BAGIAN 18 - PERHATIAN KECIL

⚠️ Sebelum baca, pencet tombol vote dulu kalau suka cerita ini, biar author cepet update ke part selanjutnya. Makasih! 🥰

Happy Reading!

🌸🌸🌸

Jam tujuh malam Pak Jefri sudah kembali ke rumah membawa obat yang ia dapatkan dari apotik. Sedangkan aku sedari tadi hanya merebahkan tubuhku di atas ranjang. Ini kali pertamanya, aku datang bulan dengan perut yang terasa nyeri hebat. Tidak tahu biasanya tidak seperti ini. Hanya nyeri biasa. Tapi ini terus-menerus di semua bagian perut. Yakin! Pasti asam lambungku kambuh bersamaan dengan nyeri datang bulan.

"Obatnya cepet diminum!" perintah Pak Jefri seraya menyodorkan beberapa pil ke arahku.

"Nggak ah! Nanti aja. Saya ngantuk, pengen tidur!" ucapku seraya menarik selimut untuk menutup seluruh bagian tubuhku.

"Minum obat dulu, baru tidur!"

"Nanti,"

"Sekarang!" ucap Pak Jefri kencang sembari tangannya menarik selimut yang menutupi tubuhku.

"Bapak kenapa sih? Lagian ini juga sakit perut biasa."

"Hal yang biasa kalau kamu sepelekan juga jadi bahaya."

"Tapi kan saya-"

Pak Jefri melirikku tajam, "Mau saya minumkan secara paksa atau kamu minum sendiri?"

Aku mendengus kesal. Percuma, mau sakit atau tidak Pak Jefri selalu bikin darah tinggi. Aku mengambil pil yang ada di tangan Pak Jefri dan kemudian meneguknya pelan. Pahit! Ini obat apa yang diberikan Pak Jefri?

Racun tikus apa gimana?

"Pak ini obat apa? Kok pahit?"

"Semua obat juga pahit," ucap Pak Jefri seraya beranjak dari duduknya. Ia sedikit melonggarkan dasinya, dan kemudian melepaskan dasi yang mengalung di lehernya. Ia sedikit melepas kancing baju bagian atas. Dan kemudian menggulung kedua lengan kemejanya sampai siku.

"Bapak udah makan belum?" tanyaku.

"Belum,"

"Keluar yuk Pak? Nyari makan?" Alibiku. Padahal aku tidak lapar sama sekali. Hanya bosan dari pagi di kamar.

"Nggak," tolaknya.

"Tapi saya lapar," ucapku sedikit memohon. Bayangkan saja sedari pagi aku hanya ada di kamar tidak kemana-mana. Hanya ada bubur ayam yang sudah dingin dan air putih.

"Bubur kamu belum kamu makan?"

"Belum,"

Pak Jefri menatapku tajam, "Kenapa belum kamu makan?"

"Bapak aja yang makan. Saya tiba-tiba pengen seblak level 10 di depan minimarket sebelah perempatan."

"Nggak!"

"Kalau gitu mie ayam?" tawarku lagi.

"Nggak!"

"Pak, orang saya cuma sakit nyeri menstruasi masak nggak boleh makan ini itu?"

"Kamu mintanya aneh-aneh."

Aku beranjak dari tidurku, dan sedikit berjalan, "Ya udah, saya mau keluar sendiri nyari makan sekalian ke supermarket beli kebutuhan sehari-hari. Bapak nitip apa nggak?"

Pak Jefri berjalan mendekatiku, ia menahan tanganku agar tidak kemana-mana, "Saya bilang jangan kemana-mana!"

"Cuma ke supermarket depan perumahan aja,"

"Memangnya perutmu sudah sembuh?"

"Udah, udah lumayan juga. Nggak kayak tadi pagi. Nanti kalau dibuat belanja juga sembuh sendiri."

Pak Jefri menghela napas saat aku mulai beranjak dari dudukku, "Ya sudah, saya antar!" ucapnya mengalah.

Masak gue harus sakit-sakitan dulu biar Badak mau ngalah! Ogah lah!

"Tunggu! Saya ganti baju dulu," ucapnya seraya sedikit membuka kancing baju bagian atasnya.

"BAPAK! GANTI BAJUNYA JANGAN DISINI!" ucapku seraya menutup mataku rapat-rapat. Bisa-bisanya main buka sembarangan mentang-mentang perut kotak-kotak hobi nge-gym.

Pak Jefri menyentil dahiku, "Siapa yang mau ganti baju disini?"

Aku membuka mata perlahan memastikan Pak Jefri sudah ada di kamar mandi. Selang beberapa menit, Pak Jefri sudah keluar dari kamar mandi memakai celana jeans dan kaos warna putih polos yang dibalut jaket hitamnya.

🌸🌸🌸

Pak Jefri memarkir mobilnya di depan salah satu supermarket. Sebenarnya rencana awal aku ingin ke supermarket terdekat. Tapi karena ada Pak Jefri yang mengantar, jadi aku meminta Pak Jefri untuk mengantar ke supermarket yang sedikit jauh. Aku lantas turun dari mobil dan disusul Pak Jefri di belakangku.

Aku berjalan mendahului Pak Jefri masuk ke supermarket. Tanganku mengambil salah satu troli yang tersedia di samping pintu masuk. Pak Jefri hanya berjalan mengekor di belakangku.

"Pak, yogurtnya enak rasa jeruk apa blueberry?" tanyaku ke arah Pak Jefri.

"Terserah kamu,"

"Ih, kok terserah sih? Saya kan minta pendapat dari Bapak."

Pak Jefri memutar bola matanya malas, "Blueberry,"

"Ya udah deh, saya ambil rasa strawberry aja."

Pak Jefri menghela napas kasar. Ia menatap tajam ke arahku. Aku terkekeh melihat Pak Jefri yang memberengut kesal.

Aku berjalan lagi ke arah rak-rak yang menyediakan beberapa parfum. Mataku terhenti di salah satu rak yang menyediakan beberapa Pomade dan sejenisnya.

"Bapak nggak beli Pomade?"

"Udah ada," jawabnya singkat.

"Isinya masih banyak?"

"Tinggal setengah."

"Ya udah, beli sekalian aja buat stok ya? Yang biasanya yang dibeli Bapak yang mana?" tanyaku seraya mengabsen beberapa Pomade yang tersedia di rak.

"Clay,"

"Kenapa nggak yang gel aja?"

"Saya biasanya yang clay,"

"Sekali-kali pakai gel biar tambah ganteng, saya ambil dua ya yang clay sama gel?" ucapku seraya menaruh Pomade ke dalam troli belanja.

"Tumben kamu perhatiin penampilan saya?"

"Ye, gini-gini saya juga bisa jadi istri yang baik kalo bapak nggak mancing emosi saya."

Aku dan Pak Jefri berjalan lagi ke arah rak yang menyediakan sayur-sayuran dan buah-buahan. Tanganku mengambil beberapa buah dan sayuran secukupnya untuk persediaan di kulkas. Beberapa kebutuhan pokok seperti minyak goreng dan bumbu masak juga aku ambil. Meskipun aku tidak yakin bisa memasak semuanya atau tidak. Siapa tahu bahan-bahan tersebut dibutuhkan. Pak Jefri hanya berdiri diam di belakangku dan aku masih sibuk mengambil beberapa bahan untuk kebutuhan sehari-hari.

"Ke rak sebelah sana yuk Pak?"

"Mau beli apalagi?"

"Beli pelicin pakaian."

Pak Jefri mengerutkan dahinya, "Buat apa?"

"Buat nyetrika baju Bapak lah, Masak buat nyetrika muka bapak. Soalnya saya kasihan lihat Bapak kalau mau berangkat kerja nyetrika sendiri." jawabku seraya terkekeh geli.

Pak Jefri mendelik ke arahku, "Bagus kalau begitu, besok pagi setrikain baju saya selemari, deadline-nya besok sore harus selesai."

"Ya nggak gitu juga Pak, masak nyetrika aja pakek deadline. Udah kayak ngumpulin laporan praktikum aja pakek deadline."

Pak Jefri tak menanggapi jawabanku, ia berjalan mendahuluiku. Matanya berhenti di salah satu rak yang menyediakan perawatan wajah untuk wanita, "Kamu nggak beli skincare?"

"Memangnya Bapak mau beliin?"

"Kalau harganya di bawah lima ribu saya mau beliin. Kalau terlalu mahal kamu nggak usah pakai skincare. Kamu pakai abu gosok saja."

Skincare harga lima ribu apaan, Badak? Cleanser dari Brand yang paling murah aja harganya tujuh ribu.

"Kalau saya pakai abu gosok, Bapak nggak naksir saya dong?" ucapku ke arah Pak Jefri.

Pak Jefri mengernyitkan dahinya dan menatapku heran, "Memangnya saya naksir kamu?"

"Ya kan siapa tau sekarang Bapak udah naksir saya. Cuma gengsi mau ngungkapin?"

"GR kamu! Yang ada kamu yang udah naksir saya, karena saya ganteng."

"PD banget! Ganteng-ganteng kalo bikin emosi percuma."

"Udah nggak usah banyak ngomong. Cepetan ke kasir! Saya tunggu di mobil."

Aku lantas berjalan mengambil antrian di salah satu kasir. Antriannya terbilang cukup panjang. Karena kebetulan hari ini supermarket mengadakan banyak promo dan diskon.

Usai mengantri dan membayar belanjaan, aku menyusul Pak Jefri. Pak Jefri terlihat sedang berdiri di depan mobil seraya tangannya sibuk berkutat dengan ponsel yang ia pegang. Aku lantas berjalan ke arahnya seraya kedua tanganku membawa barang-barang belanjaan.

"Sudah selesai?" tanyanya saat melihatku berjalan mendekat ke arahnya.

"Sudah,"

Pak Jefri mengambil barang-barang belanjaan yang aku pegang. Ia memasukkan barang-barang tersebut ke bagasi mobil.

"Pak Jefri?" teriak seseorang yang tiba-tiba memanggil Pak Jefri.

Aku dan Pak Jefri menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Dito? Dito ada di supermarket juga. Sedang apa dia disini? Ia berjalan mendekat ke arahku dan Pak Jefri.

Mampus! Yakin gue jadi bahan bualan habis ini.

"Pak Jefri apa kabar Pak? Lama nggak ketemu," tanyanya ke arah Pak Jefri.

"Baik, kamu apa kabar?" tanya Pak Jefri.

"Baik juga Pak, lama nggak ketemu ya Pak? Pak Jefri, kok sama Ayana? Janjian? Apa munggut Ayana di kolong jembatan?"

Sialan Lo Dit!

"Eum ... Gue sa-sama Pak Jefri, ketemu-" ucapku terbata-bata tidak tahu harus menjawab apa.

"Lo ngomong yang jelas, Ay?" protes Dito saat mendengar ucapanku terbata-bata. Ya bagaimana? Aku belum siap mengatakan pada Dito kalau aku sudah menikah dengan Pak Jefri. Bukan apa-apa! Aku takut mulut Dito bicara yang tidak-tidak dan menyebar luas ke anak-anak KKN.

"Saya cuma ngantar Ayana ke supermarket."

"Buset dah! Bapak kesurupan apa ngantar Ayana ke supermarket?"

"Duduk-duduk di sana yuk Pak? sambil cerita-cerita. Kebetulan biar dikata reuni KKN," ajak Dito. Dito mengajak duduk di salah satu bangku yang ada di depan supermarket.

Aku dan Pak Jefri mengangguk pasrah. Pak Jefri berjalan di tengah-tengahku dan Dito. Sesekali mengobrol singkat dengan Dito. Sebatas menanyakan kabar. Sedangkan aku masih diam.

Aku mengambil duduk di samping Pak Jefri sedangkan Dito duduk di depan Pak Jefri. Dan kursi sebelah Dito kosong.

"Bapak kok bisa ngantar Ayana kesini? Ada acara sosialisasi lagi ya?" tanyanya lagi yang masih penasaran.

"Bukan Dit, saya sama Ayana sudah menikah,"

"APA? BAPAK NGGAK BERCANDA KAN?" ucap Dito sedikit teriak.

"Dito anjir! Ini bukan rumah buyut Lo, main teriak-teriak aja,"

"Gak gak gak! Saya nggak terima."

Pak Jefri mengerutkan dahinya, "Kenapa Dit? Kamu naksir dia?"

"Bukan gitu elah! Ngapain saya naksir dia Pak! Justru saya yang muter otak dua kali mau tanya ke Bapak, bapak kesurupan apa bisa menikah sama Ayana?"

"DITOOO!!!" teriakku menjitak kepala Dito.

"APE LU! HUTANG LO SAMA GUE POKOKNYA!"

"Hutang apa?"

"Hutang cerita, hutang undangan, hutang traktir, hutang kasih makan," jawab Dito ke arahku.

"Pak, Bapak kok bisa nikah sama Curut ini?" Tanyanya kesal kesekian kali karena masih tidak percaya.

Rasanya tanganku ingin menampar mulut Dito sekarang!

"Ceritanya panjang Dit,"

"Emang udah berapa lama, Pak?"

"2 Bulan."

"Betah Pak jadi suami Ayana?"

"Nggak," jawab Pak Jefri singkat.

Dito terkekeh geli saat mendengar jawaban Pak Jefri. Aku mendengus kesal. Tanganku mencubit pinggang Pak Jefri yang ada di sampingku.

"Arrggh! Sakit," Pak Jefri menatapku tajam. Tangannya menahan tanganku agar tidak mencubitnya lagi.

"Kenapa nggak ngundang-ngundang sih Pak?" lagi-lagi Dito masih tidak terima karena ia tidak di undang di acara pernikahanku dengan Pak Jefri.

"Acaranya sederhana Dit, yang diundang juga cuma keluarga dekat saja,"

"Lain kali traktir saya makan ya Pak? itung-itung telat ngundang kawin." ucapnya seraya terkekeh pelan.

Pak Jefri mengangguk, "Iya sekalian nanti bareng-bareng sama Mamat."

Ponsel Dito tiba-tiba berdering. Terlihat seseorang sedang menelfonnya, "Pak, Saya dicariin Emak saya, saya pulang dulu ya?"

"Iya hati-hati."

"Balik dulu Ay, jangan lupa buatkan ponakan lucu yang ganteng mirip gue,"

Aku mengangguk pasrah, mengiyakan omongan Dito. Untung saja, Dito tidak lama disini. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia disini berjam-jam. Apalagi kalau ada Mamat, Bisa-bisa jadi bahan bualan yang tidak-tidak.

Aku mulai beranjak dari dudukku, tapi tiba-tiba perutku kram lagi. Aku kembali mendudukkan tubuhku di kursi. Seraya tanganku memegang perutku yang masih terasa kram.

"Kenapa lagi?" tanya Pak Jefri yang melihatku memegang perut.

"Sakit sebentar! Nanti juga sembuh,"

"Saya antar ke rumah sakit sekarang!"

"Bapak jangan dikit-dikit ke rumah sakit lah, ini kan cuma sakit perut biasa."

"Ya sudah, ayo cari makan!"

"Tapi saya udah nggak nafsu makan,"

"Saya yakin, perut kamu sakit karena belum makan. Kamu cuma makan bubur 3 sendok. Nggak usah bantah, Sekarang ayo cari makan!"

"Tumben Bapak perhatian sama saya?"

"Saya lagi nggak mau ribut sama kamu,"

Bersambung....

Malang, 10 Juli 2020

🌸🌸🌸

Aku update lagi. Maaf kalo lama. Author masih ada tugas akhir kuliah yang bikin pusing. Jadi harus bagi-bagi waktu buat nulis wattpad sama ngerjain tugas.

Dilanjut sampai berapa part enaknya?

Makasih udah baca cerita author, udah follow, udah komen juga ihhh terhuraaa makin hari makin naik aja pembacanya. Makasih udah nemenin mbak ayana sama Pak Jefri dari awal sampai part ini.

Seneng banget pokoknya author mah! Abaikan typo dan sejenisnya?

See you....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top