BAGIAN 26 - MARAH DAN NGGAK PEKA!

⚠️ Ada yang kangen Pak Jefri? Aku bawa Pak Jefri. Ini part paling panjang yang pernah aku tulis jadi siapin kesabaran untuk meluapkan emosi ke Pak Jefri wkwk. Makasih udah vote yak jangan lupa setelah baca ini komen juga. Makasih udah follow juga *kecup ubun-ubun satu-satu wkwk

Happy reading!

🌸🌸🌸

Dua hari yang lalu, Karin menginap di rumah untuk menenangkan dirinya. Dan pagi tadi ia sudah melaksanakan sidang tugas akhirnya. Sempat ada rasa takut yang muncul dalam diri Karin, tapi aku meyakinkan kalau tidak akan terjadi apa-apa. Masalah Aldo? Lupakan semoga aku tidak bertemu batang hidungnya. Kalau sampai bertemu? Aku tidak yakin bisa menahan tanganku untuk memukulnya. Hari ini Karin sudah meminta izin ke aku untuk tidak menginap lagi di rumah. Dia ingin menenangkan dirinya di rumah orang tuanya. Semoga dengan cara ini dia bisa menyembuhkan trauma dan lukanya.

Dan aku saat ini ada di rumah Umi. Permintaan Pak Jefri lima hari yang lalu. Ia menyuruhku tinggal disini sementara sampai ia balik ke Jakarta lagi. Padahal, aku bisa tinggal sendiri di rumah.

"Mi, ini adonannya aku masukkin ke kukusan ya?" tanyaku seraya memasukkan beberapa bakpao untuk dikukus dengan api yang sedang. Ya, selalu seperti ini ketika aku di rumah Umi. Memasak, Sampai skill-ku memasak jadi bertambah gara-gara Umi sering mengajakku membuat aneka kue.

"Iya, udah pinter kamu masaknya sekarang, Ay? biasa masakin Jefri ya di rumah?"

"Nggak juga, Mi,"

"Memangnya di rumah sering masakin Jefri apa?" tanyanya lagi.

"Kadang tumis, kadang telur dadar, nasi goreng, masak masakan yang gampang-gampang aja." jawabku seadanya.

Umi yang sedang membereskan adonan lantas menoleh ke arahku, "Oh iya? Jefri nggak pernah protes kamu masakin itu?"

Kalo banyak protes, gue tinggal tampol pakek palu!

Aku menggeleng cepat, "Jarang," memang, kalau masalah makanan memang jarang protes, tapi kalau masalah lain? Tau sendiri mulutnya pengen di logok pakai sambel.

"Bagus dong kalau nggak pernah protes, itu artinya Jefri sayang sama istrinya." sahut Umi seraya terkekeh pelan.

Mana ada? sayang tapi ngajak ribut tiap hari!

"Jefri suka banget ayam kecap. Nanti Umi kasih resep biar kamu sering masakin dia. Soalnya sebelum menikah, kalau dia pulang ke rumah ini pasti minta Umi masak ayam kecap. Kalau nggak ada ayam kecap ya sering nggak makan,"

Banyak maunya emang ni orang! Tinggal makan doang juga.

Aku hanya memasang senyum terpaksa menanggapi kalimat yang diucapkan Umi. Ternyata, bukan hanya di rumah ya Pak Jefri bikin darah tinggi. Tapi juga sebelum menikah. Untung saja, Umi adalah ibu yang paling sabar dan sosok ibu mertua idaman sejuta umat. Walaupun terkadang ucapan konyolnya sering membuat Pak Jefri mati kutu. Tapi dia tetap ibu yang terbaik. Aku bahkan sering menganggapnya ibuku sendiri. Karena memang semenjak Mama meninggal, aku sangat merindukan sosok ibu.

"Umi punya ide. Nanti kalau dia pulang, sambut dia pakai cara romantis. Masakin makanan kesukaan dia. Terus siapkan air hangat untuk dia mandi. Pijitin! Karena tiap tugas ke luar kota dia sering ngeluh capek biasanya."

Aku membulatkan mata sempurna. Nggak, ini nggak bisa dibiarkan. Bukannya berterima kasih, pasti respon Pak Jefri makin gak tahu diri nantinya kalau aku perlakukan seperti itu. Aku sangat yakin.

"Oh iya, tawaran Umi untuk bulan madu masih kamu pikirkan kan?" tanya Umi lagi.

Aku mengulum senyum simpul, "Nunggu Ayana wisuda, Mi." balasku.

"Ya udah ayo semangat kerjain skripsinya. Biar kamu sama Jefri cepet-cepet bulan madu." sahutnya dengan semangat.

"Nanti kalau Jefri nggak mau, Umi yang paksa." Ia meyakinkanku lagi.

"Pak Jefri mau kok, Mi."

Umi menoleh sekilas ke arahku, seraya tangannya masih sibuk mengecek adonan bakpao yang ada dalam kukusan, "Kok masih panggil Pak, sih? udah berbulan-bulan nikah juga, panggil sayang atau Mas, Ay! Dia kan suami kamu,"

Geli woi!

Aku tersenyum kikuk ke arah Umi. Lagi pula apa salahnya memanggil Badak dengan sebutan 'Pak', "I-iya maksud Ayana, M-mas Jefri." ucapku terpaksa.

Pengen muntah sekebon!

"Nah gitu, dibiasakan! Sekali-kali manggil sayang biar romantis. Kalau sering-sering romantis kan Umi bisa segera dapat cucu."

Aku membelalakkan mataku. Umi, tolong jangan bahas ini dulu, apalagi kalau di depan Pak Jefri. Aku belum siap.

"Iya Umi," jawabku terpaksa lagi.

"Jefri pulangnya besok atau lusa, Ay?"

"Antara besok atau lusa katanya,"

"Besok aja deh, paksain dia pulang cepet! Memangnya kamu nggak kangen sama suami kamu?"

Gak! Sama sekali nggak.

"Ayana juga nggak tau, Mi! Kapan pulangnya. Dia cuma bilang seminggu dia disana."

Umi hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengisyaratkan ia mengerti, "Disana Jefri sama Aline kan?" tanyanya lagi.

Aku menghentikan aktifitasku mencuci beberapa mangkuk bekas adonan di wastafel dapur, "Umi kenal dokter Aline?" tanyaku.

"Ya kenal, kenal deket Umi sama Aline. Persis sama kayak kamu gini. Dulu kalau Umi sendirian di rumah, Aline nemenin Umi masak-masak. Buat Jefri."

Bener kan? Aku paling pandai menebak-nebak!

"Mi," panggilku pelan ke arah Umi.

"Hm?"

"Pak Jefri sama Dokter Aline deket ya dari dulu? Atau pernah deket gitu?"

Eh, bentar-bentar! Kenapa mulutku tiba-tiba tanya begitu? Padahal tadi aku hanya berniat sekedar menanyakan 'Apakah Umi kenal Dokter Aline?' tapi kenapa malah sekarang aku ingin mengulik kehidupan Pak Jefri di masa lalu. Kan nggak penting-penting amat.

Umi terkekeh pelan mendengar pertanyaanku, "Kenapa tanya ke Umi? Tanya ke Jefrinya aja langsung," tukasnya.

Makin salah paham kan kalau begini? Mulutku kenapa tidak bisa diajak kompromi?

"Umi vidio call Jefri ya? Kamu tanya sendiri,"

"Hah? Nggak, aduh ... Jangan... gimana? Aduh ... Gak usah Umi, Ayana cuma becanda tadi,"

Umi terkekeh pelan. Ia lantas mengambil ponselnya yang ada di sudut meja dapur, "Nggak papa, sekalian Umi juga kangen sama dia."

Kok jadi gini? Ntar Si Geblek GR lagi.

Panggilan tersambung ke nomor Pak Jefri. Umi sedikit mengangkat ponselnya seraya bibirnya menyunggingkan senyum simpul ke arah layar ponsel, "Halo Jef!" ucapnya saat vidio call sudah tersambung dengan Pak Jefri.

Dari layar ponsel, Pak Jefri tampak mengerutkan dahinya, "Umi? Tumben vidio call," tanyanya.

"Kamu ini kebiasaan sama Umi sendiri. Masak gak boleh Vidio call sama anaknya,"

"Biasanya Umi telfon Jefri pakai telfon biasa nggak pakai vidio call,"

Umi terkekeh geli mendengar ucapan anaknya, "Tadinya mau gitu. Tapi ternyata ada yang kangen kamu. Nyuruh Umi vidio call kamu," ucap Umi seraya melirikku sekilas.

What! Padahal aku sama sekali tidak mengatakan kalau aku kangen Pak Jefri. Tapi Umi selalu saja bisa melebih-lebihkan. Kalau begini kan tingkat ke-GR-an Pak Jefri semakin tinggi.

Pak Jefri mengernyitkan dahinya, "Siapa?" tanyanya penasaran.

Umi tertawa pelan, "Coba tebak siapa?"

"Siapa?" tanyanya lagi.

Umi mendekatkan layar ponselnya ke arah wajahku, "Nih," ucapnya seraya terkekeh lagi.

Pak Jefri tersenyum miring saat melihatku. Sontak aku melotot ke arahnya, "Nggak, sa-saya ... Nggak bilang begitu!"

Aku menyodorkan ponsel Umi ke arahnya lagi. Melihat wajah Pak Jefri dalam layar rasanya ingin mengumpat terus-menerus.

"Jef, kamu disana sama Aline kan?" tanya Umi seraya melirikku sekilas.

"Iya, kenapa?"

"Aline dimana?"

"Dia lagi makan siang,"

"Makan siangnya nggak sama kamu Jef?"

Pak Jefri terlihat mengulum senyum, "Jefri tadi udah makan. Makan malamnya aja nanti sama saya," jawabnya.

Aku menghela napas panjang. Bisa gitu ya? Pintar sekali memamerkan kemesraan. Apa tidak sekalian nanti kalau makan malam vidio call lagi? Cuma untuk pamer. Atau sekalian makan malamnya pakai lilin-lilin sama bunga-bunga biar dikira pasangan romantis. Terus diunggah di feed Instagram. Sekalian aja lilinnya pakai lilin pesugihan. Bikin emosi aja.

"Ya udah, salam buat Aline, ya?" ucap Umi mengakhiri.

Pak Jefri terlihat mengangguk pelan, "Umi, Saya boleh bicara sama dia sebentar nggak?" tanyanya ke arah Umi sebelum menutup sambungan telepon.

Umi mengerutkan dahinya, "Dia siapa? Aline atau Ayana?"

"Orang yang pakai baju biru di samping Umi," jawabnya.

Iya tau, aku pakai baju biru. Tidak usah diperjelas lagi. Kalau mau ngomong ya ngomong!

Umi melirikku saat aku mendengus kesal, ia sontak tertawa ringan melihat ekspresiku. Memangnya ada yang salah? Kenapa Umi menertawakanku? Yang harusnya ditertawakan itu Si Geblek bukan aku, "Kok izin segala sih kayak sama siapa aja, orang istri-istri kamu sendiri," ucapnya ke arah Pak Jefri.

Umi menyodorkan ponselnya ke arahku, "Ini Ay, Jefri mau ngomong sama kamu. Kamu ngobrol aja disana! Biar Umi beresin bahan-bahan masakan di dapur,"

Aku mengambil ponsel Umi dan berjalan menuju teras rumah untuk berbicara dengan Pak Jefri, dan aku memilih duduk di salah satu bangku teras agar Umi tidak terganggu.

Aku mendekatkan layar ponsel tiga puluh centi meter dari wajahku untuk melihat wajah Pak Jefri di layar, "Apa?" tanyaku ketus.

"Kalo punya muka pas-pasan. Gak usah ditekuk, makin jelek!" sahutnya enteng.

Aku melotot ke arahnya, "APA? MAU PAMER? MAU BILANG KALAU NANTI MALAM MAKAN SAMA MBAK MANTAN?"

Ia terlihat mengerutkan dahinya, "Mbak mantan siapa?" tanyanya ke arahku.

"Pikir sendiri! katanya punya IQ gede," tukasku.

Ia tersenyum miring, "Memangnya kenapa kalau saya mau makan malam? Cemburu sama Aline?"

Aku menatap tajam ke arahnya, "Siapa yang cemburu? Saya cuma nggak suka aja Bapak pamer-pamer mau ini itu. Nggak penting!"

Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan seraya masih tersenyum mengejek, "Terserah kamu mau bilang apa. Saya mau ngomong penting sama kamu!"

"NGOMONG AJA NGGAK USAH IZIN!"

Ia mendengus pelan saat aku sedikit teriak ke arah layar ponsel, "Penelitian kamu sampai mana?"

Ingin rasanya menjambak kepala Pak Jefri saat ini. Tapi sayangnya dia tidak di depanku, "Nggak disini nggak disana tanya penelitian mulu. Apa nggak capek?" ucapku meledak-ledak. Bisa-bisanya tanya penelitian. Bukannya basa-basi tanya kabar atau beliin oleh-oleh, malah tanya penelitian.

"Ya kamu mau liburan apa nggak?" tanyanya lagi seraya menatapku tajam.

"Oh, jadi bapak nggak sabar pengen bulan madu sama saya? Bulan madunya sama saya makan malamnya sama yang lain."

"Terserah kamu mau ngomong apa. Yang penting saya mau kamu cepet selesaikan penelitian kamu."

"Dosen pembimbing dua belum ACC. Percuma kalo Pak Reza doang yang ACC, kan tetep gak bisa sidang. Kalau Bapak mau cepet-cepet ya udah Bapak aja yang jadi dosen pembimbing sekarang!"

Ia mendengus kesal lagi tak menanggapi ucapanku, "Setelah lulus, kamu daftar S2," perintahnya mengalihkan pembicaraan.

"Nggak! Tugas akhir S1 aja saya masih kewalahan buat cari data sana sini. Penelitian lapang sana sini. Dihujat dosen pembimbing. Ribut sama Bapak. Terus sekarang Bapak seenak jidatnya nyuruh saya langsung daftar S2 setelah lulus. Apa nggak sekalian nyuruh saya ikut program fast track biar otak saya langsung melebur?"

"Ya memangnya kamu mau ngapain setelah lulus? Mental kamu cemen banget sampai sini udah nyerah?" ucapnya ke arahku.

Aku menghela napas kasar saat Pak Jefri lama kelamaan mulutnya ingin ditampar. Aku menghapus cairan bening yang hampir menetes di sudut mataku. Bisa-bisanya aku terpancing emosi lagi gara-gara Pak Jefri.

"Ya setidaknya Bapak jangan maksa saya ini itu. Bapak jangan samain otak Bapak sama saya. Semua orang punya porsi kelebihannya masing-masing. Bapak jangan samain semuanya. Semua harus ikut kemampuan Bapak. Mentang-mentang Bapak pinter akademik saya enggak. Tapi nggak gini caranya. Bapak tuh cuma manfaatin saya buat jadi yang Bapak mau. Padahal saya sama sekali nggak suka di oper sana-sini. Kalau Bapak nyari yang sepadan sama Bapak. Kenapa Bapak nggak pisah sama saya nyari yang sepadan sama Bapak? Saya nggak suka—"

Ia memotong kalimatku yang belum selesai aku ucapkan semuanya, "Sudah ngomongnya?"

"Saya belum selesai ngomong!"

"Lanjutin kalau saya sudah sampai di rumah. Handphone nya balikin ke Umi. Saya masih banyak kerjaan!" jawabnya enteng.

"SAYA MAUNYA NGOMONG SEKARANG!"

"Saya ada kerjaan, lembur!"

"Terserah Bapak! Nggak usah telfon saya lagi!"

Aku memutuskan sambungan telepon sebelum mendengar jawaban dari Pak Jefri. Aku beranjak dari dudukku. Dan berjalan kembali ke dapur untuk mengembalikan ponsel Umi, "Umi, ini handphone-nya!"

"Udah telfonnya? Kok cuma sebentar?"

"Udah selesai kok, Mi! Ayana ke kamar dulu ya? Istirahat."

"Ya udah, sana ke kamar!" perintahnya.

Aku menghela napas lagi memompa stok kesabaran setelah berdebat dengan Pak Jefri. Kakiku melangkah menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua.

Sampai di depan kamar, aku membuka pintu perlahan dan beranjak ke tempat tidur. Rasanya, ingin memeluk Mama. Bercerita panjang lebar, keluh kesal. Tapi nggak bisa. Pak Jefri jahat banget.

Ini sebenarnya aku kenapa? Kenapa mood-ku tiba-tiba buruk lagi. Padahal Pak Jefri cuma menyuruhku ambil program S2, kenapa emosiku berlebihan? Tapi Pak Jefri jahat, dia selalu egois ingin otakku sepadan dengannya. Menyuruh ini itu. Terus dia dengan seenak jidatnya nanti makan malam dengan Dokter Aline. Ah, nggak tau! Pusing.

Aku mengambil ponselku yang kuletakkan di atas nakas samping tempat tidur, "Nggak ada pesan masuk ataupun telfon!" gumamku pelan.

"Nggak peka! Harusnya dibujuk, kek? Ditelfon balik atau apa? Ini nggak sama sekali." teriakku ke arah layar ponsel. Bodo amat! Nggak usah pulang sekalian. Disana aja setahun dua tahun. Aku lantas merebahkan tubuhku lagi. Kali ini aku menutup semua bagian tubuhku dengan selimut tebal.

Dreet...drettt..dreett
Suara ponselku bergetar. Entah pesan spam yang masuk atau panggilan masuk? Halah, paling juga Pak Jefri mau minta maaf. Bodo amat.

Dreet...dreett...dreett....
Suara ponselku bergetar lagi. Aku mendengus kesal. Aku memutuskan untuk mengambil ponsel yang ada di atas nakas.

|5 pesan belum dibaca|

Aku membuka pesan yang masuk dan sontak membulatkan retinaku sempurna. Rasanya ingin menjerit saat membuka satu persatu pesan yang masuk.

|085xxxxxxxxx
Modal 10rb main d0min0. Togel taruhan. Menang setiap hari dapat bonus klik link bit.ly/pokokejos.|

|0854xxxxxxxx
Kami menawarkan pinjaman uang berbasis online minimal pinjam 500jt. Hubungi kami!|

|898
Paket reguler anda sudah habis. Beli paket tambahan dan dapatkan bonus setiap pembelian.|

|087xxxxxxxxx
Mau main t09el? Kunjungi link dibawah ini bit.ly/tralalatrilili|

|082xxxxxxxxx
Dapatkan paket chicken combo dan ice cream. Hanya hari ini! Tukarkan SMS ini untuk mendapatkan paket promo chicken combo|

Kirain Pak Jefri, malah isinya nomor spam tidak dikenal nawarin togel sama pinjaman uang. Gak penting semua!

Bersambung...

Malang, 24 Juli 2020

🌸🌸🌸

Huwaaa, ini part terpanjang yang pernah aku tulis sampe 2100 kata lebih. Oke, selamat membaca untuk kalian yang kangen Pak Jefri. Doi belum pulang masih di Lombok wkwkwk

Btw siapa yang pernah dapat SMS nomor tidak dikenal kayak Ayana diatas? Cung tangannya? Aku sering banget kayak Ayana. SMS yang menuhin nomor-nomor tidak dikenal wkwk kalau nggak ya operator yang sms wkwk so sad wkwk 😭

Selamat membaca ya? Terima kasih udah vote, komen, sama follow author.

See you next chapter!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top