BAGIAN 8 - THE WEDDING

Hari ini aku dan Badak Liar resmi menikah satu jam yang lalu. Sekarang tinggal acara resepsi pernikahannya saja. Aku meminta Tante Rizka untuk  memilih resepsi yang sederhana saja. Jadi yang diundang hanya kerabat terdekat saja. Ya, sesederhana kebaya putih yang aku pakai sekarang. Aku tidak mau memakai gaun-gaun yang mewah meskipun waktu kecil, aku pernah mempunya impian menikah dengan Pangeran dan tampil bak Putri kerajaan saat menikah. Lambat laun rencana itu semua sudah hilang dari pikiranku dan saat ini aku tak tertarik sama sekali.

Di acara resepsi saat ini yang paling banyak datang adalah kerabat Pak Jefri. Sepupu dan rekan-rekannya Pak Jefri sudah mempunyai anak semua. Banyak diantaranya sudah menggandeng cucu. Pantas saja Pak Jefri disuruh cepat-cepat menikah. Untuk undangan temanku, aku hanya mengundang teman dekat saja. Itupun hanya Karina. Bahkan teman sekelas kuliahku atau teman KKN saja tak ada yang tahu kalau aku sudah menikah sekarang.

"Ayanaaa selamat ya?" teriak Karin antusias memelukku.

"Jangan kenceng-kenceng kalo meluk Gue, kebaya Gue kusut ntar!"

"Sialan Lo! Mentang-mentang udah kawin."

"Lo sendirian?"

"Iya, soalnya Aldo nggak bisa datang. Dia sakit,"

Hilih!

Karina beralih memberi ucapan selamat ke arah Pak Jefri, "Selamat ya Mas," ucapnya pelan ke arah Pak Jefri yang berdiri di sampingku.

"Terima kasih," jawab Pak Jefri seraya bibirnya menyunggingkan senyum tipisnya.

"Aku kesana dulu ya, Ay?"

Aku mengangguk dan mulai menyalami tamu selanjutnya. Ternyata jadi pengantin nggak seenak yang dikatakan orang-orang. Statusnya saja yang berubah dan photo ya bisa dipamerkan di sosial media. Tapi kalau resepsinya terlalu lama. Rasanya punggungku seperti dibakar di atas tungku panas. Setelah ini aku pokoknya ingin bermanja-manja di kasur.

"Selamat ya Jef," aku menoleh ke arah tamu yang sedang menyalami Pak Jefri. Seorang Laki-laki mengenakan kemeja biru kotak-kotak, Perempuan yang ada di sampingnya mengenakan setelan gamis dan pashmina denim. Eh, bentar ada anak perempuan juga berumur sekitar lima tahunan yang digandeng perempuan itu.

"Makasih," jawab Pak Jefri singkat seraya tersenyum tipis ke arah laki-laki dan perempuan itu.

"Selamat ya mbak," ucapnya ke arahku.

"Ah, iya terima kasih," jawabku. Pasti temannya Pak Jefri. Nggak mungkin temanku karena umurnya seusia Pak Jefri semua. Malah ada beberapa tamu undangan yang usianya lebih tua dari Pak Jefri. Rekan-rekan dokternya maksudku. Kebanyakan rekan dokter yang diundang Pak Jefri menggandeng cucunya disini. Ada sih beberapa yang seumuran Pak Jefri. Tapi sudah menggandeng anaknya masing-masing. Beda dengan Badak Liar yang betah membujang. Untung sekarang udah pensiun membujang.

Muka Pak Jefri kok tiba-tiba kusut kaya baju belum dilaundry setahun.

"Kenapa Pak?" tanyaku ke arahnya.

Pak Jefri tak menjawab. Ia hanya menoleh ke arahku sekilas dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah tamu yang memberi selamat ke arahnya.

Ye! Kebiasaan nih Si Badak kalau ditanya bukannya dijawab malah lirik-lirik gak santai cem gini.

Berdiri berjam-jam menyalami tamu undangan ternyata lelah. Aku mengambil duduk di kursi pengantin yang ada di belakangku. Pokoknya setelah ini aku mau tidur panjang. Tidak boleh ada yang menggangu sama sekali. Termasuk Badak Liar.

🌸🌸🌸

"Pak cepetan keluar!" sudah hampir satu setengah jam, tanganku menggedor-gedor kamar mandi yang digunakan Pak Jefri.

Semedi apa gimana Si Badak! Mandi lama banget! Kebelet boker gue.

"Pak cepet keluar! Gantian Pak," teriakku seraya masih menggedor-gedor pintu kamar mandi.

Selang beberapa menit, akhirnya Si Badak keluar juga. Ia keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang menutupi pinggang sampai lututnya. Tubuh bagian atasnya terlihat. Ya Gusti! Apa ini? Belum apa-apa mataku sudah ternodai.

Pak Jefri punya roti sobek kayak Sehun. Mo nangis Gue!

"Ya Gusti! Pak auratnya ditutup," perintahku menyuruh Pak Jefri untuk mengenakan baju.

Pak Jefri menatapku dengan tatapan tajam. Ia perlahan mendekatkan tubuhnya ke arahku, "Kalau ada orang mandi, jangan diganggu!" ucapnya.

Jantung gue nggak sehat tiba-tiba!

Aku segera beranjak ke kamar mandi dan meninggalkan Pak Jefri yang masih mematung di tempat. Bodo amat! Aku segera beranjak masuk ke kamar mandi.

Tak memerlukan waktu lama, aku membersihkan tubuhku. Hanya sepuluh menit. Aku keluar dari kamar mandi mengenakan baju tidur. Ralat! Baju tidur yang aku kenakan bukan baju tidur seksi atau sejenis lingerie. Jangan berpikiran macam-macam. Aku hanya memakai baby doll bergambar Princess Sofia.

Aku melihat Pak Jefri yang sudah berbaring di atas ranjang tempat tidur. Syukurlah Pak Jefri sudah memakai baju selayaknya. Ia memakai kaos putih polos dan celana pendek selutut berwarna cokelat. Ia bahkan sudah memejamkan matanya. Aku tidak mau tidur seranjang dengan Pak Jefri. Takut diapa-apain!

"Pak, jangan tidur disini! Saya mau tidur Pak," ucapku mengoyang-goyangkan tubuh Pak Jefri.

Pak Jefri masih diam dan tak menjawab permintaanku, "Pak!" pekikku tepat ditelinga Pak Jefri yang masih memejamkan matanya.

Mendengar teriakku yang cukup kencang, ia langsung beranjak dari tidurnya dan duduk menghadapku. Sorot matanya tajam layaknya ingin membunuhku, "Jangan ganggu saya tidur!"

"Tapi Bapak jangan tidur disini. Di sofa saja."

"Kenapa?"

"Saya nggak bisa tidur kalau bapak tidur disini."

"Ini kamar saya. Suka-suka saya tidur dimana."

"Pak! Pindah ke sofa cepetan!"

"Nggak,"

"Pindah!"

"Nggak,"

"Pak!"

"Memangnya kenapa kalau saya tidur disini?"

"Saya takut Bapak buntingin saya,"

Pak Jefri membulatkan mata sempurna saat mendengar kalimat terakhir yang aku ucapkan. Ia tiba-tiba mendekatkan tubuhnya ke arahku dan hampir tak menyisakan jarak. Sampai bau parfum Pak Jefri tercium di hidungku. Aku memejamkan mataku rapat-rapat tak berani menatap matanya.

Jantung gue rasanya mau lompat ke Pluto! Tolongin gue!

"GR, kamu! Siapa yang mau ngapa-ngapain kamu." ucapnya.

Tok....Tok...Tok....
Suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar. Aku dan Pak Jefri menoleh ke Pintu memastikan suara siapa yang ada di balik pintu.

"Pak, bukain pintunya!" pintaku ke arah Pak Jefri.

"Kamu saja,"

"Itu suara Tante Rizka, Bapak aja yang bukain."

Pak Jefri menatapku tajam. Tanpa aba-aba tangannya menarik tanganku dan mengisyaratkanku ikut beranjak turun dari ranjang.

Pak Jefri membuka knop pintu. Dan benar saja, Tante Rizka sudah ada di depan pintu dan matanya melirik bergantian ke arahku dan Pak Jefri. Tatapannya tampak seperti sedang mengintimidasi seseorang.

"Kalian belum tidur kan?"

"Belum Tante,"

"Umi ganggu ya? Aduh, jadi nggak enak."

"Umi kesini mau ngapain?" tanya Pak Jefri.

"Umi cuma mau kasih beberapa buku ini ke Ayana. Dibaca ya sayang," ucapnya seraya memberikan Tote bag berisi beberapa buku ke arahku.

"Loh! Ayana pakai baju itu kalau tidur?"

"Memangnya kenapa Tante?"

Tante Rizka tampak mengerutkan dahinya, "Jefri, kamu nggak beliin baju tidur buat Ayana?"

Aku dan Pak Jefri saling menatap satu sama lain. Buat apa? Baju tidurku juga masih banyak. Ada gambar Princess Sofia, Kungfu panda, Little pony sama unicorn. Jadi buat apa baju baru. 

"Kalau Jefri belum sempat membelikan baju tidur buat kamu. Umi punya beberapa baju tidur. Kayaknya pas deh sama kamu. Kan ukuran Umi sama kamu nggak beda jauh. Besok Umi carikan-"

Belum sempat Tante Rizka menyelesaikan kalimatnya, Pak Jefri sudah memotong kalimatnya, "Umi, Abi nyariin Umi. Cepet kesana!"

"Ih! Kamu udah nggak sabar ya Jef-"

Jefri membulatkan matanya ke arah Tante Rizka, "Umi!" pekiknya.

"Yaudah, Umi kesana dulu. Jangan lupa dibaca ya, Ayana?"

"Iya Tante," Aku penasaran dengan buku yang ada di Tote bag yang aku pegang sekarang. Secinta itu kah keluarga ini dengan buku? Sampai apa-apa ditawarin baca buku terus. Aku yang tidak sama sekali hobi membaca bisa apa?

Usai Pak Jefri menutup kembali pintu kamar, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang lagi. Aku tak langsung menyusul Pak Jefri untuk tidur. Aku dari tadi penasaran buku yang ada di Tote bag ini. Jadi aku mengambil duduk di pinggir ranjang seraya tak sabar ingin membuka Tote bag ini. Lagi pula aku juga belum mengantuk. Ini juga masih jam 10 malam. Biasanya aku tidur jam dua malam. Kalau maraton drakor bisa tidur sehabis subuh.

Tanganku perlahan membuka Tote bag yang tadi diberikan Tante Rizka. Loh! Kok dibungkus kertas kado? Makin repot aja bukanya. Aku membuka lapisan kertas kado yang membalut beberapa buku tersebut.

Tanganku menghitung beberapa buku-buku yang ada di hadapanku. Terhitung, ada 10 buku yang diberikan Tante Rizka. Banyak juga! Mana bisa baca semua? Aku mengerutkan dahiku sejenak saat membaca satu persatu judul buku yang ada di hadapanku.

"Tuntunan kehidupan suami istri?"

"Menjadi istri yang penuh cinta,"

"Hiruk pikuk rumah tangga."

"Macam-macam nafkah yang wajib suami istri ketahui,"

"Tampil cantik hanya di depan suami."

"Fikih hubungan intim,"

"Tips dan Trik melayani suami agar lebih betah di rumah."

"Apa ini, anjrot!" pekikku sedikit kencang. Sampai Pak Jefri yang ada di sampingku ikut terbangun. Aku tak sanggup membaca semua judul buku-buku ini. Makin kesini judul bukunya makin bikin teriak kencang.

Bersambung...

Malang, 28 Juni 2020

🥀🥀🥀

Haiii aku kembali lagi. Jan pada mikir macem-macem di part ini 🌚
Abaikan typo yang bertebaran atau kesalahan kalimat yak. Kadang aku suka khilaf sama Pak Jefri. Maksud aku- khilaf nulis cerita Pakk Jefri wkwk

Dahlah! Jan lupa vote pencet tombol bintang di sebelah kiri bawah yang cem gini ⭐  yak! Jan lupa jugaaaa komen komen di bawah terserah mo komen apa ajaaa. Hujat Ayana juga gapapaaa kalau belum follo author follow juga biar tau update cerita terbaru dari author. Yodah ya yodah aku pamit. Byee sampai ketemu besok di part selanjutnya. Tetap tambahkan ke perpustakaan ajaaa Jan dihapus sampai end.

See you

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top