The Boy Next Door (part 3)

Kenapa mulmed nya Eunwoo? Karena ganteng :)

°°°

"Soobin! Mama cariin juga, ternyata ada disini," ibu-ibu yang keliatan masih muda itu teriak dari kejauhan sambil lari mendekat ke anak kecil yang lagi di gendong sama Chanyeol.

Nggak tahu gue yang salah liat atau memang gue sekilas melihat Chanyeol senyum tulus ke arah ibu itu sambil ngasih bocah yang bernama Soobin itu.

Sejak kapan dia bisa senyum kayak gitu?

Ini jantung gue kenapa nggak sinkron lagi, sih bangsat?!

"Aduh, maaf ya, Soobin emang anaknya petakilan. Nggak bisa diem. Makasih ya, nak udah ngejagain dia," mata ibu itu beralih ke arah gue dan kembali lagi ke Chanyeol dengan tatapan jenaka.

Ibu itu menyenggol bahu gue, dan memberi isyarat untuk mendekat ke muka ibu itu. Gue pun tanpa banyak tanya mengikuti instruksi dia.

Tiba-tiba beliau membisikkan sesuatu ke kami berdua yang membuat gue dan Chanyeol melotot, "dari jauh ibu liat kalian kayak suami istri gendong anaknya, hihi."

Dengan refleks, gue langsung bereaksi menjauh dari ibu itu, dan cengar-cengir sambil geleng-geleng, "hehe, nggak Bu. Kita nggak saling kenal, kok."

Gue makin melotot saat Chanyeol malah menjawab hal konyol. "Latarnya mendukung banget ya, Bu, kayak lagi liburan keluarga bahagia."

Gue langsung menyikut perut dia kencang, dan untung aja dia nggak mengerang kesakitan. Bisa-bisa gue dilaporin karena tindak penganiayaan sama ibu ini.

Ibu itu kemudian ketawa.

Anjir, jangan bilang ibu ini percaya sama perkataan Chanyeol?

Setelah banyak mengobrol dengan Chanyeol -obrolan tentang Soobin- dia pergi dan meninggalkan kita berdua.

Gue kemudian natap tajam Chanyeol yang ada di sebelah gue.

Chanyeol yang merasa peka dengan tatapan gue itu dan sadar bahwa gue bakal mencak-mencak marah ke dia karena adegan 'suami istri' tadi, langsung membuka mulutnya.

Tapi udah gue potong duluan ucapan dia.

"Ish! Nyebelin banget Lo sumpah! Kalo kata-kata Lo bikin salah paham gimana?!" Cerocos gue sambil memukul lengan dia kenceng.

Chanyeol cuma senyum miring, santai. Seakan nggak ada beban sama sekali.

"Rara! Chanyeol! Sini buru! Kita lanjut jogging!"

Gue noleh dan melihat Lay sedang mengayunkan tangannya keatas-bawah ke arah kita sambil teriak.

Itu anak terlalu males apa ya ke sini, nyampe harus teriak begitu?

Chanyeol balas teriakan Lay dengan mengiyakannya.

Chanyeol natap gue, yang gue balas dengan sinis.

Gue bisa merasakan dia sedang senyum kecil di sana, sangat kecil, sampai gue hampir nggak bisa melihat senyuman itu kalo aja gue nggak mengalihkan pandangan gue.

"Ayo, Rara."

Lagi.

He calls my name through that way.

It feels different and.. my heartbeat, so fast.

What is it about?

🧚🧚🧚

"Lay, nggak mau masuk dulu?"

Tanya gue setelah kami sampai di depan gerbang rumah gue. Chanyeol udah balik ke habitatnya, dan itu buat gue jadi leluasa berduaan dengan Lay.

Sebenarnya tadi Chanyeol balik duluan setelah selesai jogging, dan gue sama Lay lanjut jalan berdua, semacam ngedate gitu. Jalan-jalannya juga cukup lama, terbukti dengan langit yang udah gelap itu.

Lay geleng-geleng kecil. "Nggak, deh. Aku buru-buru, nih, Ra. Pak Jaemin udah spam aku suruh bantu dia di kampus. Maap banget, ya."

Lay mengusap kepala gue lembut.

Hmm, emang cuma Lay yang bikin gue jadi tenang dan nyaman.

Gue balas senyum dia, dan mengambil tangan dia yang ada di atas kepala gue. "Orang sibuk, mah beda aja, inget udah malem," celetuk gue dengan setengah bercanda.

Lay ketawa kecil.

Tawamu mas..

"Ya udah aku pergi, ya. Hati-hati, jangan sampe kepleset di dalam rumah," kata Lay ngusap kepala gue lagi.

Heran. Suka banget, sih ngusap kepala orang. Padahal pala gue udah beberapa hari nggak dikeramasin. Pasti lepek sama berminyak, deh.

Gue lambain tangan gue ke dia saat dia udah mulai melangkah mundur, masih dengan tatapannya ke arah gue. "Iyaa. Hati-hati. Sana!"

Kami masih saling pandang, dengan Lay yang melangkah mundur perlahan dan gue yang senyam-senyum natap dia.

Udah kayak di drama drama aja gitu.

Bucin akut.

Kayak anak abg baru kenal pacaran.

Heran gue juga.

"Udah sana balik!" Suruh gue.

"Iyaa."

Tapi Lay masih aja natap gue senyum senyum.

"Balik gak lo! Ih, sana!"

Kok ini gue najis banget, ya?

Ya lagian si Lay kagak balik-balik!

Udah tau gue baper kalo ditatap kayak gitu.

Akhirnya Lay balik badan dan itu jadi salam perpisahan gue sama dia.

Lay udah pergi. Tapi gue masih aja senyam-senyum nggak jelas.

"Anjir, bucin aja udah gue,"  gue megang kedua pipi gue, anget sih. Pasti lagi merah-merah nggak jelas macam tai.

"Gausah senyam-senyum. Kayak monyet."

Anjir, siapa sih yang ganggu gue lagi bucin?

Gue noleh ke samping dan nemu si patung pancoran lagi natap gue datar di depan gerbang rumah dia.

"Ganggu aja lo, kanebo!"

Chanyeol nggak menjawab. Dan itu membuat gue sedikit melirik ke arah dia yang lagi memandang ke atas langit yang ditaburi banyak bintang-bintang terang di sana.

Kemudian gue juga ikut memusatkan perhatian gue ke atas langit.

It is pretty.

Gue baru nyadar kalo bintang-bintang di sini banyak banget. Sayang banget gue nggak pernah liat ke langit malam.

"Gue sering liatin bintang-bintang kalo malem. Soalnya mereka bagus, sih," kata Chanyeol tiba-tiba.

Iya, terlalu tiba-tiba. Nggak biasanya dia mau berbicara kalo bukan orang yang pancing.

Tapi bagus, lah. Jadi nggak kayak patung pancoran.

Gue senyum kecil. "Gue malah nggak pernah liatin bintang-bintang, sih. Sayang banget waktu gue itu gak gue pakai buat liat langit malam."

"Liatin oppa-oppa koriya, sih lo tiap malem."

Gue mengernyit heran. "Kok lo bisa tau?"

Chanyeol memutar bola matanya sambil ngedengus. "Everybody know that."

Gue terkekeh kecil.

"Lagian Lo kok bisa, sih suka sama cowok plastik kayak gitu? Ngedance gitu, pake make up lagi."

"Anjing! Diem nggak lo? Gue damprat juga, nih!" Gue mengambil sendal dari kaki gue dan mengancam untuk dilempar ke arah dia.

Lagian kenapa sih, orang-orang pada nganggep oppa oppa gue plastik? Mereka manusia, hey! Yang nganggep mereka plastik itu pasti cuma iri aja karena mereka nggak seganteng dan sepopuler oppa koriya!

Ya nggak?!

Tapi rasa kesal gue digantikan dengan rasa kaget gue ketika melihat Chanyeol tertawa lepas sampai-sampai matanya cuma tinggal segaris doang. Dia terlihat menghindar dari serangan sendal jepit gue.

Gue baru pertama kali ngeliat gigi dia. Saking nggak pernahnya dia senyum ke gue.

Dan gue buru-buru mengalihkan pandangan gue dari dia, tangan gue memegang dada kiri gue.

It's fuckin' so fast.

Kenapa jantung gue daritadi nggak bisa diam, sih? Gue nggak gagal jantung, kan?

"Gantengan juga gue kali, Ra. Daripada oppa oppa lo itu," kata Chanyeol di sela-sela tawanya yang udah mulai surut.

Dengan tanpa beban, dan tanpa gue sadari, gue malah membalas, "Iya, gantengan lo."

Gue terdiam.

Chanyeol juga diam.

Sampai gue sadar apa yang baru aja ucap tadi.

Anjing.

Salah paham, nih pasti si caplang.

Udah lah.

Capek gue.

Kenapa, sih hari ini hal-hal aneh nimpa gue? Sial mulu lagi.

Iya, sial terus soalnya hari ini gue jadi lebih sering berduaan sama Chanyeol di pagi dan malamnya.

Chanyeol natap gue kaget, tapi kemudian dia senyum smirk. "Oh jadi gitu. Ternyata Rara udah ngakuin kegantengan gue dari awal, ya?"

"Ng-nggak, ah anjing! Udah lah! Berisik lo, caplang!" Ini kenapa gue salah tingkah?

Someone please tell me!

Chanyeol ketawa lagi, dan sialnya dia malah ngusap muka gue kasar dengan telapak tangannya yang gede.

"Asin anjir!"

"Enak aja lo, babi!"

"Monyet!"

"Sempak Firaun!"

"Caplang!"

Chanyeol nggak membalas. Dia malah ketawa lagi setelahnya.

Kata orang, ketawa itu bisa nular. Dan ya, itu terjadi sama gue. Ngeliat Chanyeol ketawa, gue jadi ikut tertawa entah karena apa.

Dan untuk pertama kalinya, gue merasa momen itu, adalah momen ternyaman gue ngobrol sama Chanyeol.

-TBC-

Always vote + comment ❤️
Regards,
Regina.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top