[34] Started With Bad Things
Udah beberapa hari ini gue sedikit menghindar dengan Lay. Gue berusaha untuk menjaga jarak dan sedikit bicara dengan Lay. Dia mungkin menyadari itu, tapi dia sama sekali nggak nanyain kenapa gue bertingkah kayak gini.
Bertingkah seakan-akan gue yang marah dan juga kesal sama dia.
Padahal nggak. Ini seperti kebalikannya. Harusnya Lay yang marah dan juga kesal sama gue. Tapi, entahlah.
Yang dipikiran gue selama beberapa hari ini adalah kebingungan. Kebingungan dan juga resah dengan perasaan gue sendiri yang sebenernya nano-nano, nggak ngerti apa yang gue rasain sekarang.
Gue takut kalau sedang dekat-dekat dengan Lay. Gue takut nggak merasakan perasaan itu lagi. Gue takut gue nggak lagi merasakan debaran kencang itu lagi.
Gue nggak mau.
Tapi semakin hari, gue cukup merasa bersalah dengan menjauh kayak gini. Padahal Lay sama sekali nggak bersalah.
Bodoh banget emang gue.
"Ra, mau ikut gak? Kita abis ngekampus mau ke Mall, nih," ajak Salsa yang lagi beres-beres tasnya.
Gue tau maksud Salsa dari 'kita' itu apa. Karena biasanya gue sama anak-anak ampas cewek itu selalu nyempetin untuk jalan-jalan gitu kalau nggak ada kerjaan sehabis ngampus.
Entah itu ke mall, makan, ataupun ke time zone misalnya.
Tanpa ragu gue jawab, "Ayok!"
"Dih, tumben. Biasanya lo suka ogah gitu gara-gara diajak jalan duluan sama Lay."
Gue terdiam sebentar. Iya, bener juga. Dari kemarin Lay nggak banyak bicara sama gue. Dia keliatan banget kalau lagi enggan bicara sama gue. Bahkan yang biasanya dia ke rumah gue untuk kencan di rumah gue, itu nggak.
Yah, tau lah. Gue sama Lay itu kan suka jalan berdua gitu. Terus juga dia pasti suka telponin gue nyampe kuota gue abis.
Tapi kali ini nggak.
Gue sedikit khawatir dengan sikap Lay kali ini. Mungkinkah dia marah sama gue? Tapi gue itu tau, Lay nggak pernah marah segitunya sama gue, kalaupun marah, dia nggak sampai ngediemin gue dan irit bicara kayak gitu.
Dia kalo marah pasti blak-blakan. Kayak langsung dibicarain sama gue dan selesaikan masalahnya.
"Kalian marahan, ya?" Salsa memicingkan matanya.
Gue geleng-geleng. "nggak, kok."
"Tapi kok kayaknya gue liat dari kemaren lo sama Lay kayak lagi ngejauh gitu, sih. Nggak biasanya."
Salsa merhatiin banget, sih.
"Nggak! Udah ah ayok!" Gue langsung narik lengan Salsa dan keluar dari kelas.
Kita berempat itu janjian di kantin. Sekalian mau makan dulu katanya.
Di kantin, gue sama Salsa udah liat Lisa yang lagi duduk sendiri, sedih banget gitu ngeliatnya.
Nolep, dan aura jomblonya keliatan.
"Sendirian aja, mbak!" Salsa duduk di sebelah Lisa dan menepuk bahu Lisa kenceng. Gue duduk di depan mereka berdua.
Mika belum keliatan. Halah, nungguin itu anak, mah kayak nunggu Jaehyun NCT ngelamar gue.
"Bangsat, gue nunggu lama banget. Si Mika mana lagi?" Gerutu Lisa sambil ngeliat ke hapenya.
Gue hanya nyimak pembicaraan mereka. Gue yang emang nggak terlalu fokus mendengarkan mereka ngobrol, langsung nyadar kalau ekor mata gue menangkap sosok Lay yang baru aja mau melewati kantin.
And he's not alone. Caca is there too.
Gue sedikit meremas kaos gue. Nggak tau, perasaan gue aneh sekarang, acak-acakan dan gue nggak mengerti apa yang gue rasain sekarang.
Aneh, karena lagi-lagi gue nggak merasakan hal seperti kesal dan juga cemburu. Gue malah merasa marah dan juga nggak terima.
Itu cewek nggak ngerti bahasa Indonesia, ya? Padahal gue udah peringatin dia untuk nggak deket-deket sama Lay.
Karena gue udah nggak tahan, langsung aja menghampiri mereka berdua dengan muka yang datar.
"Lay."
Panggilan gue rupanya nggak kedengaran sama Lay. Tapi ternyata Caca denger dan langsung kaget sesaat, iya, gue bisa liat dari matanya yang ngeliat gue ada di belakang mereka.
Caca kemudian langsung noel bahu Lay, dan menunjuk kehadiran gue dengan ekor matanya kepada Lay. Lay noleh, dan gue sangat terkejut dengan tatapan yang diberikan Lay sekarang.
Datar, dingin, dan juga terkesan menghindar dari tatapan yang gue kasih.
Gue nggak tau apa maksud tatapan itu, tapi gue merasa khawatir.
"Ca, gue mau ngomong sama Lay. Bisa tinggalin kita sebentar?" Tanya gue ke Caca yang masih natap gue sedikit takut.
Caca ngangguk cepet, tapi belum sempat Caca membalas, Lay udah memotong duluan, "Mau ngomong apa, Ra? Sepenting itu sampai Caca harus pergi?"
Gue merasa gue ini baru aja disiram air panas. Sakit, perih, dan juga panas.
Rasanya gue nggak terima Lay giniin gue. Walau gue juga nggak ngerti kenapa Lay udah 2 hari ini bersikap dingin.
Lay itu nggak pernah sedingin ini sama gue. Sama sekali nggak pernah.
Gue natap dia kaget, kemudian menghela napas lelah. "Oke. Aku cuma mau bilang maaf karena akhir-akhir ini aku bersikap agak menghindar dari kamu."
Lay natap gue lama. Lama banget, sampe rasanya gue nggak bisa napas, tatapan dia seperti membuat gue telak di tempat, nggak bisa ngapa-ngapain.
Dia seperti sedang menelisik sesuatu di mata gue. Sangat lekat dan tajam. Gue nggak ngerti apa yang dia lakuin sekarang.
Kemudian dia ngangguk, sambil senyum kecil. Senyum yang jarang banget dia tunjukkan ke gue. Biasanya dia senyum lebar, dan keliatan manis banget.
Ini beda.
"Iya, aku maafin."
Dan dengan begitu, Lay mengakhiri pembicaraan kita berdua. Dia sama sekali nggak bilang pamit sama gue atau apapun sejenisnya. Dia pergi gitu aja, diikuti dengan Caca yang sempat memberikan tatapan canggungnya dan dia juga sempat pamit juga ke gue.
Caca, ya?
Entah kenapa gue merasa marah dengan Caca dan juga Lay.
Bolehkah gue marah sama Lay disaat kesalahan gue lebih banyak ke dia?
💫💫💫
"Eh, ini cocok nggak sih? Gue kok kayaknya gendutan, ya? Jujur deh kalian sama gue!"
"Iya, lo gendutan."
"Bangsat!"
Cewek kalo ngobrol itu nggak jauh dari biasnya, cogan, atau nggak masalah dirinya yang gendutan ataupun kurusan.
Gue cuma duduk merhatiin mereka bertiga ngebacot. Kadang suka malu kalo jalan berempat sama mereka. Malu sama kelakuan ajaib mereka. Mau ditaro dimana muka gue yang cantik ini?!
Gue yang emang udah nggak mood banget buat beli sesuatu, daritadi cuma ngeliatin mereka belanja aja. Yang gue tunggu-tunggu itu mereka selesai sama urusan belanja mereka dan makan.
Karena gue laper pake banget. Cuma ini nungguin 3 tuan putri mirip ampas yang daritadi udah 5 jam belanja nggak kelar-kelar.
Gue senyum miris. Sekarang gue ngerti kenapa Baekhyun dan Lay suka kesel tiap kali nemenin gue belanja.
"Nyet, diem-diem bae! Kesurupan ya lo?" Tanya Mika.
Gue mendelik kesel. Suka emosi kalau ngomong sama Mika. Tiap kali ngomong asal jepret, nggak ada akhlaknya.
"Bacot lo!"
Lisa nunjukin sepasang kaos putih polos dan juga celana hitam panjang kasual ke gue. Modelnya mirip kayak gaya pakaian gue sehari-hari.
"Lo serius nggak mau ini? Lagi diskon!"
"Beliin, ya?"
"Goblok sia maneh!"
"Diem, sih Lis! Telinga gue alergi kalau denger bahasa sunda, jadi ngingetin gue ke si cabe tauk!" Kata gue sambil nutup telinga.
Salsa muncul dari ruang ganti dan nunjukin badannya yang udah dibalut dengan jaket bomber warna hijau army.
"BAGUS GAK?!"
Anak sialan.
Maksudnya apa coba nanyanya nggak santai kayak gitu? Harus banget ya nyampe teriak?
Gue nutup wajah gue malu ketika pengunjung yang lain menatap ke arah kita berempat dengan pandangan aneh.
Hhh, capek gue lama-lama.
"Nyantai dong, nyet!"
"Itu ngambil dari mana? Bagus modelnya. Gue mau, ah!"
"Tapi mahal. Gue nyoba doang, soalnya bagus, hehe."
Yah, kita itu sama kayak mahasiswa-mahasiswa lainnya yang sangat irit uang. Kita lebih milih jajan makanan daripada beli baju kayak gini yang jelas butuh nominal uang yang lebih tinggi.
Makanya dari tadi ini mereka bertiga beli baju yang emang lagi diskon besar-besaran. Jadi agak lama juga mereka belanja, soalnya dipilih dulu.
Gue sih jarang belanja baju. Lebih suka sepatu, tapi mahal. Makanya kalo sepatu itu kadang suka dibeliin sama Lay.
Gue pribadi lebih sering beli makanan. Karena gue orangnya laperan.
"Yayang gue telpon. Sstt! Jangan ada yang berisik!" Mika tiba-tiba lagi megang hapenya dan natap kita bertiga.
Gue menunjukkan muka gue yang mual, menahan muak sama panggilan sayang dia ke Sehun.
"Halo?"
Gue nggak peduli dengan Mika yang lagi telponan. Jadi gue lebih milih natap Salsa dan Lisa yang lagi sibuk milih baju.
Mika noel gue, "Nyet. Hape lo kemana, dah? Kata Sehun, lo ditelpon kagak diangkat-angkat."
Gue mengernyitkan dahi gue. "Hape gue dimatiin. Lowbatt soalnya."
Setelah itu Mika lanjut bicara dengan Sehun di telpon. Dan beberapa detik kemudian mata dia melotot.
Mika natap gue panik. "Balik sekarang woy!"
"Napa, sih anjir?!"
"Cowok lo goblok! Lagi baku hantam sama Chanyeol!"
TBC
Always vote + comment ❤️
Regards,
Regina.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top