BAGIAN 7 - PERJODOHAN

"Tante punya album photo kecilnya Jefri, kalau kamu mau lihat. Bentar Tante ambilkan."

Pasti kecilnya buriq nih si Badak!

Aku hanya tersenyum kecil dan mengangguk saat Tante Rizka mengambil album photo di salah satu rak buku yang ada di ruang tamu. Gila sih ini! Ruang tamu aja banyak bukunya. Pasti keluarganya si badak suka banget baca buku. Beda banget sama aku yang suka maraton drakor.

"Nah ini photo kecilnya Jefri."

Tante Rizka membuka lembar demi lembar album photo tersebut. Tangannya terhenti di salah satu halaman memperlihatkan seorang anak kecil berumur sekitar lima tahun dan tidak mempunyai rambut--Alias botak sedang tersenyum dengan gigi yang masih belum lengkap. Anak kecil tersebut mengenakan seragam polisi.

"Ini waktu Jefri umur 5 tahun."

Tante Rizka menunjuk sebuah photo yang memperlihatkan Pak Jefri kecil sedang memakai seragam merah putih seraya tangannya memeluk beberapa piala, "Terus ini waktu dia sekolah dasar. Anaknya dari kecil memang suka ikut lomba olimpiade."

Aku membelalakkan mataku seketika saat melihat salah satu halaman yang memperlihatkan Pak Jefri kecil sedang memegang piala dan medali emas. Otakku Mendadak insecure saat melihat Photo Pak Jefri memeluk 5 piala tersebut. Buset! Itu menang lomba apa saja?

Lomba makan kerupuk agustusan aja gue gak pernah menang apalagi olimpiade?

"Terus ini waktu dia SMA. Sebenarnya Tante udah sulit banget minta Jefri buat photo terus dicetak gini. Apalagi sekarang. Padahal mau Tante itu diabadikan gitu. Dia kan anak Tante satu-satunya. Jadi Tante merasa kesepian kalau dia nggak pulang ke rumah."

Tante Rizka kemudian menunjuk satu photo lagi, Pak Jefri sedang memakai toga wisuda kelulusan, "Ini waktu dia kuliah. Foto kuliah cuma satu. Itu aja pas kelulusan. Dia sebenarnya di suruh Abinya kuliah di Kairo ambil kedokteran atau tafsir qur'an. Tapi malah nggak mau. Dia maunya kuliah di Indonesia aja."

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala seolah-olah mengerti apa yang dikatakan Tante Rizka. Tante Rizka sangat antusias saat bercerita tentang Pak Jefri. Aku tahu, Tante Rizka saat ini merindukan Pak Jefri. Ya bagaimana lagi? Pak Jefri anak tunggal dan jarang pulang ke rumah ini. Ibu mana yang nggak rindu ketika anaknya sudah besar terus jarang pulang ke rumah dan masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Ayana?"

"Iya Tante?"

"Mau nggak bantuin Tante bikin cupcake?" tawar Tante Rizka.

"Boleh. Ta-tapi, Ayana nggak bisa masak Tante."

"Nggak papa, nanti Tante ajarin. Ayo ke dapur,"

Gila sih! Tante Rizka baik banget. Padahal aku orang yang baru ia kenal. Tapi bisa sebaik ini. Beda sama anaknya. Bikin orang darah tinggi terus.

"Bahannya udah Tante siapin tadi di atas meja. Tante kalau bosen dan bingung mau ngapain. Biasanya Tante buat kue atau masak."

Beda banget sama gue, Kalo gabut malah maraton drakor.

Aku mengira-ngira bahan yang sudah disiapkan Tante Rizka untuk membuat cupcake, "Telurnya segini Tante?"

"Iya segitu cukup. Kamu masukkan semua bahan yang udah Tante siapin ke wadah warna ijo itu ya? Tante mau siapin tambahan toppingnya dulu."

Aku lantas memasukkan bahan-bahan sesuai perintah Tante Rizka. Seumur-umur baru kali ini aku membuat kue dengan tanganku sendiri. Biasanya beli aja langsung, jadi tinggal makan. Nggak ribet begini.

"Sudah Tante,"

"Sini Tante ajarin pakai mixer,"

Tangan Tante Rizka benar-benar luwes mengajariku. Beda denganku. Banyak salahnya dan kaku saat menirukan Tante Rizka memegang mixer. Aku sampai ragu dengan diriku sendiri. Kalau nanti aku menikah. Suamiku aku kasih makan apa? Cuma bisa masak mie sama air rebus.

"Umi, Umi dimana?" Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggil-manggil Tante Rizka.

"Umi di dapur," Tante Rizka menjawabnya dengan sedikit teriak seraya tangannya masih mengaduk adonan kue.

Tak lama kemudian, seseorang yang memanggil Tante Rizka dengan sebutan Umi menyusul ke dapur. Aku terkejut saat tiba-tiba Badak Liar yang memanggil Tante Rizka. Loh! Bukannya Badak pulangnya satu bulan sekali. Kenapa hari ini pulang? Aku kira yang memanggil Tante Rizka tadi suaminya. Ternyata--Badak Liar anaknya Tante Rizka.

"Ka-kamu? Kamu ngapain disini?" tanyanya ketus ke arahku.

Aku sebenarnya ingin mencibirnya. Tapi aku tahu etika. Disini ada Tante Rizka, tidak mungkin kan aku menyayat wajahnya  pakai pisau yang aku pegang sekarang?

"Kamu pulang hari ini Jef, Umi kira besok lusa kesini."

"Jefri nggak ada jadwal praktek. Jadi bisa cepat pulang kesini. Dia ngapain disini, Mi? Umi kok kenal dia? Nemu di Kebun Binatang mana, Mi?"

Kebun binatang? What the--Ngaca Lo Badak Liar. Gue disini di suruh Emak Lo, bego!

"Loh? Kamu kenal sama Ayana?" tanya Tante Rizka.

"Nggak-" jawabnya singkat.

"Loh, katanya Ayana, kamu jadi pemateri sosialisasi di KKN Ayana? Berarti kenal dong,"

"Iya," jawabnya singkat.

Durhaka Lo sama emak sendiri. Ditanya nggak dijawab yang bener. Aku hanya bisa mencibirnya dalam hati. Tanganku rasanya ingin menumpahkan adonan kue ke wajahnya. Tahan! Sabar Ayana.

"Ya udah, Jefri kamu temani Ayana ngobrol di ruang tamu ya? Nanti Umi nyusul. Ini cupcake-nya cuma tinggal dikukus aja kok."

"Ayana bantu Tante aja,"

"Nggak usah sayang, ini udah selesai kok,"

Aku terpaksa berjalan mengekor di belakang Pak Jefri ke ruang tamu. Tak ada yang memulai pembicaraan. Aku ataupun pak Jefri hanya fokus ke ponsel masing-masing.

Usai mengukus kue, Tante Rizka menyusul ke ruang tamu, "Kenapa nggak ngobrol-ngobrol sih?"

Aku melirik sekilas ke arah Pak Jefri yang duduk di depanku namun seketika tatapanku langsung kualihkan ke arah ponsel lagi saat Pak Jefri ternyata menatap tajam ke arahku.

Pengen gue gampar aja rasanya lihat muka Pak Jefri!

Tante Rizka tertawa ringan, "Ya Allah, lucu banget lihat kalian begini. Jadi pengen cepet-cepet."

Pak Jefri mengerutkan dahinya, "Cepet-cepet apa?"

"Cepet-cepet nikahin kalian." jawab Tante Rizka seraya terkekeh pelan.

Aku membulatkan mataku sempurna saat Tante Rizka berbicara seperti itu, "Ayana masih kuliah Tante, belum mikir sampai situ."

"Jefri juga masih sibuk Mi, nggak kepikiran buat nikahin Kebo kayak dia."

Bazzeng! Kebo katanya. Nggak ngaca apa dia tingkahnya kayak Badak liar.

"Jefri sayang, kamu sudah hampir 30 tahun loh, Umi ini sudah waktunya punya cucu. Masak kamu masih mikirin pekerjaan aja tapi nggak mikirin pasangan juga. Nggak malu sama temen-temen kamu yang udah gendong anak," ucapnya ke arah Pak Jefri yang ada di sampingnya.

"Ayana, jadi Tante dan Mama kamu itu dulu pernah bahas pengen jodohin anak masing-masing. Mama kamu dulu itu pengen besanan sama Tante. Dan Tante pikir sekarang waktu yang tepat. Nggak usah khawatir soal kuliah. Kuliah kamu kan tinggal satu semester lagi. Iya kan? Jadi nanti satu semesternya biar Jefri yang menanggung."

"Tapi Mi-" Pak Jefri berusaha menolak permintaan Tante Rizka.

"Nggak usah tapi-tapian Jef. Kalau bisa Minggu ini bagaimana?"

"Bagaimana apanya?"

"Nikahnya,"

"Pikirkan matang-matang dulu lah Mi, Abi kan juga belum tahu mengenai ini-"

"Abi sudah tahu, kok! Umi sama Abi setuju-setuju aja. Ayana setuju juga kan? Kenapa kamu nggak setuju sih?Jef, ayolah. Kali ini turuti Mama."

Pak Jefri menghela napas kasar. Sepertinya ia masih belum siap untuk menikah. Padahal kalau dilihat dari umur, dia memang sudah seharusnya menikah. Aku tidak tahu alasannya kenapa ia masih berat.

Sebenarnya aku juga tidak ingin dijodoh-jodohkan seperti ini. Ini kan bukan jaman Siti Nurbaya yang apa-apa harus dijodoh-jodohkan. Tapi aku tidak bisa menolaknya. Berat rasanya, kalau harus menolak permintaan Mama. Kalau ada hal yang berkaitan dengan Mama aku sulit untuk menolaknya. Aku terlalu sayang Mama, jadi aku mau tidak mau harus menyetujui saja perjodohan ini. Meskipun dijodohkan dengan Badak liar memang bukan impianku sama sekali. Sama sekali tidak terpikirkan harus menikah dengan Badak Liar. Belum menikah saja sudah membuat darah tinggi naik apalagi setelah menikah.

"Iya," jawab Pak Jefri singkat tanpa ekspresi sama sekali ke arah Tante Rizka.

"Nah, gitu dong! Kalau begitu besok Umi aja yang akan mempersiapkan semuanya. Kalian tinggal terima jadi. Seminggu apa nggak kelamaan ya? Kalau begitu gimana kalau 5 hari lagi kalian nikah?

Bersambung....

Malang 27 Juni 2020

🦄🦄🦄

Yang penasaran latar belakang Ayana, besok aku update di part selanjutnya.

Dah segitu dulu part ini yak. Jan lupa vote komen jugaaaa sama follow yang belum follow author. Jan lupa tambahi ke perpustakaan kalian biar nanti kalau author update nggak ketinggalan.

Nb : Kalau ada kesamaan nama mohon dimaklumi. Author juga pakek nama itu terinspirasi dari tetangga, temen, dan kerabat author wkwk yang kebetulan namanya juga itu itu aja wkwk. Kadang nyari referensi nama bayi juga wkwk. Awas typo bertebaran mohon dimaklumi yak....

See you next chapter bye bye 🥰🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top