[32] The Odd Feelings

"Kalian ngomongin apa?"

Gue tersentak mendengar suara Baekhyun dari belakang. Dengan cepat gue membalikkan tubuh dan menatap Baekhyun dengan gelagapan.

"Kita? Ki-kita nggak—" ucapan gue terhenti ketika Baekhyun mendekat ke arah gue dengan menatapi pisang coklat yang ada di tangan gue dengan sumringah.

"Wihh, darimana nih?" Tanpa permisi, dia langsung mengambil 2 potong pisang coklat dan memasukkannya di dalam mulut sekaligus. "Dari lo, Yeol?" Pandangan Baekhyun teralihkan.

Gue bisa melihat perasaan lega di mata Chanyeol ketika Baekhyun udah nggak mengungkit perihal apa yang kita bicarakan. "Cuci tangan sih, goblok! Amis kan tangan lo!"

"Amis karena naon, anjir?!"

Gue memutar bola mata malas ketika dua manusia berjakun itu mulai adu bacot. Gue yang masih ketar-ketir karena gelagapan tadi, langsung menyerahkan sepiring pisang coklat ke arah Baekhyun.

"Pegang. Sayur lodehnya udah dimatiin belom?"

Baekhyun sekali lagi memasukkan pisang coklat itu ke mulutnya. "Belum, tapi tadi kayak udah bergelembung-gelembung gitu, yaudah aing—"

Gue melotot langsung mendengar ucapan Baekhyun. Kemudian lari terbirit-birit ke arah dapur sambil teriak kesal. "Kenapa nggak dimatiin Bambang ya ampun!"

Baekhyun menghampiri gue yang udah mematikan kompor. Naas, keadaan sayur lodeh sekarang membuat gue pengen nangis, takut dimarahin Mama karena nggak becus menjaga makanan.

Pasti gue lagi yang disalahin bangke!

"Monyet, tadi gue kan udah bilang kalo sayur lodeh itu manasinnya sambil diliatin, takut santannya itu pada pecah! Lo sih, ah! Sebel banget! Mama ngomel lagi ke gue!" Sungut gue sambil ngacak-ngacak rambut frustasi.

Baekhyun yang kelewat santai, cuma cengar-cengir natap gue dengan tampang tanpa dosa.

"Santan teh bisa pecah ya?"

"Pergi gak lo! Pergi atau gue lempar pake sodet!"

"Eh, iya ampun atuh, Ra. Galak bener. Yeol, tolong akuh!!"

Gue mencibir melihat Baekhyun yang udah bersembunyi dibelakang tubuh Chanyeol. Chanyeol yang menyaksikan perdebatan antara kembaran ini cuma menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Gue numpang minum, ya," tanpa permisi, tanpa menunggu izin dari pemilik rumah, Chanyeol dengan kurang ajarnya minum sebotol jus apel di kulkas.

Yah, gue sih nggak terlalu mempermasalahkan ya. Soalnya itu bukan punya gue jusnya. Soalnya lagi Chanyeol itu sohib Baekhyun, deket banget kayak udah mendarah daging, udah kayak gue sama anak-anak ampas aja.

"Numpang. Dikira warteg," cibir gue.

Chanyeol cengar-cengir. Yang biasanya dulu dibalas dengan tatapan dingin dari dia, sekarang Chanyeol udah lebih berperikemanusiaan sama gue.

Iya, sih. Orang dianya aja suka sama gue.

Aduh, ko gue jadi gini?

"Bangsat ya maneh teh, Yoda! Asal minum wae!"

Chanyeol nggak menggubris karena tiba-tiba hapenya bunyi dan muka dia tiba-tiba langsung nggak enak, seperti capek dan risih.

"Balik dulu deh."

"Kemana?" Tanya Baekhyun.

Chanyeol balik badan, matanya natap gue sebentar, lalu kembali menatap Baekhyun. "Jemput Airin."

"LAH, MANEH TAH DONGO PISAN. KATANYA UDAH PUTUS. KUMAHA IEU?!"

Bagus, Baek. Lo mewakilkan gue.

Eh?

Chanyeol mengacak rambutnya kesel. "Dia gangguin gue mulu anjir. Gimana gue nggak risih? Tiap hari bilangnya mau ngajak balikan mulu!"

Diluar dugaan gue, gue membalas ucapan Chanyeol dengan nada sarkas. "Makanya, jadi cowok yang tegas. Tinggal usir aja susah banget. Laki mah gitu, ya. Mantan cantik dikit langsung nggak bisa lepas."

Setelah itu gue melengos dan pergi masuk ke dalam kamar gue, meninggalkan dua manusia berkelamin sama itu terheran-heran.

👡👡👡

Hari ini seperti biasa gue ada kelas siang. Gue lagi lumayan semangat ngekampus hari ini. Soalnya dosen yang ngajar cakep, baik lagi, uhuy.

"Oke, anak-anak. Saya mau sekarang kalian membagi kelompok masing-masingnya 2 orang. Setelah itu saya akan bagikan kertas materi yang akan dijadikan bahan presentasi kalian minggu depan," Pak Seungri menyapu pandangannya ke seluruh anak-anak didiknya.

Gue mendadak tersenyum semanis mungkin, ketika pandangan Pak Seungri sempat bertemu dengan gue. Hehehe, ganteng sih.

"Mulai deh gatelnya," celetuk Salsa di sebelah gue.

Gue cengar-cengir. "Ganteng, ngegoda iman banget."

Salsa menggeplak bahu gue. "Gue aduin ke Lay mampus lo!"

"Berisik, cabe-cabe. Gue, kan lagi dengerin Pak Seungri nyampein materi."

Doyoung, salah satu temen cowok yang deket sama gue dan Salsa tiap ada kelas sama Pak Seungri. Dia ganteng, tapi udah punya cewek, namanya Sejeong.

"Sok-sok dengerin. Biasanya juga tidur di kelas."

"Hehe, monyet. Tau aja."

"Yang dibelakang! Coba jangan ribut dulu, ya," kata Pak Seungri sambil natap gue dengan gantengnya.

Uhuy, asik-asik jos!

"Natap gue, nyet dia!" Bisik Salsa pelan.

"Ngarep, mana mau dia natap lo, burik!"

"Anjing!"

"Dua cewek yang di belakang! Minggu depan saya mau kalian presentasi maju pertama. Materi yang disampaikan harus persis sama dengan yang ini," Pak Seungri mengangkat beberapa lembar kertas yang gue nggak tau isinya apa, karena serius daritadi gue nggak mendengarkan.

"Mampus," Doyoung dari depan udah meledek gue sama Salsa dengan tanpa suara.

Hhh, bosen gue sekelompok sama si ampas lagi.

Iya, deh nggak papa. Demi Pak Seungri. Hehe.

👒👒👒

"Pada mau mesen apa, nih?"

Tumben nanyain.

"Kenapa? Mau lo pesenin?"

Doyoung mengedikkan bahunya sambil merapihkan rambutnya. "Nggak, anjir. Geer banget, cuma nanya aja!"

Salsa mendengus kesal. Kadang Doyoung nih gesrek. Kalo ngobrol sama dia ngeselin parah, nggak ngerti lagi gue juga. Tapi ya gitu, dia lumayan pinter kalo masalah pelajaran.

Akhirnya yang memutuskan untuk mesen makanan itu gue. Iya, bangsat emang mereka berdua.

Gue meninggalkan dua manusia yang sedang melirik-lirik sinis, lalu pergi ke tempat penjualan siomay dan juga mie ayam.

"Pesen 1 siomay pake kol sama kentang, mbok! Sama mie ayamnya 2."

Ibu-ibu penjualnya melihat kehadiran gue, dan langsung disambut dengan ekspresi senengnya. "eh, neng geulis. Yang siomay kayak biasa ya, neng?"

Gue senyum ramah sambil ngangguk. Selama gue sekolah di kampus ini, gue emang paling dekat sama mbok Tuti dari semua penjual di sini. Orangnya ramah, sih. Dia juga udah hampir berusia 40 tahunan. Tiap kali gue beli di sini, kadang suka diturunin harganya.

Nikmat mana lagi yang engkau dustakan?

"Mbok, aku ambil NU green tea nya ya!" Kata gue sembari mengambil botol dingin berisi teh itu dari kulkas kecil di sana.

"Iya, ambil aja," balas mbok Tuti masih sibuk menyiapkan pesanan gue.

Gue berniat untuk meminumnya sebelum sampai ke tempat Salsa dan Doyoung. Karena takutnya minum gue ini diembat sama Salsa. Dia itu paling suka sama teh manis kayak gini. Jadi gue kadang suka sawan kalo mau beli teh.

Waktu itu gue malah pernah udah beli es teh manis dan udah gue taro di meja, terus gue kelupaan uang kembalian, makanya gue balik lagi untuk mengambilnya dengan meninggalkan es teh itu di depan Salsa.

Lo tau dia ngapain?

Ngabisin teh gue sampe tinggal seperempat gelas doang.

Emang temen bangsat dia.

Makanya kali ini gue berniat untuk meminumnya sampai setengah, biar setidaknya gue merasa puas udah meminum teh ini.

Gue mencoba membuka tutup botolnya, tapi ternyata lumayan susah. Tangan gue sampai merah karena tutupnya nggak juga kebuka.

Gue tersentak kaget ketika seseorang menarik botolnya dan langsung dibuka dengan mudah oleh orang itu. Gue baru aja mau berterima kasih, tapi bibir gue kembali menelan kalimat terima kasih itu ketika melihat siapa orang yang udah menolong gue membuka tutupnya.

Chanyeol natap gue datar. Nggak seperti biasanya. "Lemah, gini aja nggak bisa."

Gue sempat mengernyit heran, tapi kemudian natap dia sinis. "Bacot, ah."

Tanpa mengucapkan terima kasih, gue langsung mengambil alih botol itu dari tangannya dan meneguknya sampai tinggal tersisa setengah.

"Neng, udah jadi nih."

"Oh? Iya, makasih ya, mbok. Berapa semuanya?"

Setelah gue membayar, gue hendak mengambil semua pesanan punya gue dan Salsa Doyoung.

"Eh, cowoknya ganti neng? Bukan mas Lay lagi?" Gue tersedak mendadak mendengar pertanyaan santai dan polos dari mbok Tuti.

Gue mengelap bibir gue yang basah karena tersedak minuman. Chanyeol nggak menunjukkan reaksi apapun. Dia cuma berdiri di samping gue sibuk melihat-lihat gorengan yang baru aja matang, seolah-olah dia nggak mendengar apa yang ditanyakan mbok Tuti.

"Bukan, mbok!"

"Iya, udah ganti mbok jadi saya."

Gue natap Chanyeol aneh. "Apaan, sih?"

"Nggak, mbok masih sama Lay kok!" Kata gue lagi sambil menggeleng-geleng beberapa kali menatap mbok Tuti yang kelihatan kebingungan dengan jawaban gue dan Chanyeol.

Mbok Tuti kemudian ketawa menatap kami berdua. "Lucu juga kalian. Eh, tapi kalo diliat-liat kalian ini mirip, lho!"

Lah, terus apa hubungannya, mbok?

Jangan gitu lah, mbok.

Gue mendengus kesal. Apalagi ketika melihat Chanyeol yang bener-bener nggak peduli dengan percakapan gue dan mbok Tuti. Padahal ini ada sangkut pautnya sama dia!

"Ih, gak tau ah! Mbok ngeselin. Udah aku pergi dulu. Permisi!" Kata gue sambil menghentakkan kaki.

Gue membawa makanan gue sambil mencibir beberapa kali. Belum juga sampai ke meja, langkah gue dihalangi oleh Chanyeol yang tiba-tiba aja berada di depan gue.

Dia berdiri tegap, tapi matanya kali ini nggak menatap gue, malah menatap ke arah lain yang membuat gue bingung sendiri sebenernya dia lagi ngapain.

"Minggir, Yeol."

Chanyeol nggak bereaksi. Dia masih bertahan di posisinya dan menyilangkan kedua tangan di dadanya. Kemudian, gue yang nggak ngerti dan kesel sama tingkah Chanyeol, mengambil celah di samping Chanyeol yang kosong.

Tapi dia mengikuti gerak gerik gue. Gue ke kanan, dia juga menghalangi gue ke kanan. Gue ke kiri, dia ikut ke kiri juga. Nggak tau, seperti menghalangi pandangan gue dari sesuatu.

"Apaan, sih monyet? Mau lo apa?!" Kata gue kesal.

Chanyeol kayaknya merasa tersinggung dengan gue yang berkata kasar. Dia natap gue dengan datar, dan gue nggak ngerti apa maksud dari pandangan dia sekarang. "Jangan liat."

"Apanya?!" Tanya gue kesel.

Chanyeol terdiam kembali, tapi kali ini dia menatap lurus ke mata gue, membuat gue sempat merasa pipi gue memanas seketika.

Gue yang nggak mau keliatan berdekatan gini sama Chanyeol, takut pada ngira gue melakukan 'something' dengan dia, langsung bergerak ke samping kanannya dengan cepat ketika dia sedang lengah.

Gue pun bisa melihat dengan jelas apa yang sedang ada di depan gue, tepat di penghujung ruang sana.

Oh, jadi itu yang buat dia ngalangin jalan gue.

Dengan cepat, Chanyeol buru-buru menghalangi pandangan gue lagi. Yah, badan dia tinggi besar, jadi gue nggak ada apa-apanya kalo berdiri di depan dia, jadi pandangan gue dengan mudah terhalang sama badannya.

Gue menatap badan Chanyeol lurus. Nggak, gue bukan lagi menelisik apa yang ada dibalik kaos hitam Chanyeol sekarang.

Tapi gue sedang berpikir tentang apa yang baru aja gue liat tadi.

"Udah gue bilang, kan jangan diliat! Ngeyel banget sih!" Katanya dengan nada kesal.

Gue yang nggak terlalu mendengarkan ucapan Chanyeol, cuma terdiam dengan tatapan kosong.

Kenapa.. rasanya aneh?

"Kalau mau nangis, nangis aja."

Gue spontan melirik Chanyeol sinis. "Siapa yang mau nangis, sih? Gue nggak selebay itu!"

Dan pada akhirnya, Chanyeol membiarkan gue berdiri di depannya dengan masih memegang makanan gue.

Masih termenung memikirkan tebak-tebakan yang udah mulai bermunculan di otak gue.

Pemandangan Lay yang sedang tertawa seneng sambil jalan bersebelahan bersama Caca terus menerus terbesit di otak gue. Iya, Caca, mantan gebetan Lay yang juga merupakan cinta pertamanya.

"Nggak usah dipaksain, Ra. Kalo lo mau meluapkan kekesalan lo, pukul gue aja," dan Chanyeol memberikan senyuman penuh arti kepada gue.

Gue nggak bisa memungkiri bahwa rasa nggak percaya melihat Lay begitu akrab dengan Caca itu ternyata mengusik pikiran gue.

Tapi yang bikin gue heran, kenapa gue nggak merasakan apa-apa ketika melihat kedekatan mereka tadi?

Bukannya harusnya gue merasa kecewa, cemburu, dan juga sedih?

"Yol, kenapa gue nggak merasakan apa-apa?"

"Hm?"

"Kenapa.. gue biasa-biasa aja ngeliat mereka deket?"

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top