[35] Break

"Posisi mereka lagi dimana, sih?!"

"Kata Sehun ada di depan ruang Lab. Semoga aja kagak parah itu mereka hajar-hajaran."

Rasanya gue pengen nangis aja. Perasaan gue jadi nggak enak. Kayaknya Lay mengetahui sesuatu yang seharusnya jangan dulu dia tau.

Ah, sial.

"Lagian tumben Lay baku hantam sama orang. Sama sohibnya lagi. Gue kenal Lay itu orangnya kalem, dan selalu ngadepin masalah dengan kepala dingin."

Gue diam-diam mengiyakan. Kayaknya nggak salah lagi, Lay tau sesuatu yang ada hubungannya dengan gue.

Dan juga Chanyeol.

Selama perjalanan, gue cuma bisa berdoa dan menenangkan diri gue sendiri. Berdoa supaya mereka nggak ada yang terluka berat.

Karena serius, gue tau Lay kalo marah gimana. Dia sekalinya marah nggak main-main. Tenaga dia nggak usah dipertanyakan. Orang sabar sekalinya marah, kelar aja udah.

Kita sampai di kampus setelah 15 menit lamanya. Karena jarak Mall dengan kampus sedikit jauh. Cuma tadi Lisa agak sedikit ngebut nyetirnya.

Gue langsung keluar mobil sesampainya di parkiran kampus.

Salsa dan Mika udah jalan duluan. Mereka juga keliatan panik. Tapi sebelum gue masuk ke dalam Lisa udah duluan narik tangan gue. Dia natap gue serius.

"Lo mikirin apa yang gue pikirin sekarang kan, Ra?"

Gue ngangguk-ngangguk sambil bergerak nggak bisa diam. Tatapan gue bahkan nggak fokus, sesekali gue gigitin kuku jari gue gugup. "Lis, gue takut, Lis. Gue takut Lay benci gue."

Lisa geleng-geleng, "Nggak. Lay nggak mungkin benci sama lo. Semarah-marahnya dia sama lo, gue yakin dia nggak bakal sampai benci."

"Gue cuma minta sama lo, Ra. Selesaikan ini baik-baik. Jelasin ke dia dengan tenang. Paham, kan?"

Gue nggak tenang dan nggak fokus dengan apa yang diomongin Lisa. "Gue nggak mau kehilangan Lay."

Lisa natap gue kesel. "Jangan lemah, bangsat! Udah gue bilang Lay nggak akan lepasin lo gitu aja."

Gue nggak bisa nahan air mata gue yang udah mau jatuh. Lisa yang melihat gue yang semakin nggak tenang langsung menghela napasnya.

"Ikutin sesuai kata hati lo. Gue sebagai sahabat lo bakal ngehargain keputusan lo."

"Hmm, Ra?" Gue noleh ke Lisa yang udah merubah ekspresinya.

Dia keliatan ragu untuk lanjutin ucapannya. Tapi kemudian Lisa bicara sesuatu yang bikin kaki gue lemes.

"Waktu itu Lay pernah minjem hape gue. Dia bilang mau nelpon lo, karena lo nggak ngangkat telpon dia. Dan gue rasa, dia ngeliat chat kita waktu itu, saat pertama kali gue tau lo sama Chanyeol ada apa-apa."

💍💍💍

Gue memejamkan mata gue sebentar. Rasanya gue nggak kuat liat Lay dan juga Chanyeol yang udah saling nggak berdaya kayak gitu. Untungnya saat gue udah sampai, mereka udah selesai hajar-hajaran, karena udah ditahan sama Sehun dan Kai duluan.

Di sekeliling mereka juga udah banyak banget anak-anak yang ngeliat. Cuma ada beberapa doang, karena gue rasa mungkin hajar-hajaran yang mereka berdua lakuin itu nggak terlalu bising. Nggak terlalu mengganggu.

Tapi yang anehnya, gue hanya melihat Chanyeol yang babak belur. Wajahnya penuh lebam, biru dan ada beberapa tempat yang udah mengeluarkan darah.

Beda dengan Lay yang malah bersih, sama sekali nggak ada tanda kalau dia habis dihajar.

"Brengsek! Bisa nggak sih diomongin baik-baik?! Pengecut banget malah make tangan gini!" Bentak Sehun yang natap mereka berdua.

Anak-anak ampas yang lain, yaitu Suho, Chen, dan juga Dio langsung membubarkan orang-orang yang sedari tadi udah mengerubungi mereka.

"Bubar! Nggak usah penasaran! Balik lo semua!" Teriak Dio dengan lantangnya. Alhasil, nggak ada yang berani melawan gertakan Dio dan langsung pergi dari tempat ini satu persatu.

Gue sampai saat ini belum berani untuk menghampiri mereka berdua. Rasanya kaki gue nggak bisa digerakin.

Mungkin ini hajar-hajaran yang terbilang sangat tenang dan juga nggak kacau. Karena daritadi gue liat, Lay ataupun Chanyeol nggak mengeluarkan kata-kata kasar ataupun kekesalan mereka lewat mulut.

Tapi Lay mengatakannya lewat tatapan dia yang tajam ke Chanyeol. Lay duduk di pojok sana sama Kai, sedangkan Chanyeol di arah yang berlawanan dengan Sehun.

Chanyeol nggak membalas tatapan Lay, dan malah menunduk dalam, seperti seseorang yang lagi merasakan penyesalan yang dalam.

Gue sakit ngeliat Chanyeol yang terluka banyak gitu di wajahnya. Tapi gue juga sakit liat Lay yang keliatan kecewa berat gitu.

Gue merasa cewek paling jahat karena udah merusak pertemanan mereka.

"Lay, gue tau lo orangnya kalem. Lo nggak pernah main tangan sama orang kalo ada masalah. Kenapa, Lay? Kenapa lo nonjok Chanyeol membabi buta gitu?" Tanya Sehun dengan pelan.

Akhirnya gue mendekat ke arah mereka berdua, tapi masih belum berani sedekat itu, gue hanya berdiri di belakang Suho yang berada nggak jauh dari Lay.

Kayaknya mereka berdua belum menyadari kehadiran gue.

Lay ketawa sinis. "Lo tanya aja sama temen lo yang muna itu," Lay nunjuk Chanyeol dengan ekor matanya.

Chanyeol kelihatan belum berani ngangkat kepalanya, tapi ketika dia memberanikan diri untuk mendongak, tatapannya jatuh kepada gue, dan gue bisa liat dia terlihat kaget gitu.

Gue balas natap dia dengan pandangan sedih. Ikut merasakan sakit dari luka-luka di wajahnya. Chanyeol dengan cepat memutuskan kontak mata dengan gue dan kembali menundukkan kepalanya.

Sekarang gue nggak bisa apa-apa. Gue bingung harus ngapain. Gue nggak berani menunjukkan kehadiran gue di depan Lay. Gue nggak sanggup liat Lay yang pastinya kecewa sama gue.

Pandangan Suho jatuh kepada gue. "Ra, bawa Lay sama lo. Gue yakin, ini ada hubungannya sama lo. Dia nggak bakal semarah itu sama temennya kalau bukan karena lo," gue nggak tau kenapa, tapi tatapan yang Suho kasih ke gue itu bikin hati gue semakin sakit.

Bahkan Suho aja natap gue dengan sinis dan tajam. Seperti enggan melihat gue.

Gue menghela napas frustasi. Lalu berjalan mendekati Lay. Gue jongkok, bertumpu di kedua lutut gue dan natap Lay dalam.

Dia natap gue, dan gue bisa liat tatapan kecewanya di sana.

Tapi kemudian, Lay membuang mukanya. Seakan gue nggak ada di sana.

And i knew that i hurt him that bad.

📿📿📿

"Tangan kamu berdarah, Lay."

Gue menatap Lay dengan pandangan memohon. Gue bener-bener nggak suka dengan suasana ini. Terasa asing dan juga nggak seperti biasa.

Sampai sekarang Lay nggak mau bicara. Gue yang daritadi ngajak dia bicara, dan sama sekali nggak ada tanda-tanda dia menjawab gue.

Sakit memang. Tapi mungkin lebih sakitan Lay sekarang. Gue paham, karena memang ini semua salah gue.

Dan yah, lo harus bertanggung jawab dan mau menerima semua kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi setelah ini, Ra.

Gue berkali-kali mencoba mengambil tangan Lay yang sedari tadi dikepal erat sama dia, sampai membuat buku-buku jarinya semakin merah karena ada beberapa luka di sana.

Dari sini gue bisa melihat bahwa Lay pasti nggak main-main pas ngehajar Chanyeol.

Tiap kali gue mencoba mengambil tangannya, dia langsung menepis tangan gue. Tatapannya juga sampai sekarang masih lurus ke depan, rahang dia mengeras. Entah dia masih menyimpan emosinya apa nggak.

Gue jadi nggak berani untuk mengajak dia bicara lagi.

"Tangan kamu harus diobatin, Lay. Aku obatin, yah?" Tanya gue lagi dengan sabar dan juga pelan. Responnya kemudian membuat gue sedikit terkejut karena kini dia mengajak gue bicara dengan memberikan tatapan kecewanya di sana.

Wajah dia datar, nggak menunjukkan bahwa dia marah, tapi yang gue liat dari matanya cuma kekecewaan. Padahal tadi gue lihat dengan jelas Lay menunjukkan kemarahannya lewat tatapan dia ke Chanyeol.

"Aku nggak tau, Ra. Tapi aku lagi nggak mau bicara sama kamu."

Gue tertohok. Sempat terdiam lama karena dada gue serasa sesak, bahkan gue yakin sebentar lagi air mata gue bakal turun.

Ini akibatnya lo berani main api di belakang Lay.

"Kayaknya udah nggak perlu aku jelasin kalau Chanyeol itu suka sama kamu, kan? Dia ngaku sendiri sama aku tadi," katanya lagi, memutuskan kontak mata dengan gue.

Gue menunduk, meremas kaos gue dengan frustasi.

Kenapa Chanyeol ngomong? Bukannya dia nggak mau sampai pertemanannya hancur dengan Lay?

Tapi kayaknya nggak mungkin Chanyeol mengaku tentang perasaannya secara gamblang. Pasti Lay yang memancing duluan, dengan bertanya ataupun memang Lay yang menyinggung sesuatu yang membuat Chanyeol akhirnya keceplosan.

"Maafin aku, Lay," akhirnya air mata gue jatuh, gue semakin menundukkan kepala, sesekali gue mengusap pipi gue yang udah lembab akibat air mata.

"Kenapa malah kamu yang minta maaf?"

Gue menggeleng-geleng sesenggukkan, "Maaf, maaf, maaf."

Lay menarik tangan gue menjauh dari wajah, dia menyejajarkan wajahnya ke gue, natap gue langsung. "Kamu kenapa minta maaf?"

Mungkin ini saatnya gue jujur? Toh, gue juga capek menutupi ini semua. Kita lihat aja bagaimana reaksi Lay nanti. Gue terima semua respon dia dengan lapang.

Dari awal gue yang memulai.

Tapi sayangnya, gue nggak mampu membalas lagi. Napas gue udah kerasa sesak, nggak sanggup untuk mengucapkan sepenggal kalimat. Tau kan rasanya nangis sesenggukkan yang susah banget berhentinya?

Yang seakan-akan rasanya sakit banget sampai-sampai nangisnya nggak kekontrol.

"Kamu juga suka sama Chanyeol, Ra?"

Gue nggak bisa. Gue nggak bisa jujur sekarang.

Suara Lay yang melembut itu membuat pertahanan gue runtuh. Yang tadinya gue nggak mau sampai berhenti di jalan dan membiarkan semuanya terbongkar biar dia tau, malah tiba-tiba gue nggak sanggup untuk melakukannya.

Gue nggak mau Lay sampai benci sama gue. Gue nggak mau Lay nggak ngajak ngobrol gue dengan selembut itu lagi.

Akhirnya gue cuma nangis, dan membiarkan Lay mendekap tubuh gue ke dadanya. Rasanya nyaman dan hangat.

"Maaf udah buat kamu shok tadi. Rasanya aku nyesel udah pukul Chanyeol separah itu. Tapi dia pantas ngedapetin itu semua. Aku bener kan, Ra?"

Gue terdiam sebentar, tapi masih sesenggukkan. Lebih baik gue mendengarkan aja semua omongan Lay.

Lay terkekeh kecil dengan nada sarkas, "Ngedengerin kamu minta maaf berkali-kali kayaknya bikin aku sadar tentang satu hal."

Entah kenapa tiba-tiba jantung gue berdetak lebih cepat, merasakan gugup dan juga resah mendadak.

"Kita break dulu, ya?"

TBC

Always vote + comment ❤️
Regards,

Regina.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top