Thalita mengikuti langkah Arion menuju mobil nya. Lalu saat Arion duduk di balik kemudi, Thalita memilih duduk di kursi belakang.
Arion menoleh ke belakang, menatap Thalita yang duduk bersedekap dengan dagu terangkat tinggi, menatap balik Arion dengan mata melotot kesal. Namun sekali lagi, Arion memilih abai.
***
Thalita masuk ke dalam kelas dengan aman, Arion memberikan alasan bahwa mereka sempat jatuh di motor dan Thalita terluka di bagian kening. Mereka berdua harus berobat dulu di klinik, itulah alasan nya mereka berdua terlambat. Dan Bingo! Guru piket percaya karena memang ada luka memar yang cukup besar di kening Thalita.
Alhasil di sinilah Thalita, sudah duduk di kursi nya. Ikut pelajaran Ibu Neysa yang mengajar di depan sana.
"Lo bareng Arion?" Nadine bertanya berbisik. Thalita mengangguk.
Nadine terdiam "kemarin gue dengar Lo berantem sama Adi ya? Sama Shenina juga?"
Thalita menoleh, dan entah kenapa Nadine merasa tatapan Thalita terasa dingin "Iya." Jawab Thalita.
"Gara-gara apa?"
Thalita tersenyum tipis "mau ada gara-gara atau enggak. Dua orang itu memang selalu ngeganggu aku kan?" Tanya nya "Dan kamu, kenapa kamu selalu tahu aku berantem sama Adi? Padahal seingat aku, kamu sama Selia gak pernah ada disana."
Iya, Thalita baru sadar sekarang. Kenapa saat Shenina menganggu nya, dan mengajak ribut dengan nya. Kedua teman nya ini jarang menemani nya? Thalita tidak berharap mereka akan membantu.. hanya saja, sedikit aneh. Ketika teman nya di ganggu, seharus nya mereka menbantu kan?
Sebenarnya, pertemanan seperti apa yang dia punya dengan kedua teman nya ini?
"G-gue kan gak selalu ada di samping Lo." Sanggah Nadine.
"Bahkan saat kamu di samping ku pun, kamu enggak membantu." Thalita menjawab sambil menatap mata Nadine lamat-lamat.
Nadine memaling kan wajah, tidak menjawab lagi. Karena yang Thalita katakan adalah kebenaran. Baik dirinya dan Selia tidak pernah ada saat Thalita di ganggu.
Thalita kembali menghadap depan, ada rasa sakit di hatinya ketika berdebat dengan Nadine. Pikiran buruk mulai datang, tentang Nadine dan Selia yang mungkin saja... ah tidak. Mereka tidak begitu.
***
Bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Adipati membereskan buku-buku nya ke dalam ransel. Setelah usai, lelaki itu buru-buru keluar kelas lalu berlari menuju kelas XI IPA 1. Kelas Thalita.
Beruntung, gadis itu belum keluar. Adipati bisa melihat Thalita yang sedang membereskan buku nya, Adipati memilih untuk menunggu di luar.
Dari dalam kelas, Thalita bisa melihat sosok Adipati yang berdiri di ambang pintu. Sudah pasti lelaki itu akan menemuinya, ia tahu bahwa dirinya tidak bisa lama-lama menghindari Adipati. Maka dari itu Thalita bangkit dan berjalan menuju Adipati dengan pouch make up ditangan nya.
"Adi." Tegur Thalita setelah ada di ambang pintu.
Adipati menatap Thalita sendu. Gadis itu jelas terlihat tidak baik-baik saja. Kantung mata yang menghitam, bibir yang pucat, serta sorot mata yang kosong. Tiba-tiba ia merasa ada nyeri di hatinya.
Lalu matanya tak sengaja melihat luka memar di kening gadis itu, refleks tangan Adipati menyentuh nya membuat Thalita meringis "Sorry. Gak sengaja." Kata Adipati "Ini.. kenapa?"
Thalita menatap Adipati heran "Gak kenapa-napa."
"Kok bisa luka?" Tanya Adipati. Dia mungkin bisa berkata kasar pada Thalita. Tapi Adi tidak pernah main tangan, jadi saat melihat kening gadis itu terluka. Adipati penasaran.
"Ada apa?" Thalita lebih memilih mengganti topik. Tidak ingin membahas perihal memar di kening nya.
Melihat Thalita yang enggan membahas apa yang Adi tanyakan, seakan membuat lelaki itu sadar. Raut wajah nya berubah dingin, dengan tatapan tajam "Dari mana Lo?" Tanya nya.
Thalita tertegun, lalu tersenyum tipis "Bukan urusan kamu."
"Jelas urusan gue. Lo gak tahu, orang tua Lo teleponin gue. Nuduh gue bawa Lo pergi."
"Tinggal jawab aja gak tahu."
"Dan membiarkan gue pusing seharian karena di teror nyokap Lo?" Kata Adi geram "Lo dari mana?" Cecarnya.
"Aku sama Arion." Jawab nya jujur.
Adipati mengepal tangan nya erat "Oh... Jadi Lo semalaman sama si bajingan itu." Tiba-tiba saja emosi nya naik pesat saat mendengar nama Arion "pantas aja telepon gue gak Lo angkat." Adipati berdecih sinis "Dapat berapa ronde? Di hotel mana Hmm?" Adipati sangat marah. Tapi sedetik kemudian ia kembali menyesal telah berkata demikian.
Thalita mengepalkan tangan erat, hati yang kemarin terluka saja belum kering dan sekarang lelaki di hadapan nya ingin menambah lagi.
Tapi, berdebat dengan Adi adalah halnya tidak baik. Jadi Thalita lebih memilih pergi saja "JAWAB GUE SIALAN!"
"APA YANG MUSTI AKU JAWAB SEDANGKAN KAMU SUDAH BERASUMSI SENDIRI?!" Balas Thalita membentak "APAPUN JAWABAN KU PASTI AKAN SELALU SALAH DI MATA KAMU!!" Setelahnya, Thalita berlari menghindari orang-orang yang mulai berkerumun ingin tahu.
Sedangkan Adipati, mengumpat keras "SIALAN!!"
Baik Thalita dan Adipati, tidak tahu. Bahwa ada sosok gadis yang berdiri tidak jauh dari mereka sedari awal. Gadis yang kini menatap penuh benci pada punggung Thalita. Ia berjanji, akan memberikan pelajaran pada Thalita "Pelacur sialan."
***
Bersambung...
Published : 03 Juli 2021
Spam disini buat Up sore nanti...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top