[28] Saling Mengaku
Napas gue terengah-engah ketika mata gue udah menangkap tempat tujuan gue berlari-lari kayak gini.
Keadaan yang lagi hujan deras bikin mata gue sakit dan juga buram. Tapi gue nggak peduli dan tetep lanjut lari kayak orang kesurupan.
Gila, bor. Gue memecahkan rekor lari dari rumah ke halte yang jaraknya terbilang cukup jauh. Padahal gue ini paling sawan sama yang namanya lari.
Lari 45 detik aja udah capeknya nauzubillah.
Apalagi sekarang lagi hujan. Nggak memungkinkan banget untuk berlarian kayak gini. Jalanan pun licin, udah beberapa kali gue kepleset.
Setelah gue sampai di halte, gue berhenti sebentar, ngatur napas gue yang bener-bener sesek.
Sambil ngatur napas, gue mengedarkan pandangan gue ke sekitaran halte. Memang lagi nggak rame, tapi tetep aja gue susah lihat karena lagi hujan dan juga ini udah gelap.
Semoga aja Chanyeol masih ada di sana.
Dan tepat saat itu juga, gue melihat Chanyeol yang sedang melambaikan tangannya ke arah sebuah bis di hadapannya. Kelihatannya dia lagi melambaikan tangannya ke seseorang.
Setelah bis itu udah jalan, Chanyeol membalikkan badannya menghadap ke arah gue, tapi dia masih belum menyadari kehadiran gue karena jarak kami yang terbilang jauh.
"Chanyeol!"
Chanyeol yang tadinya mendongak, dan matanya langsung membuka lebar ketika menangkap kehadiran gue yang berlari mendekati dia.
Gue dengan napas yang terengah-engah berdiri di hadapan Chanyeol. Gue masih bisa merasakan tatapan kagetnya Chanyeol yang nggak bisa lepas dari gue.
"Ra, kok lo-"
Ucapan Chanyeol berhenti, karena mungkin dia nggak tau harus bilang apa. Gue juga masih sibuk mencari napas gue.
Anjir juga, nggak nyangka gue bisa lari-lari kayak orang kesetanan gitu tadi.
Gue yang udah merasa lebih baik, langsung menatap dia langsung ke matanya. "Yol, gue tau ini salah, gue emang udah nyuruh lo menjauh, tapi gue merasa ini nggak baik buat gue. Gue-"
Gue mengambil napas panjang, gue bisa merasakan tatapan Chanyeol yang udah mulai berubah ketika melihat mata gue yang udah mulai berair.
Gue nggak tau kenapa gue pengen nangis.
"Gue nggak suka lo menjauh kayak gitu, yol. Gue nggak nyaman dengan suasana canggung kayak tadi. Gue nggak suka lo natap gue kayak orang asing. Gue nggak nyaman dengan jarak yang udah kita buat ini," gue menunduk, "gue cuma nggak ngerti, yol kenapa gue kayak gini. Gue berkali-kali memikirkan ini, dan nyatanya apa yang gue simpulin itu justru bukan jawaban dari seorang cewek yang udah punya pacar."
Gue mulai nangis dan natap muka Chanyeol dengan ragu. "Gue nggak suka kita kayak gini."
Dengan kalimat itu, gue mengakhiri sudah apa yang ada di pikiran gue selama ini. Bodo amat sama apa yang bakal dia pikir nanti setelah pengakuan gue.
Gue emang jahat karena mengharapkan sesuatu yang lebih dari hubungan kita berdua ini. Gue udah jahat karena gue udah mengkhianati Lay.
Chanyeol sedikit menundukkan kepalanya, supaya muka dia sejajar dengan muka gue. Dia natap gue hangat, nggak ada lagi Chanyeol yang dingin dan juga datar. "Gue kira cuma gue yang ngerasain itu semua."
Gue sedikit kaget dengan jawabannya.
Dia mengusap kepala gue. "Makasih udah bisa membalas perasaan gue, Rara. Gue paham maksud semua perkataan lo yang terbelit-belit tadi," Chanyeol terkekeh kecil.
Gue masih sesenggukkan nggak jelas kayak anak remaja yang baru diputusin.
Sumpah, ini drama banget. Nggak kayak gue banget.
Tapi, ya gimana. Gue bener-bener pengen mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini gue simpan.
"I do love you, Ra. Nggak usah nangis, hm?" Chanyeol menatap gue sambil tersenyum. Tapi tatapan dia itu malah bikin gue semakin terisak.
Tatapan Chanyeol seakan mengingatkan gue dengan Lay.
Ya ampun, gimana kabar dia yang tau kalo gue kayak gini?
Walaupun gue udah mengeluarkan semua unek-unek ke Chanyeol, tetep aja gue merasa bersalah dengan Lay. Gue ini cewek paling nggak tau diuntung.
Gue yang tiba-tiba merasakan sebuah benda kenyal menempel di bibir gue, langsung terkejut bukan main. Chanyeol mencium bibir gue.
Cukup lama gue nggak membalas ciuman dia, karena gue mematung sambil memikirkan sesuatu. Nggak tau harus ngapain.
Dan beda cerita dari sebelumnya. Gue nggak menolak dan mendorong Chanyeol, tapi kali ini gue membalas ciuman dia.
Chanyeol juga sempat terkejut dengan reaksi gue yang membalas ciumannya.
Gue rasa inilah yang membuat gue selama ini bimbang dan gusar. Di satu sisi gue masih sayang sama Lay, tapi di sisi lain, ada satu waktu dimana gue udah membagikan perasaan gue nggak cuma ke Lay aja, tapi ke orang lain, yaitu Chanyeol.
Dan ya, gue menemukan jawabannya.
Gue mengakui bahwa gue adalah cewek paling bejat yang pernah ada.
Gue siap menerima konsekuensi yang akan datang kapan aja ketika Lay mengetahui ini semua.
Bolehkah gue egois, untuk memiliki Lay dan Chanyeol?
Terus gimana caranya supaya gue nggak menyakiti kedua orang itu?!
Setelah itu gue melepaskan ciumannya, napas kami juga udah mulai terengah-engah. Tangan Chanyeol masih berada di rahang gue sambil mengusap pipi gue lembut.
"Tapi, Ra," potong Chanyeol dengan suaranya yang teduh. "Gue nggak mau nyakitin kalian berdua, lo dan Lay."
Gue dengan hidung yang masih merah natap Chanyeol nggak mengerti.
"Gue nggak mau ganggu kalian. Gue sadar, di sini gue bukan siapa-siapa. Gue nggak pantas menjadi orang ketiga dari hubungan kalian. Gue bukan perusak hubungan orang. Gue nggak mau hubungan gue dengan Lay jadi rusak," lirih Chanyeol masih dengan tatapannya yang sendu.
Gue menunduk, dan menatap ke arah lain. Nggak berani menatap Chanyeol. Entahlah, gue merasa nggak nyaman dengan ucapan Chanyeol barusan.
"Lebih baik kita kayak gini aja, Ra. Semakin lama juga mungkin perasaan lo ke gue akan hilang. Gue yakin," lirihnya sekali lagi.
Gue nggak mau, Yol. Gue nggak mau!
Daripada menyuarakan isi hati gue, gue lebih memilih diam dan mendengarkan semua ucapan Chanyeol.
Sebenarnya gue juga nggak bisa mengharapkan sesuatu yang lebih dari Chanyeol. Gue sadar, di sini gue udah punya Lay. Gue nggak mau sampai menyakiti Lay terlalu dalam.
Gue juga nggak mau jadi orang paling jahat. Gue juga nggak mau merusak hubungan pertemanan antara Lay dan Chanyeol. Gue tau ini sulit diterima, tapi mungkin ini cuma angin lalu aja yang bakal surut lama kelamaan. Gue tau, memang cepat atau lambat Lay akan mengetahui semuanya.
Dan cukup segini aja gue berbuat jahat.
"Gue nggak mau nyakitin kalian berdua," kata gue dengan terisak.
Chanyeol membawa gue ke dalam pelukannya. Gue merasakan anggukan kepala dia yang berada di atas kepala gue. "Gue tau, Ra."
Selang beberapa menit akhirnya Chanyeol melepas pelukannya dari gue. Dengan sisa isakan tangis gue, gue membalas tatapan Chanyeol.
Dia senyum. "Walaupun kayak gitu, gue tetep berharap kesempatan untuk memiliki lo itu masih ada, Ra. Gue akan tetep menyukai lo dari belakang."
🍭🍭🍭
Hari ini ada kuis dari Bu Seohyun. Dan gue pun cuma bisa panik dan nggak tau harus minta contekan ke siapa. Walaupun memang Bu Seohyun nggak segalak Pak Jidi, tapi tetep aja dia itu orangnya pelit nilai.
Ketahuan sekali nyontek, nilai lo yang jadi taruhannya.
Gue lagi berusaha mencari sasaran contekan dari tadi. "Yo, gue contek ya?" Gue sedikit mendekat ke arah Dio yang duduk di depan gue.
Dio yang emang ngeselin tapi gemesin, langsung natap gue tanpa ekspresi. "Makanya belajar."
"Ya gue mana tau dia bakal ngadain kuis!" Balas gue dengan nada sedikit lebih tinggi.
Udah si ampas Salsa cuma cekikikan ngeliatin gue ngemis-ngemis contekan. Iya, dia juga nggak belajar, tapi nyantuy aja karena dia ngandelin gue dapet contekan.
Emang dasar kecrekan bencong!
Dio menghembuskan napasnya lelah. "Kan udah gue kasih tau di grup."
Gue mengernyit bingung. "Emang iya?"
"EKHEM! RARA! ITU KAMU NGAPAIN MAJU-MAJU KE MEJA DIO?!"
Gue yang nggak bakal menyangka Bu Seohyun bakal mergokin gue, langsung melotot panik dan berusaha ngeles. "Nggak ngapa-ngapain kok, Bu! Si Dio nih yang ngegodain saya!"
Maap, Yo. Tapi gue bener-bener harus bawa nama lo saat ini.
Yah, tapi emang si Dio ini terkenal dengan otaknya yang encer, jadi Bu Seohyun yang seksi itu nggak mudah percaya sama ucapan gue. Dia natap gue tajam.
"Rara, di semester ini, kamu saya kasih nilai C!"
Bangsat.
***
"Napa pula wajah kau tu? Asamnya seperti ketek mu!"
Gue melirik sinis ke arah Baekhyun. Ini orang emang kayaknya ahli dalam berbagai bahasa deh. Dari bahasa Sunda, sekarang beralih ke bahasa Melayu.
Bukan kembaran gue.
Salsa ngikik-ngikik nggak jelas liat muka gue yang emang nggak enakin untuk diliat. "Dapet nilai C dia di kelas Bu Seohyun."
"Serius maneh?!"
Gue mendecak kesal natap Salsa. "Lagian lo jahat banget! Nggak bantuin gue apa pas kepergok gitu! Udah nyuruh gue buat nyari contekan lagi!" Dumel gue sambil menguap bakso dengan rakus.
Bodo amat, tiba-tiba gue lagi kesel banget.
Salsa masih aja ngekek tanpa dosa. "Lagian lo udah dibilang besok ada kuis juga. Gue nggak belajar soalnya kira gue lo bakal ngasih gue contekan."
Emang temen terampas.
Gue semalam nggak sempat buka hape, karena setelah pulang dari acara nangis-nangisan di halte itu, hape gue mati. Dan yang gue lakukan cuma lanjut nangis di kamar sesenggukkan.
Sampe Mama gedor-gedor pintu kamar gue. Dan lo tau apa yang Mama tanyain ke gue pas gue lagi nangis sesenggukkan kenceng kayak gitu?
Bukan, bukan nanyain gue kenapa bisa sampe nangis.
Tapi nanyain kenapa gue belum cuci piring.
Emang bang- astaghfirullah. Nyebut gue nyebut.
Ya Allah Mama, maafkan diriku ini.
Lagian kesel banget. Anaknya lagi nangis malah nanyain pekerjaan rumah.
Bete abis gue itu dari semalam sampe hari ini.
Untung aja pas gue nangis si Baekhyun belum pulang. Bisa-bisa gue diinterogasi sama dia dan pastinya dia bakal ngadu ke Lay gue nangis.
"Anak-anak pada kemana?" Tanya Kai yang baru dateng.
Di meja ini cuma ada kita berempat. Gue, Salsa, Baekhyun dan juga si item.
Salsa cuma mengangkat bahu. "Nggak tau. Kayaknya sih pada dapet kelas siang. Kalo Lisa sama Sehun lagi ada kelasnya Pak Yunho."
Nggak lama kita ngobrol-ngobrol random, sampe ngomongin hal tentang anjingnya Kai yang hamil lagi pun dibahas. Padahal seingat gue 2 hari yang lalu baru aja berojol itu anjing.
Anjing.
Tiba-tiba gue menangkap sosok Chanyeol yang baru aja dateng dari koridor kampus bareng Chen.
Fak, gue nggak berani ketemu dia. Nggak tau kenapa, tapi gue tiba-tiba pengen menghindar aja dari dia.
Otomatis gue kaget dong, berusaha mau kabur juga nggak mungkin, takut dicurigain sama anak-anak.
"Bangsat, napa Lo anjing! Komuk jaga woy!" Salsa ngegeplak muka gue nggak nyantai.
Monyet banget si Salsa.
Akhirnya gue memutuskan untuk menormalkan kembali ekspresi gue dan berusaha biasa aja ketika Chanyeol dan Chen udah mendekat ke meja kita berempat.
Gue juga ingat, semalam itu kita udah janji bahwa selanjutnya kita harus biasa aja, seakan kejadian semalam itu nggak pernah terjadi.
Yah, kayak kita yang dulu, saling nggak suka satu sama lain. Semacam Tom and Jerry.
Chanyeol duduk di depan gue, dan sebelum dia duduk, matanya sempat bertatapan dengan gue, lalu dia senyum.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top