[31] Baekhyun's Statement

"Lho, Ra. Kok sendiri. Si cendol mana?"

"Mati."

Gue melengos tanpa memperdulikan tatapan yang diberikan oleh Suho dan juga beberapa anak ampas lainnya.

Mama natap gue tajam yang baru aja melewatinya. "Hus, Ra. Ngomongnya itu, lho. Minta disambelin!"

Gue mengedikkan bahu nggak peduli.

"Gapapa, Tante. Udah biasa digituin sama Rara."

Anjink, kaget rembo.

Gue sedikit melompat kaget ketika melihat di belakang gue ternyata udah ada Chanyeol yang mengikuti. Perasaan gue tadi dia nggak ngikut.

Kenapa dia ada di belakang gue sekarang?

Maksudnya dia apa lagi daritadi natap gue nggak biasa. Dia emang duduk rada jauh dari gue. Gue di pojok kanan ketiga, sedangkan dia pojok kiri kedua.

Kenapa sih dia bikin gue kegeeran kayak gini? Udah tau tatapan dia bisa bikin ambigu semua orang.

Ya Allah, Ra. Inget, udah punya Lay.

Teringat dengan Lay, akhirnya gue menanyakan keberadaannya ke semua anak-anak ampas.

"Tuh, tadi orangnya di dalem. Lagi manasin sayur lodeh kayaknya."

Hah, sejak kapan ada sayur lodeh di rumah?

Gue yang nggak mau ambil pusing, langsung aja bangun dari duduk dan mencari Lay di dalam rumah.

Sebenarnya ini kita makan-makan di belakang rumah gue, cuacanya rada cerah sih, jadinya cocok buat makan-makan. Tapi yang bikin gue herannya, kenapa Mama bakar-bakaran jagung disaat siang kayak gini?

Hhh, yaudahlah terserah nyonya besar aja.

Gue mencari Lay di dapur, dan tepat seperti dugaan Lisa, dia lagi berdiri di depan kompor, kedua tangannya dia taro di pinggang. Posisi dia sedang membelakangi gue, jadi dia masih nggak menyadari kehadiran gue.

Sebenernya gue nggak tau apa yang mau gue lakukan sama Lay sekarang. Niatnya pengen minta maaf, tapi gue berharapnya dia duluan yang minta maaf.

Karena gue masih merasa kesal sama dia.

Gue jalan melewati dia, pura-pura ngambil minum jus di kulkas. Wajah gue masih datar, seperti nggak peduli dengan keberadaan Lay yang sekarang udah natap gue, bahkan dia memperhatikan segala gerak-gerik gue daritadi.

Gimana gue nggak lemes diliatin kayak gini?

Gue yang udah selesai minum, berniat untuk pergi lagi dari situ. Tapi gue sengaja naro minumnya agak dilambatin, gue nunggu Lay ngajak bicara gue.

Tapi nyatanya dia cuma ngeliatin gue aja daritadi. Itu yang bikin gue nambah kesel. Akhirnya dengan tampang kesal yang nggak terlalu ditunjukkan, gue bersiap untuk berbalik badan.

Tapi pinggang gue terasa ada yang menarik, dan gue bisa liat tangan Lay udah melingkari pinggang gue. Kepalanya diletakkan di bahu gue.

Gue bisa ngerasain bibir dia yang manyun.

"Maaf."

Gue tersenyum kecil. Tapi gue kembali menormalkan ekspresi gue menjadi datar, berusaha melepaskan tangan Lay yang kuat banget peluk pinggang gue.

Tangan dia nggak mau lepas dari gue, yang buat gue jadi gedek sendiri.

"Lepas, ih!"

"Gak mau. Jawab dulu permintaan maafnya."

Gue menghela napas. Lay kalau lagi kayak gini itu berarti dalam mode merajuk. Iya sih bikin gemes, tapi nggak baik buat jantung gue!

"Ya udah, iya aku maafin. Udah, kan? Sekarang lepas."

Lay masih belum melepaskan tangannya.

"Lay," tegur gue.

"Maaf, Ra. Aku nggak tau kalo selama ini kamu nggak suka aku kasih barang kayak gitu."

Gue menghela napas. "Bukan nggak suka, tapi kalo keterusan kayak gini, aku jadi merasa nggak enak sama kamu."

"Tapi aku seneng kok beliin kamu segala macam. Duit aku juga nggak bakal abis sampai 7 turu-"

Gue menampar tangan dia di perut gue. "Udah tau! Kamu kaya, aku juga tau! Tapi jangan buang-buang uangnya cuma beliin aku gituan! Aku juga nggak minta, kan?"

"Hmm," Lay merendamkan wajahnya di bahu gue, sambil sesekali mengendus badan gue di sana. Gue sedikit berdiri kaku ketika dia mengendus aroma tubuh gue beberapa kali.

Lama-lama jantung gue copot kalo sering-sering senam jantung begini!

"Maaf ya, Ra."

Gue senyum. Terus ngangguk.

"Maaf udah ngebentak tadi."

"Aku takut pas kamu marah tadi. Aku takut kamu bakal benci dan gasuka lagi sama aku dan ninggalin aku. Aku kan dongo."

Gue ga bakal ninggalin lo kecuali kalau lo minta gue untuk melakukan itu.

Gue ngelirik dia langsung. "Apaan, sih. Ya nggak lah! Aku nggak mungkin benci sama kamu."

"Hehe."

"EKHEM!"

Gue langsung melepaskan tangan Lay dari perut gue kasar, dan segera berjauhan dengan Lay. Gue berdiri canggung sambil melihat ke seseorang yang baru aja berdehem keras.

Oh, Chanyeol.

"Pacaran aja terus. Tuh, udah ditungguin sama yang lain, katanya mau makan bareng-bareng."

Ini perasaan gue aja atau emang Chanyeol mengucapkan kalimat itu dengan tatapan nggak suka? Bener-bener sinis dan.. nggak mengenakkan.

Tapi untung aja Lay menganggap itu sebagai candaan. Padahal yang gue liat adalah tatapan Chanyeol yang serius.

"Ganggu aja lo, jomblo!" Protes Lay yang langsung jalan mendahului gue.

"Bangsat, mentang-mentang gue abis putus, gitu ya lo!"

Lay ketawa sambil natap Chanyeol dengan meledek. Lalu dia menoleh ke gue. "Ayo, Ra. Aku laper."

Gue yang masih terdiam kaku melihat reaksi mereka, langsung melongo sambil ngangguk-ngangguk. "I-iya, ayok."

Lay udah jalan duluan, gue yang masih nggak bisa mencerna semua yang ada dipikiran gue, hanya bisa berjalan dengan tatapan lurus ke depan.

Gue sempat melirik ke Chanyeol, dia ternyata lagi ngeliatin gue sejak tadi. Melihat itu gue langsung menghindar dan memutuskan kontak mata gue dengan dia.

Maaf, Chanyeol. Tapi gue rasa kayaknya perasaan gue kepada Lay lebih besar daripada perasaan gue ke lo.

💕💕💕

"Asik, ya ampun ini kan baju keluaran terbaru. Makasih, Lay. Nggak salah gue temenan sama lo!"

"Heh, itu punya gue, jangan diembat!"

"Cing, kalo ke China lagi bawain cecan, ya. Gue mau yang badannya kecil aja biar bisa gue peluk-pelukin."

"Bangsat, siapa yang ngabisin ayamnya?!"

"Gue belum dapet anjir! Ngalah napa Lo sama cewek?"

"Cicing wae sia!"

"Sans lur."

Hhh, rieuh pisan ini euy!

Ya gitu deh, kalau udah ngumpul keluarga besar anak-anak ampas. Anak-anaknya pada bermulut manis, dan dipertemukan dengan makanan, beuh nambah goblok aja udah ngobrolnya.

Apalagi kan anak-anak ampas pada nggak tau diri semua. Makanan baru aja mateng langsung pada embat, udah gitu pake tangan lagi ngambilnya.

Suka gedek sendiri gue.

Tapi gimana, udah sayang sama mereka-mereka, hehe.

"Yo, udah lo makannya?"

"Y."

Ya ampun, kurang singkat atuh, Yo, jawabnya.

Dio emang suka bikin kesel.

"Yol, lo abis darimana dah tadi? Lama banget datengnya."

Chanyeol melirik sebentar ke arah Kai yang lagi nanya dia. "Ngurus Airin dulu. Resek dia."

"Lah? Bukannya lo udah putus sama dia?"

"Iya, dia minta balikan."

"Uhuk uhuk uhuk!"

Gue memukul-mukul dada gue, kemudian Lay yang emang ada di sebelah gue langsung mengusap punggung gue sambil memberikan segelas air.

Langsung aja gue ambil dan minum air yang banyak.

Bangsat, kenapa bisa keselek sih.

Ganggu banget, sih si Chanyeol. Lagi asik makan begini kenapa dia pake bawa-bawa nama itu cewek ular coba?

Dan sejak kapan gue kesel sama Airin?

"Sanstuy atuh, Ra mangannya. Masih banyak kok itu lauknya," kata Lisa yang asal nyamber, muka dia natap gue nggak biasa.

Lisa itu emang peka banget ya jadi cewek. Dia tau kenapa gue bisa keselek kayak tadi.

"Emang gitu si ampas mah. Perutnya kayak kalong, makan banyak tapi nggak kenyang-kenyang," celetuk Mika yang lagi suap-suapan sama Sehun.

"Suka nggak ngaca ya lo, nyet."

"Terus lo balikan gitu?" Tanya Kai yang sepertinya pembicaraan mereka masih berlanjut.

Ini emang pada sibuk masing-masing, sih. Ada yang sibuk makan, ada yang sibuk bucin, sibuk gibah malah juga ada.

Jadi pembicaraan Kai sama Chanyeol ini nggak terlalu didengerin sama mereka.

Gue masih khusuk makan jatah gue. Tapi telinga gue daritadi nggak bisa menghindar dari pembicaraan mereka.

"Yah, gue nggak mau, lah. Dia udah main di belakang gue beberapa kali."

Kali ini Suho ikut dalam perbincangan. "Sini lah gue kenalin lo sama temen gue. Cantik, anak konglomerat. Sama kayak gue. Ntar gue kasih kontaknya."

Gue diam-diam merutuki Suho beberapa kali. Nggak tau juga kenapa.

Dan jawaban Chanyeol selanjutnya sukses bikin gue batuk-batuk untuk kedua kalinya.

"Nggak, deh. Gue lagi usaha buat ngedeketin seseorang. Walaupun nyatanya dia nggak mungkin bisa gue raih," katanya sambil menatap gue.

Bangsat Chanyeol, gue baper.

💝💝💝

"Makasih, Tante atas wejangannya. Hehe. Kenyang dan puas deh pokoknya. Jangan kapok kapok masakin kita-kita lagi, ya Tan!"

"Tante justru seneng bisa liat kalian suka masakan tante. Kapan-kapan kesini lagi ya!"

Gue mencibir. Mama lagi-lagi melakukan aksi genitnya. Udah tadi si Mama main peluk-peluk Chanyeol lagi.

Herman gue, genit banget, suka nggak inget sama usia.

Nggak, gue nggak cemburu. Cuma risih aja liat Mama selalu genit sama teman-teman ampas gue.

Udah, deh kenapa bahas dia?!

"Ra, Baek, pulang dulu, ya!"

"Makasih ya, Tan, Ra, Baek!"

"Hati-hati kawan-kawanku sayang!"

Gue menoyor kepala Baekhyun. Dia mengaduh kesakitan yang gue balas dengan pelototan.

Setelah semuanya udah pada minggat, giliran Lay yang pamit. "Tan, pulang dulu, ya. Makasih loh udah ngadain makan-makan untuk ngerayain kedatangan aku sepulang dari China."

Lay salim. Dan pastinya disambut manis sama Mama dong. Mama lagi-lagi cengar-cengir nggak jelas. "Iyaa, sama-sama. Salam buat mama dan papa kamu, ya. Oiya, makasih loh sama oleh-olehnya. Tante sampe kaget liat banyak banget yang kamu bawa tadi."

Halah, Ma. Sok-sok kaget.

Gue lebih memilih natap Mama kesel sambil mencibir, Baekhyun udah menggeleng-geleng kepala ngeliat tingkah gue.

Setelah beberapa kali berbasa-basi, akhirnya Mama mempersilahkan Lay untuk pamit ke gue dan Baekhyun.

"Ra, aku pulang dulu, ya," Lay senyum dan ngusap kepala gue.

"Iya, hati-hati. Salam buat mama papa kamu, ya."

Lay ngangguk, kemudian dia nyubit pipi gue.

"UDAHAN ATUH BUCINNYA. NGGAK LIAT AING JOMBLO?!"

Yeuh, bisaan aja si Bambang ganggunya.

Lay natap Baekhyun kesel. "Makanya jangan main tarik-ulur sama Lisa. Jedorin langsung! Payah lo!"

Iya Lay tau Baekhyun lagi modus sama Lisa. Tadi anak-anak pada ngomongin itu ke Lay, yang dibalas ambekan oleh Lisa karena dia nggak suka dipasang-pasangin sama Baekhyun.

Suka kasian sama Baekhyun yang selalu gagal sama kehidupan percintaannya.

"Yeuuu, aing ma nungguin waktu yang tepat aja!"

Abis itu gue menengahi keduanya yang hampir aja mau adu bacot, karena emang gue juga kasian sama Lay yang keliatannya udah capek. Dari pulang bandara dia belum tiduran, sih. Keliatan banget dari kantung matanya yang item.

Setelah gue mengantarkan Lay sampai depan rumah, dan memastikan motor Lay udah menjauh dari pekarangan rumah gue, gue masuk ke dalam rumah dan ikut duduk di sebelah Baekhyun yang lagi nonton Boruto, itu loh anaknya si Naruto.

Selain suka sama film India, Baekhyun juga suka Naruto.

Ditengah-tengah aktivitas kita berdua yang asik nonton sambil ngemilin makanan ringan oleh-oleh dari Lay, gue manggil Baekhyun.

"Baek."

"Naon."

"Gue mau nanya. Tapi lo jawab dengan jujur ya."

"Aduh, takut nih aing kalo ditanyain serius begini. Nanaon ieu?"

Gue mencibir ngeliat tingkah Baekhyun.

"Waktu lo diselingkuhin sama Taeyeon, perasaan lo gimana?"

Oke, gue juga nggak tau kenapa gue malah menanyakan ini ke dia.

Baekhyun natap gue bingung. Tapi akhirnya dia jawab juga. "Kesel aing ma."

"Terus? Lo ada berantem sama si Taemin?"

"Ada, sempet baku hantam juga. Tapi ya gimana, badan aing kalah sama badan dia. Ya udah aing babak belur."

Nggak tau kenapa ini lucu banget.

"Itulah bunda pentingnya memberi asupan nutrisi yang maksimal agar gedenya nggak pelit tinggi kayak gini."

"Bangsat ya!" Baekhyun nepuk bahu gue.

"Eh tapi, perasaan lo gimana pas tau dia selingkuh?"

Baekhyun diem sebentar. "Ya, sakit hati ma pasti ada. Apalagi kan dia main di belakang gue udah lama banget. Gue kecewa karena hubungan yang selama ini udah kita jalanin kandas gitu aja di tengah jalan. Lo tau kan gue udah pacaran sama Taeyeon 5 tahun?"

Gue ngangguk, serius mendengarkan cerita Baekhyun.

"Tapi gue rasa nggak ada yang bisa gue sesalkan saat itu. Karena emang mungkin dia bukan jodoh gue. Gue cuma bisa menerima keputusan Taeyeon yang lebih nyaman sama Taemin. Awalnya memang susah untuk lupa tentang Taeyeon, tapi kunci dari semuanya adalah ngeliat dia bahagia sama pilihannya."

"Lo pasti juga pernah ngerasain selama pacaran sama Lay. Kita bahagia kalo pasangan kita bahagia. Itu yang gue liat di mata Taeyeon. Urusan melupakan tentang dia emang mudah, tapi memaafkan segala kesalahannya yang susah."

🖤🖤🖤

Pagi ini Mama berangkat kerja, katanya dia ada rapat sama koleganya gitu. Sekalian dia mau ke pasar, bahan makanan udah abis.

Oleh sebab itulah Mama menyuruh gue untuk ngebabu di rumah. Yah, emang risiko nggak ada kelas hari ini jadi gue dibabuin.

Cuci piring, cuci baju, jemur baju, masak nasi, sama bikin sarapan udah jadi pekerjaan gue sebagai babu pagi ini.

Gue suka heran aja. Mama udah tau gue nggak bisa masak, bisa mah bisa, tapi rasanya itu lho yang bikin anak orang keracunan. Untung aja yang makan masakan ini cuma si Baekhyun doang.

"Nyet, buka pintu, noh."

Baekhyun yang lagi makan roti berselai kacang di meja nyuruh gue ketika ada suara bell berbunyi.

Gue ngelirik Baekhyun sekilas. "Lo nggak liat gue lagi ngapain?"

"Manasin sayur?"

"Iya, goblok!"

"Itu, mah aing juga bisa. Sana, bukain pintu. Aing aja, awas-awas!"

Baekhyun mendorong-dorong badan gue, gue yang kesal hanya menoyor kepala dia. "Monyet ya!"

"Aku bukan monyet, kakak!"

"Huek!"

Gue selalu merasa jijik kalau tiap kali Baekhyun manggil gue Kakak.

Akhirnya dengan segala tekanan batin yang didapat dari Baekhyun, gue memutuskan untuk membukakan pintu.

Di depan gue sekarang ada Chanyeol yang natap gue kaget. Ditangannya sudah ada sepiring pisang coklat goreng yang begitu banyak, yang baunya bikin gue nelen ludah beberapa kali.

Gue natap dia. "Buat siapa itu?"

Chanyeol terkekeh. "Ya buat siapa lagi kalo bukan orang rumah lo," dia ngacak rambut gue, tapi kemudian dia sadar dengan apa yang baru aja dia lakuin ketika dia menyadari perubahan wajah gue yang tiba-tiba aja kaget.

Dia nggak boleh bersikap manis kayak gini ke gue.

"Maaf," Chanyeol menarik tangannya dari kepala gue. Dia senyum canggung sambil memberikan piring itu ke gue, yang gue sambut pemberiannya tanpa berani natap wajah dia.

Chanyeol masih natap gue yang nggak membalas tatapannya. Kemudian gue berdehem pelan.

Entah kenapa merasa nggak nyaman sama suasananya.

"Ya udah makasih, mau masuk dulu nggak?"

"Ra."

"Hah?" Dengan pelongo gue menengadahkan kepala gue dan nggak sengaja malah natap dia.

Sialan, kenapa jantung gue jadi lompat-lompat gini, sih? Ya Allah, inget ada Lay, Ra!

"Kalo gue ada salah, gue minta maaf. Gue nggak suka lo ngehindar gitu dari gue."

Gue menukik alis gue tajam. "G-gue nggak menghindar."

"Yes, you did. Gue nggak suka sama suasana canggung tiap kali gue bicara sama lo. Bisa kayak dulu aja nggak? Lo yang selalu kesel sama gue dan gue yang tanggapi dengan sikap dingin gue?"

Masalahnya ini itu udah beda. Lo sama gue sama-sama memiliki perasaan yang sama, gue nggak bisa bertingkah kayak dulu lagi!

Gue mendecak kesal. "Gue nggak menghindar. Gue hanya menjaga perasaan Lay aja."

Dan tepat pada saat itu, gue bisa melihat tatapan Chanyeol yang mendadak sendu, dan menyimpan luka di sana.

Gue udah menyakiti Chanyeol.

Tapi buru-buru dia ubah tatapannya menjadi terkekeh pelan. Sok ketawa lo, yol. "Iya, gue tau."

"Lo beneran mau balikan sama Airin?"

Bangsat, ini mulut kenapa asal bicara, sih?

Gue bisa liat Chanyeol natap gue dengan jahil. "Lo cemburu?"

"Apaan! Tinggal jawab apa susahnya?!" Balas gue sengit.

Chanyeol ketawa. Nggak tau aja dia tawanya itu bisa bikin gue gagal jantung. Entah sejak kapan gue mulai terpesona sama tawa Chanyeol.

Ck, goblok Ra. Inget Lay!

"Dia emang ngajak balikan. Tapi gue nggak bilang gue mau balikan sama dia. Lo kan tau sekarang gue lagi liatin lo dari belakang. Suka sama orang yang perasaannya udah milik orang lain itu susah, ya?"

Bangsat, yol. Kenapa lo sejujur itu, sih?

Gue terdiam menatap wajah Chanyeol. Dia senyum, seakan baik-baik aja. Tapi gue tau mungkin dia merasakan sebaliknya.

"Kalian ngomongin apa?"

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top