BAGIAN 21 - DEEP TALK UNFAEDAH

⚠️ Makasih banyak buat yang udah nunggu sampai part ini 🥰 terima kasih udah vote, komen, dan follow lapak ini. Aku sayang kalian.

Happy Reading!

🌸🌸🌸

"Bang Sobri!" panggilku sedikit teriak. Ya, aku dan Pak Jefri memutuskan untuk makan siang di warung mie ayam Bang Sobri langgananku. Sebenarnya Pak Jefri sempat menolak karena dia tidak terlalu suka makan mie, tapi karena aku memaksanya, jadi dia mau juga makan disini.

"Lho ... Ayana?" ujar Bang Sobri.

"Mie ayam dua ya Bang?"

"Siap! Kok nggak sama Karina?"

Aku menghela napas panjang saat Bang Sobri menanyakan Karina, "Karina lagi ada tugas. Jadi nggak bisa ikut."

Bang Sobri mengangguk-anggukan kepalanya seolah-olah mengerti, "Sama siapa?" tanyanya lagi seraya menaik-turunkan alisnya dan melirik sekilas ke arah Pak Jefri.

Aku sontak terkekeh saat melihat ekspresi Bang Sobri yang sedikit terheran. Memang, biasanya aku ke warung mie ayam Bang Sobri hanya berdua dengan Karina. Tidak pernah dengan laki-laki manapun. Rafi juga tidak pernah aku ajak ke warung makan Bang Sobri. Karena dia selalu sibuk mengurus organisasi.

"Menurut Bang Sobri Ayana sama siapa?" godaku.

"Kalau pacar nggak mungkin, Karina kan udah bilang ke Abang, kalau kamu nggak pernah ada yang deketin di kampus."

Mulutnya Bang Sobri!

Aku melirik ke arah Pak Jefri sekilas, dan sialnya dia sempat menahan senyum ketika Bang Sobri mengatakan kalimat itu.

"Terus ini siapa? Tebak?" ujarku seraya menunjuk Pak Jefri.

"Sodara sepupu?"

"Bukan,"

"Siapa?"

"Tukang kebon di kampus Ayana," ucapku seraya terkekeh pelan.

Aku menatap sekilas ke arah Pak Jefri yang berdiri di sampingku. Ia melirikku tajam. Tatapan Pak Jefri seolah-olah tidak terima saat aku mengatakan kalimat tersebut. Aku tersenyum memperlihatkan gigi rataku ke arah Pak Jefri dan berbisik pelan, "Bercanda Pak,"

"Tukang kebon modelannya begini nggak ada ay, Ada-ada aja kamu," protes Bang Sobri.

Bang Sobri mengulurkan tangannya ke arah Pak Jefri, "Oh iya, saya Sobri Mas! Penjual Mie Ayam paling ganteng di area kampus. Umur baru 44 tahun. Anak lima, istri baru satu. Sebenernya mau nambah dua tapi Ayana nggak mau sama saya." ucapnya seraya terkekeh geli.

Bang Sobri mulutnya pengen gue colok pakai pisau! Bercandanya kelewatan.

Pak Jefri membalas jabatan tangan Bang Sobri seraya menyunggingkan senyum tipisnya, "Saya Jefri,"

"Temennya Ayana atau sodaranya, Mas Jefri ini?" tanya Bang Sobri lagi.

"Sua—"

Aku langsung memotong kalimat yang belum sempat keluar dari bibir Pak Jefri, "Ayana duduk di pojok sana ya Bang?"

Aku menarik lengan Pak Jefri untuk ikut beranjak dan mencari tempat duduk, "Pak, jangan semua orang dikasih tau kalau Bapak suami saya,"

"Memangnya salah? Atau memang kamu lebih milih jadi istri kedua Bang Sobri?"

Aku memukul pelan lengan Pak Jefri, "Enggak lah! Memangnya Bapak rela saya jadi istri keduanya Bang Sobri?"

"Kalau kamu mau ya silahkan!"

Aku memberengut kesal, "Saya yang nggak mau, masak saya sama Bang Sobri yang udah punya istri."

"Tapi Bang Sobrinya mau tuh sama kamu,"

"Bang Sobri kan cuma bercanda, Bapak kok nganggepnya serius?" protesku ke arah Pak Jefri.

"Saya nggak nganggap serius,"

"Udah ah Pak! Ngapain bahas yang beginian." ucapku lagi.

"Kamu yang mulai duluan,"

"Bapak juga, mancing-mancing!"

Aku mengambil duduk di depan Pak Jefri. Satu kursi di samping Pak Jefri dan satu kursi di sampingku kosong. Karena memang meja ini berisi empat kursi.

"Hai! Gue sama teman gue boleh gabung duduk disini? Disana nggak ada bangku kosong," ucap seorang laki-laki yang tiba-tiba menghampiriku.

Aku melirik Pak Jefri tapi yang dilirik malah sedang asik memainkan ponselnya.

"Bo-boleh," ucapku pelan ke arah laki-laki itu.

Aku yang tadinya duduk di depan Pak Jefri langsung beranjak di samping Pak Jefri. Dan duduk di sampingnya. Sedangkan dua kursi kosong di depanku ditempati 2 laki-laki yang memakai jeans bolong-bolong dan kaos hitam yang dipadukan jaket denim. Pak Jefri malah masih asik memainkan ponselnya dari tadi, ia tak menyadari kalau tempat dudukku tadi sudah ditempati oleh laki-laki yang sekarang duduk di depanku.

Bang Sobri membawa dua mangkuk penuh berisi mie ayam untukku dan Pak Jefri, "Ini mie ayamnya," 

"Makasih Bang,"

Aku mengambil dua sendok sambal untuk ku tuangkan ke mangkuk. Pak Jefri yang melihatnya, lantas mengambil paksa mangkuk sambal tersebut, "Orang lain nggak kebagian, kamu habisin semua,"

"Cuma dua sendok doang, lagian kalau habis juga nanti Bang Sobri tinggal buat sambel lagi."

"Tetep nggak boleh," ucapnya seraya menatapku tajam.

"Penelitian kamu mulai kapan?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Aku menghela napas panjang, bisa tidak sih? Pak Jefri tidak membahas hal-hal sensitif saat makan berlangsung? Aku bosan, tiba-tiba harus kehilangan selera makan saat ditanya masalah seperti ini terus.

"Pak, bisa nggak? Kalau makan bahasnya jangan yang begitu mulu. Saya jadi nggak napsu makan,"

"Biar kamu cepet lulus," jawabnya.

"Terus kalo saya terlambat lulus kenapa?"

"Malu-maluin saya," ucapnya sembari menyendok Mie Ayam yang ada di hadapannya.

Pengen gue tabok ginjalnya lama-lama Si Geblek!

Aku menyendok lagi Mie ayam yang ada di hadapanku. Tapi tiba-tiba, aku merasa sedikit risih saat dua laki-laki yang ada di depanku memperhatikanku dari tadi. Tatapannya aneh. Atau memang aku tidak terbiasa ditatap laki-laki asing? Aku menyenggol lengan Pak Jefri yang masih fokus menyendok mie-nya.

"Habis makan, langsung pulang yuk Pak? Saya nggak mau disini lama-lama," bisikku.

"Memangnya mau kemana lagi kalau nggak pulang?"

Si Geblek nggak peka banget!

🌸🌸🌸

"Kamu beli kalender baru?" ucapnya ke arahku yang sedang menaruh kalender duduk di atas nakas samping ranjang. Pak Jefri baru saja selesai mandi. Kebiasaan Pak Jefri, sebelum tidur selalu menyempatkan untuk membersihkan tubuhnya. Untung saja, tidak ada pemandangan aneh-aneh lagi yang membuat jantungku pindah ke Pluto. Pak Jefri keluar dari kamar mandi sudah memakai kaos lengan pendek berwarna putih dan celana pendek hitam.

"Enggak," jawabku singkat.

Pak Jefri mengerutkan dahinya, "Terus kalender yang lama kamu taruh mana? Kamu buang?"

"Kalender lama masih saya simpan di kamar sebelah."

"Kapan kamu beli kalender itu?" tanyanya lagi.

"Saya nggak beli kalender ini kok,"

"Terus?"

"Dikasih Rafi, nggak cuma Rafi sih! Karina juga ngasih poster ini sama printilan ATK,"

"Rafi juga ngasih Snack box tadi. Oh iya, Bouquet yang Pak Jefri kasih, saya taruh di kamar sebelah. Habisnya saya nggak tau bunga segede gajah mau saya apain? Saya nggak bisa ngerawatnya."

Pak Jefri mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia tak menanggapi ucapanku. Padahal aku ingin mengajaknya nonton film.

Aku beranjak mendekati Pak Jefri, "Nyemil berdua yuk Pak? Snack box dari temen-temen. Sekalian saya ajakin maraton drakor. Lagian besok juga weekend kan? Bapak nggak ada jadwal praktek juga kan?"

"Saya ngantuk," tolaknya.

"Biasanya juga belum tidur kalau jam segini,"

Pak Jefri tak merespon lagi, ia masih memejamkan matanya. Tapi sebenarnya aku tahu, Pak Jefri belum tertidur, "Pak?" panggilku seraya menggoyang-goyangkan lengan Pak Jefri.

"Hm,"

"Mau tanya?"

Pak Jefri perlahan membuka matanya, ia beranjak duduk dan bersandar di sisi ranjang, "Jangan tanya yang nggak penting!"

"Saya dapat telfon dari Umi kemarin."

"Terus?"

Aku menyodorkan ponselku ke arah Pak Jefri. Layar ponsel yang menampilkan dua gambar tiket bulan madu yang Umi kirimkan melalui aplikasi WhatsApp, "Umi menitipkan ini,"

"Kamu mau ambil?" tanyanya.

"Enggak,"

Ia mengerutkan dahinya, "Kenapa?"

"Ya, saya kan masih harus fokus penelitian buat tugas akhir saya Pak."

"Ya sudah, nggak usah diambil!"

Aku mengerucutkan bibirku dua centimeter, "Saya takut bikin kecewa Umi,"

Pak Jefri menjitakku pelan, "Ya kalau nggak bisa ya gak usah diambil,"

"Kalau diambil setelah saya lulus bagaimana? Saya juga mau jalan-jalan." tawarku.

"Otak kamu isinya kalau nggak main ya jalan-jalan mulu,"

"Namanya juga manusia,"

"Pak!" panggilku lagi.

"Apalagi?"

"Saya kan hari ini lagi nggak mood buat berantem sama Bapak, saya mau tanya Pak Jefri boleh nggak?"

"Saya ngantuk!"

"Bapak jangan tidur dulu, lagipula besok kan weekend Pak, Bapak juga nggak ada jadwal praktek juga. Ngapain tidur cepet sih?"

"Mau tanya apalagi?" ucapnya ketus.

"Bapak yang santai dong! Anggap aja hari ini kita temenan. Jadi akur sehari. Saya juga nggak mau ngajak ribut Bapak terus,"

"Cepetan kamu mau tanya apa?"

Gue udah belajar buat pensiun nggak ngajak ribut, malah dia mancing mulu!

Aku menghela napas panjang sebelum melontarkan pertanyaan untuk Pak Jefri, "Bapak kok memutuskan nikah tua?"

"Maksud kamu?" tanyanya seraya menatapku tajam lagi.

"Salah ngomong ... Maksud saya, Bapak kenapa nggak nikah dari dulu?"

"Karena nggak ada yang cocok,"

"Saya boleh tanya lagi nggak, Pak?"

"Apa?"

"Tapi Bapak janji jangan marah?"

"Kalau pertanyaan kamu penting dan berbobot ya saya jawab. Kalau tidak penting, ngapain saya buang-buang waktu buat jawab."

Pengen gue colok ginjalnya!

Aku masih memikirkan pertanyaan apa yang akan aku ajukan ke Pak Jefri lagi. Sebenarnya aku ingin mengulur-ulur waktu biar Pak Jefri tidak jadi tidur. 

"Kamu jadi tanya apa tidak?"

"Jadi, sabar dulu dong!"

"Eum ... Mantan Pak Jefri ada berapa?" Tidak tahu tiba-tiba pertanyaan itu spontan terucap dari bibirku.

Pak Jefri mengerutkan dahinya lagi, "Kamu kenapa tiba-tiba tanya begitu? Mau cemburu sama mantan saya?"

Kan? Gue bilang juga apa? Mulai GR Si Geblek!

"Bukan elah! Saya cuma tanya—"

"Kalau mantan saya banyak, memangnya kenapa? Kalau mantan saya sedikit, kenapa?"

Pak Jefri menghela napas panjang, "Saya nggak bisa jawab, pertanyaan kamu nggak berbobot sama sekali."

"Pak, ini kan bukan pertanyaan sidang skripsi. Mau berbobot apa nggak kan cuma pertanyaan. Apa susahnya jawab?"

Pak Jefri tersenyum miring, "Kamu sendiri punya berapa?"

"Apanya?"

"Mantan,"

"Banyak, ada Mark Lee, Mingyu, Daniel, Chanwoo, Chanyeol, Bangchan, Jaehyun—"

"Maksud saya bukan yang itu," ujarnya sembari menjitak kepalaku lagi.

Badak bener-bener demen banget jitak pala orang. Ntar kalo gue bales ngejitak kepalanya dikira nggak sopan,

"Ya kan emang saya punyanya itu, itu aja belum saya sebut semuanya."

"Bilang saja kamu tidak punya sama sekali."

"Kayak Bapak punya aja,"

"Punya,"

Ck! Aku berdecak sebal, "Bohong banget! Mana ada yang betah pacaran sama laki-laki kayak Bapak,"

"Ada. Cuma kalau saya sebut disini, nanti kamu cemburu."

"PD banget! Siapa yang cemburu?"

"Terus kenapa tiba-tiba tanya saya begitu?"

"Saya kan cuma tanya buat basa-basi doang."

Bersambung...

Malang, 14 Juli 2020

🌸🌸🌸

Maaf banget kemarin nggak update. Bingung mau update apaan? Belum nulis gada ide lagi :( sebagai gantinya aku kasih part ini buat kalean yang udah nunggu. Btw makasih banyak udah menyempatkan membaca tulisan gak berfaedah ini wkwk
Makasih udah nungguin Pak Jefri dan Ayana wkwkw

Makasih udah vote juga, terus udah komen, terus udah ngefollow lapak ini 😭 monnangesss sekebon

Gosah banyak bacot ye kan? See you next chapter! Aku update nya jam nya gak tentu sesuai mood ya? Tapi aku sempatkan update. Makasih....
Aku sayang kalian 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top