Take Care of Him (part 2)
"Diem atau gue cipokin lo sekarang, di sini, saat ini juga?"
Mata gue membulat, dan tubuh gue seketika menegang kaku.
Ini orang kurang ajar!
"Anjing lo! Bangsat, mesum anj—"
Gue berhenti ngoceh ketika merasa hembusan napas Chanyeol tiba-tiba menerpa daun telinga gue, yang mana itu bagian paling sensitif dari gue.
Gue menggeliat geli, sambil menahan rasa muak gue ketika Chanyeol mulai membisikkan sesuatu di sana.
"Hickey or kiss? Choose one, babe."
Anjing.
Setan ini orang.
Anehnya gue malah diam, nggak protes ataupun ngoceh kayak tadi. Gue membiarkan Chanyeol yang kembali mengusap dan sesekali menyisir rambut gue dengan sela-sela jarinya. Dia menempelkan bibirnya di kepala gue.
Nggak tau apa ini leher gue rasanya pengen mati rasa?!
"Good girl."
Gue mendengus kesal. Tapi gue nggak menyangka bakal menikmati sentuhan jari-jari dia yang menjelajahi tiap helai rambut gue.
Gue juga malah nyaman dengan posisi ini.
Gila ya lo, Ra?
Bisa-bisanya lo kayak gini ke sahabat pacar lo sendiri.
"Mama nyuruh lo ke sini?"
Gue terdiam. Kemudian mengangguk kecil sebagai balasan.
Chanyeol semakin mendekatkan wajahnya ke kepala gue. Entah apa yang membuat dia bersikap kayak gini.
Like.. he needs someone to lean his head.
Dan tanpa persetujuan gue, tanpa gue sadari, dan diluar kendali gue, tiba-tiba mulut gue bergerak menanyakan sesuatu kepada dia.
"Lo masih suka sama Airin, ya?"
Hell. Why am i ask that shitty question to him?
Gue bisa merasakan bibir Chanyeol yang sedikit tertarik ke samping, "kenapa? Lo penasaran?"
Spontan gue langsung terdiam dan menggeleng-geleng canggung.
Salah banget gue nanya itu.
You did a mistake, Rara.
"Tapi, rambut lo kok lepek, sih? Belum keramas, ya?"
"Monyet," umpat gue langsung setelah mendengar hinaan dia yang kurang ajar itu.
Baru tau aja dia gue jarang keramas. Seminggu cuma sekali doang.
Chanyeol ketawa kecil. "But i like it. The smell, i do like it."
Gue mengerjapkan mata gue berkali-kali. Entah apa yang gue rasakan sekarang, tapi gue tau ini salah.
Ini benar-benar salah, dan nggak seharusnya gue kayak gini.
Something wrong happened with me.
Gue langsung mendorong Chanyeol keras dari kepala gue, dan itu membuat dia terjungkal sedikit ke belakang dengan muka kagetnya. Kain lap yang ada di jidat dia juga ikut jatuh ke kasur.
"M-makan, nih. Gue udah masakin bubur," gue menyodorkan dia nampan bubur dengan tangan yang bergetar kecil.
Sialan, kenapa gue jadi gugup gini?
Chanyeol senyum miring. "Lo masak bubur? Buat gue? Nggak lo ludahin, kan?"
Gue natap dia nggak percaya. Emang manusia paling kurang ajar. Gue udah capek-capek bikinin ini bubur cuma buat dia, tapi balasannya malah dia yang suudzhon.
Lain kali gue nggak mau lagi ke sini buat ngurusin dia kalo sakit.
Ogah!
"Balik aja gue. Anjing lo!"
Chanyeol ketawa renyah. Kemudian dia menarik lengan gue hingga gue terduduk lagi di posisi gue tadi, karena gue sempat berdiri tadi.
"Apalagi, sih? Gue pengen balik!" Gue natap dia kesal.
"Lo boleh balik, kalo gue udah abisin buburnya."
Chanyeol natap gue lama, seperti menunggu jawaban gue. Gue yang agak risih ditatap kayak gitu, bergerak nggak nyaman dan memalingkan muka.
Gue agak senang, sih ada orang yang ngomong mau makan makanan gue. Berarti gue berhasil dong ya bikinnya?
Gue diam-diam melirik Chanyeol yang mulai menyendokkan bubur itu ke mulutnya. Dalam hati gue mengharapkan pendapat dia mengenai rasa dari bubur itu.
"Gimana?"
Gue sedikit menyondongkan kepala gue.
Chanyeol diam sambil natap ke bubur itu. Gerakan kunyahan mulut dia perlahan-lahan berhenti. Gue bisa liat dia mengernyitkan jidat dia. Tapi kemudian dia mulai mengunyah lagi dan natap gue.
Dia senyum.
"Enak."
Gue ngangkat salah satu alis gue, memicingkan mata gue natap dia.
Curiga, sih gue.
Nggak mungkin enak juga.
Tapi mungkin juga bisa, kan?
"Yakin?" Tanya gue.
Chanyeol ngangguk tanpa ragu. "Iya, enak. Seenggaknya nggak segaenak bubur di depan kampus."
Gue natap dia dengan menantang, kemudian nyilangin kedua tangan gue di depan dada. "Kalau enak, harus abisin."
"Hah?" Chanyeol kelabakan.
Gue dalam hati ketawa liat muka dia. Rasain lo gue kerjain.
"Iya, abisin. Kan kata lo enak."
Chanyeol diam, dia nggak membalas.
Gue tertawa remeh. Kemudian ngambil alih sendok yang ada di tangan dia. Gue menyendokkan sedikit bubur ke mulut gue.
Rasanya.. luar biasa.
LUAR BIASA ASIN ANJIR!
Kebanyakan micin apa? Soalnya tadi gue malah ngabisin setengah botol kecil isi micin ke dalam buburnya.
Nggak sengaja kejatuhan, bener.
"Asin, goblok!"
Chanyeol ketawa puas. "Bukan gue ya yang ngomong."
Gue langsung ngambil mangkuk bubur itu dari hadapan dia, tapi kemudian dia ngerebut lagi dan natap gue nggak terima.
"Apaan, sih? Gue belum selesai makan."
Gue natap dia nggak percaya. "Lo mau mati makan ginian?"
Chanyeol ngangkat bahunya acuh. "Kalo gue mati, kan yang tanggung jawab elo."
"Monyet ya Lo!"
"Udah gak usah makan. Kita gofood aja," tukas gue pada akhirnya yang udah mengeluarkan hape dari kantung celana.
Chanyeol dengan polosnya nunjuk ke bubur itu. "Terus ininya?"
Gue natap dia datar. "Kalau mau lo makan, ya makan aja."
Chanyeol kekeh kecil. "Ya udah ntar taro aja ini di atas meja. Biar bik Ina yang makan."
"Pembantu lo?"
Chanyeol tiduran sambil main hapenya. Dia ngangguk santai.
Gue ngambil bantal dan gue pukul ke badan dia. "Jahat banget, sih malah dikasih ke pembantu. Mentang-mentang pembantu tapi jangan kurang ajar juga, dong!"
"Aw! Diem napa, sih?"
Gue natap dia muak. Muak dengan tingkah songongnya itu.
Setelah berdebat mengenai bubur itu mau diapain, dikasih kesiapa, dan dibuang atau nggak, akhirnya kita berdua memutuskan untuk dibuang.
Mubazir? Emang.
Tapi gimana, ya. Daripada itu makanan malah meracuni pembantunya?
Sehabis itu, gue memesan gofood untuk gue dan juga Chanyeol.
Gue memesan Mcd dan bubur untuk Chanyeol.
Setelah sampai pesanan dan gue nyiapin piring, gue bawa ke dalam kamar Chanyeol dengan sedikit pamer ke dia karena gue memesan cheese burger, Mcflurry, french fries dan cola untuk gue sendiri.
Chanyeol natap gue datar. "Mcd, huh?"
Gue senyum miring penuh kemenangan sambil melahap makanan gue tanpa memedulikan tatapan dia yang menusuk.
Gue memukul tangan dia saat dengan kurang ajarnya dia mencoba mengambil satu potongan kentang goreng punya gue.
"Gak usah latah. Lagi sakit makannya bubur."
Chanyeol memanyunkan bibirnya. "Satu doang."
"Nggak."
"Es krim, deh."
"Bacot! Diem gak?"
Chanyeol mendecak kesal. Lalu dengan pasrah dia menyendokkan bubur ke dalam mulutnya pelan-pelan. Seperti nggak terlalu minat dengan makanan itu.
Rasain. Suruh siapa sakit.
Setelah gue menghabiskan makanan gue, dengan Chanyeol yang masih berkutat di buburnya itu, gue mengecek keadaan Chanyeol yang masih keliatan kurang sehat.
Gue menempelkan punggung tangan gue ke jidatnya.
Dia natap gue dalam diam.
Gue membalas tatapannya. "Apa? Abisin itu buburnya."
"Kenyang."
"Abisin. Jangan kayak anak kecil."
"Udah kenyang," Chanyeol sedikit merengek.
Anjir, bisa-bisanya ini orang rengek kayak gini.
"Lo baru makan berapa sendok coba? Lagi sakit itu nggak usah banyak tingkah. Makan lagi," kata gue untuk yang kesekian kalinya.
Chanyeol ngedengus.
Terus dia tiba-tiba aja tiduran memejamkan matanya setelah naruh bubur itu di atas nakas. Dia menyelimuti badannya sampai leher.
Gue menghela napas.
Susah banget ngurusin bayi gede macam caplang.
"Thermometer mana?"
Chanyeol diam sebentar. "Laci meja," jawab dia dengan lirih.
Akhirnya gue mencari benda itu dan setelah menemukannya, gue menyuruh dia untuk membuka mulutnya.
Tanpa banyak tanya, dia melakukan apa yang gue suruh, dan gue langsung menaruh benda itu di mulutnya.
"Abis ini minum obat, tidur. Gak usah main hape, apalagi jalan-jalan. Cukup tiduran. Kalo ada perlu apa-apa, lo bisa panggil atau telpon gue. Gue bakal ada di ruang tamu."
Chanyeol membuka matanya. "Kenapa gak di sini aja jagain gue?"
Anjir, kenapa ambigu banget sih omongan dia.
Gue menelan ludah gue sendiri. "Kan gue bakal di ruang tamu."
Chanyeol dengan susah payah ngomong lagi, karena sepertinya thermometer itu sedikit mengganggunya berbicara. "Di sini aja. Sama gue."
"Hah?"
Chanyeol kekeh pelan. "Lo jelas denger apa yang gue omong."
Gue terdiam.
Entah apa yang baru aja gue alami. Tapi, ada sensasi yang berbeda saat dia ngomong kayak gitu.
Nggak ada namanya gue yang mukulin dia dan ngomong kasar segala kebun binatang dibawa-bawa.
Karena sekarang, yang ada hanyalah gue yang diam natap dia dengan bodohnya.
Gue berdehem pelan, suasananya malah jadi semakin berbeda. Gue yang semakin canggung ditatap sama Chanyeol, buru-buru mengambil thermometer itu dari mulutnya.
"38 derajat. Nih, minum obatnya. Abis itu tidur," gue menyodorkan satu buah benda bulat berwarna putih ke dia dan segelas air putih.
Chanyeol natap benda putih itu. "Gue nggak bisa makan itu."
"Yol, udah deh nggak usah banyak tingkah. Minum cepet."
"Gue nggak bisa minum tablet, anjir. Gerus dulu sana!"
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top