BAGIAN 11 - DARAH TINGGI NAIK
Saat ini aku dan Pak Jefri duduk saling berhadapan di meja makan. Usai menata beberapa barang-barang pindahan yang membuat waktuku banyak tersita. Karena hampir 3 jam aku menata barang-barangku. Dan saat ini aku sudah meminta izin ibu kos untuk tidak memperpanjang sewa kamar kos bulan depan dan seterusnya. Karena Pak Jefri yang menyuruhku untuk tidak memperpanjang lagi. Sekarang barang-barangku resmi pindah di rumah Pak Jefri. Tidak ada yang tersisa di Kos ataupun di rumah Tante Rizka.
Pak Jefri hari ini tidak lembur di rumah sakit. Ia pulang lebih awal. Tadi siang ia beberapa kali membantuku menata barang milikku. Itupun dengan nada otoriter. Tidak dengan cara baik-baik. Memang, Pak Jefri kalau di depan orang banyak sok bijak, sok baik, sok ganteng. Giliran di depanku, mulutnya gak pernah di saring kalau bicara. Apalagi kalau aku membantah. Tau yang jadi senjatanya? Ancaman lagi. Ancaman terus! Nggak pernah lepas dari ancaman ini ancaman itu.
Malam ini, Pak Jefri sudah membelikan makanan di restoran masakan padang untuk makan malam. Ia tadi sengaja membungkus beberapa makanan untuk di makan di rumah bersamaku. Karena kalaupun aku masak juga tidak tahu mau masak apa untuknya. Jadi Pak Jefri tahu diri membungkus makanan dari restoran.
"Ini uang buat SPP kuliah kamu semester depan. Usahakan semester depan lulus. Jangan molor! Malu-maluin saya." ucap Pak Jefri seraya tangannya memberikan beberapa lembar uang seratus ribu.
Yang nggak mau lulus cepet siapa sih! Pakek acara jangan malu-maluin segala.
Aku mengambil uang yang Pak jefri sodorkan ke arahku. Saat aku mencoba menghitungnya, ternyata benar uangnya berjumlah tiga juta, "Bapak beneran, mau nanggung SPP saya?" tanyaku ke arahnya. Aku sebenarnya masih ragu kalau Pak Jefri ingin membiayai SPP kuliahku. Ya secara, siapa yang nggak ragu kalau Badak di depanku tiba-tiba ikut andil dalam masalah keuangan kuliahku.
"Dipaksa Umi."
Ye, kirain inisiatif sendiri.
"Ini uang buat kebutuhan sehari-hari. Jangan buat belanja yang nggak penting!" ucapnya lagi penuh dengan penekanan seolah-olah aku adalah seseorang yang gemar menghambur-hamburkan uangnya. Meskipun aku suka belanja tapi 'kan aku juga tau harus menempatkan mana hal yang penting dan mana yang tidak penting. Apalagi uangnya Pak Jefri.
"Iya Pak iya,"
"Saya mau kamu belajar memasak!" pintanya lagi.
Aku menghela napas panjang, "Kalau nanti rasanya nggak enak gimana? Nanti pasti mulut Bapak komentar habis-habisan sama masakan saya. Kurang inilah, kurang itulah, "
"Kalau nggak enak, kamu yang makan. Kalau enak, saya yang makan."
Beneran gue mau tebas kepalanya Pak Jefri sekarang!
Aku melirik tajam ke arah Pak Jefri saat ia mengatakan kalimat yang benar-benar membuatku ingin mencabik mulutnya sekarang. Namun, yang ditatap tidak menoleh ke arahku sama sekali. Malah asyik memainkan ponselnya. Sesekali menghitung sisa beberapa uang yang ia pegang saat ini.
"Oh iya, satu lagi-"
Ngatur-ngatur mulu dari tadi, udah kayak tahanan napi gue!
"Kalau kamu kemana-mana harus izin saya." perintahnya lagi.
"Bapak takut kehilangan saya ya?" godaku ke arahnya. Kapan lagi bisa menggoda Pak Jefri. Dari kemarin kaku mulu kayak kanebo kering.
Ia melirikku sekilas dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya lagi, "Bukan. Saya takut rumah saya nggak ada yang jaga. Rumah saya banyak barang berharganya."
Hilih! Aku berdecak sebal. Untuk kesekian kalinya mendengar semua omong kosong Pak Jefri.
🌸🌸🌸
"Pak!" pekikku ke arah Pak Jefri. Ia terlihat sedang menuangkan air putih ke dalam gelas yang ia pegang.
Tengah malam begini air putih mulu yang diminum.
"Hm," gumamnya singkat.
Aku sedikit mendekat ke arahnya, "Bapak tau barang-barang Kpop yang saya taruh di rak depan nggak?" tanyaku ke arahnya. Barang-barang satu kardus yang isinya beberapa printilan dan beberapa album kpop tiba-tiba tidak ada. Padahal jelas-jelas aku menaruhnya di atas rak samping ruang tamu. Pasti dipindahkan Si Badak. Siapa lagi kalau bukan Pak Jefri. Karena hanya dia yang ada di rumah ini. Nggak mungkin kan dicuri tetangga sebelah? Nggak mungkin juga dimakan tikus? Rumah sebesar ini tidak ada tikus. Yang ada Badak!
"Barang apa?" tanyanya balik ke arahku.
"Barang milik saya yang saya taruh di rak depan pakai kardus coklat." Jelasku ke arah Pak Jefri yang saat ini mulai beranjak mengambil duduk di meja ruang makan.
Pak Jefri menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mengangkat kedua bahunya ke atas. Menandakan ia tidak tahu soal hilangnya barang-barangku. Tapi raut wajahnya tampak tidak meyakinkan bahwa ia tidak tahu mengenai barang yang kucari.
"Yang bener Pak, jangan bohong!"
Ia tak menyahut dan malah masih sibuk meneguk minuman yang ada di gelas yang ia pegang. Sesekali memainkan ponselnya.
"Pak!" teriakku lebih keras karena pertanyaanku tak ditanggapi oleh Pak jefri.
"Hm,"
"Terus kalau barangnya nggak ada, yang ngambil siapa?"
"Tidak tau,"
"Itu barang penting Pak, jangan becanda."
"Memangnya kardus yang bagaimana yang kamu cari?"
"Kadus warna coklat ukuran sedang yang saya taruh di rak depan Pak. Sisi atasnya saya kasih tulisan nama saya." jelasku sekali lagi. Pak Jefri benar-benar bikin naik darah tengah malam seperti ini. Ingin rasanya menjambak rambut Pak Jefri yang ada di depanku. Apa susahnya menjawab ya atau tidak? Tanpa berbelit-belit seperti ini.
"Oh kardus itu," serunya.
"Dimana sekarang kardusnya?"
Pak Jefri tampak mengerutkan dahinya, "Saya lupa kalau nggak salah sudah saya buang di gudang atau ikut kebakar bareng barang bekas."
"BAPAK!" pekikku tepat di depan wajah Pak Jefri.
Bisa-bisanya main bakar barang orang tanpa izin!
"Kenapa?" tanyanya dengan nada tanpa bersalah sama sekali.
Kenapa kenapa pala Lo Badak!
Aku menghela napas kasar dan berusaha mengumpulkan stok kesabaran yang tersisa di dalam tubuhku, "Pak, yang bener aja barang milik saya di bakar? Itu barang berharga banget Pak. Isinya album EXO sama album Day6. Saya belinya ngesot dulu baru dapat duit. Susah-susah saya nabung sampai makan garem tiap hari di kos buat beli barang-barang yang udah pengen banget saya beli. Giliran udah kebeli. Malah Bapak dengan seenak jidatnya ngebakar barang orang. Bapak nggak punya hati apa gimana?"
Saat ini stok kesabaranku sudah hampir habis. Aku geram mendengar jawaban dari Pak Jefri. Apa dia tidak pernah merasakan bagaimana susahnya mengumpulkan uang untuk membeli sesuatu hal-hal yang benar-benar ingin dibeli? Pak Jefri tidak pernah bisa menghargai orang. Ralat, untuk orang lain ia sangat menghargai. Tapi tidak denganku.
Aku pergi beranjak meninggalkan Pak Jefri yang masih ada di dapur. Aku sedikit berlari menuju kamar. Tanganku membuka knop pintu kamar dengan kasar. Tidak peduli pintu kamar Pak Jefri rusak atau tidak. Yang jelas moodku saat ini berantakan gara-gara Pak Jefri. Rasanya tidak mau jadi istri Pak Jefri lagi. Tapi nggak lucu kalau aku jadi janda hanya gara-gara bertengkar karena barang kpop dibakar. Nanti media bagaimana nulisnya? Suami-istri cerai gara-gara sang suami bakar album kpop kesukaan istrinya? Ah, nggak tau! Tidak usah dibahas.
Tiba-tiba terdengar suara seseorang membuka knop pintu kamar. Pasti Si Badak. Dari derap langkahnya memang sudah bisa ditebak. Kutarik selimut lebih dalam agar menutup seluruh tubuhku. Aku sedang tidak mood melihat wajah Badak saat ini.
"Saya tadi bercanda." ucapnya seraya mengambil duduk di sudut ranjang.
Bercanda Lo nggak lucu ya, Badak!
"Barang kamu ada di kamar sebelah." tambahnya lagi.
Aku masih diam tak menanggapi alasan Pak Jefri. Ternyata begini rasanya membuat Pak Jefri merasa bersalah. Enak juga! Tapi sama saja, dia tidak meminta maaf karena sudah memindahkan barangku tanpa izin. Gengsinya setinggi langit tidak bisa sedikit saja diturunkan.
Aku perlahan membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhku. Sorot mataku menatap tajam Pak Jefri. Tapi yang ditatap justru menatapku dengan tatapan biasa saja dan tanpa merasa bersalah.
"Bapak tau cara minta maaf yang baik, nggak?" ucapku sedikit teriak ke arah Pak Jefri. Kapan lagi kan bisa marahin Pak Jefri!
"Saya kan sudah bilang, saya cuma bercanda."
"Ya setidaknya Bapak minta maaf ke saya karena tanpa izin memindahkan barang saya,"
"Yang penting kan barang kamu tidak jadi saya bakar. Dan saya bantu simpan di kamar sebelah."
Minta maaf apa susahnya sih! Sabar Ayana! Jangan ditebas kepalanya sekarang. Tunggu besok-besok kalau memang masih seperti ini langsung saja tendang ke Pluto.
"Terserah Bapak. Saya capek ribut terus sama Bapak. Besok pagi saya izin jenguk Mama. Saya lama disana. Bapak nggak perlu repot-repot nyariin saya. Karena saya sudah izin sekarang."
"Jam berapa?"
"Bapak nggak perlu tau! Yang penting saya sudah izin."
Pak Jefri mendelik ke arahku, "Saya tanya jam berapa? Bukan tanya kamu belum izin atau tidak."
Aku masih bungkam dan tak menjawab pertanyaan dari Pak Jefri.
"Kalau ditanya, jangan pura-pura tidak dengar!" cibirnya ke arahku.
Kayak Bapak nggak aja!
"Jam 8 pagi," jawabku tanpa menatap Pak Jefri.
"Memangnya kamu tidak ada kelas, besok?"
"Libur, makanya saya mau lama-lama disana. Kalau bisa sampai sore. Nggak usah dicariin!" tegasku penuh dengan penekanan ke arah Pak Jefri yang masih menatapku.
Pak Jefri terkekeh pelan. Tawanya terlihat seperti mengejek, "Siapa yang mau nyariin kamu?"
Lagi-lagi aku membutuhkan stok kesabaran jika berdebat dengan Badak yang ada di sampingku, "Oke, kalau begitu saya pulang malam, besok sekalian."
Ia tertawa sedikit mengejek lagi mendengar jawabanku, "Kayak berani aja pulang malam sendirian."
"Kata siapa saya nggak berani? Sekalian pulang pagi juga saya berani."
Pak Jefri menatapku tajam. Ia beranjak mendekat ke arahku, "Terserah kamu! Kalau saya tiba-tiba ngapa-ngapain kamu. Bukan salah saya."
Bersambung...
Malang, 1 Juli 2020
⭐⭐⭐
Dah segitu aja yak part ini. Makasih udah baca sampai sejauh ini. Makasih pokoknya yang udah vote komen. Yang belum vote silahkan vote juga komen juga. Maapkan kerandoman mereka berdua. Tiap hari berantem mulu gada ujungnya wwkwk. Yang satu gengsian plus galak yang satu suka bantah.
Abaikan typo yak gaess! Aku kalau ngetik suka khilaf wkwkwk
Ayana memang Fangirl garis keras. Kalau tanya dia masuk fandom apa? Dia multifandom yang kerjaannya oleng sana sini! Wkwkwk
See you next chapter 🐻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top