[27] Tindakan

Pagi-pagi gue udah ngeliat pemandangan Baekhyun yang bertelanjang dada dan juga Chanyeol yang lagi main PS di ruang tengah.

Mereka udah kayak pasangan gay aja kalo diliat-liat, apalagi posisi Baekhyun yang emang lagi nyederin kepalanya di bahu Chanyeol, dan Chanyeol pun nggak merasa terganggu sama sekali.

Tapi ya gila aja lo! Orang yang lagi gue hindarin lagi ada di rumah gue. Dan tadi kami sempat bertatapan sebentar aja, setelah itu dia langsung fokus main PS lagi.

Hngh, ini kenapa gue malah ambil pusing, sih? Padahal si Chanyeolnya biasa aja.

Karena gue ada kelas pagi, akhirnya gue naik ke atas untuk bersiap-siap ke kampus. Setelah beberes, gue turun lagi dan masih menemukan dua manusia berjakun itu melakukan kegiatan mereka tadi.

Gue liat Mama udah selesai masak dan natap gue. "Kampus, Ra?"

Gue ngangguk, dan ngambil sepotong roti bakar yang berisi selai kacang. "Jalan dulu, Ma!"

"Jangan lama-lama, abis ngekampus langsung pulang! Cucian piring numpuk, tuh!" Gue menggeram kesal saat mendengar teriakan Mama yang nyebelin.

Gue berusaha biasa aja ketika gue melewati Chanyeol di belakangnya dan dia sedikit melirik gue. Tapi sehabis itu dia udah nggak peduli lagi gue mondar-mandir mencari sepatu sneaker gue.

"Baek, anter dong!" Seru gue sambil mandang Baekhyun yang masih anteng main PS.

Tanpa melihat ke arah gue, Baekhyun jawab. "Sibuk!"

"Baek! Jahat lo!"

Baekhyun mendecak kesal, habis itu menyenggol-nyenggol bahu Chanyeol. "Chan, maneh yang anter sana!"

Eh buset. Kenapa jadi nyuruh si Chanyeol?

Chanyeol keliatan terganggu, tapi dia kembali menormalkan ekspresi datarnya. "Gue juga sibuk."

Bangsat banget. Pada tega ini gue jalan ke kampus sendirian?

Udah tau kampus sedikit jauh dari rumah. Gue nggak bisa naik motor lagi. Mau naik ojek online juga nggak ada uang.

Tau, lah. Mama gue kan pelit banget kalo masalah uang.

Sebenarnya bisa aja gue naik angkot. Tapi gue suka risih. Kadang kan di angkot suka ada pengamen jalanan yang duduk di samping tempat duduk penumpang, dan mereka itu suka natap gue nggak jelas.

Gimana gue nggak ngeri?

"Ra, jalan aja sendiri sono!"

Gue mendecak kesal sambil menghentakkan kaki. Heran, nggak ada yang peduli banget sama gue.

Akhirnya dengan kesal setengah mati, gue langsung aja keluar dari rumah dan membuka gerbang.

Sumpah, hari ini entah kenapa mood gue lagi anjlok banget. Bener-bener lagi nggak semangat menjalani hidup. Ditambah hari gue diawali dengan Baekhyun yang ngeselin karena ogah nganter gue.

Coba aja ada Lay. Pasti dia yang bakal nganter gue.

Saat gue baru aja mau membuka gerbang, gue dikejutkan dengan Chanyeol yang udah duduk di atas motornya sambil natap lurus ke depan. Tanpa mau menatap gue, dia memberhentikan motornya tepat di depan gue.

Dih, apaan banget. Tadi bilangnya ogah nganter gue.

Gue yang emang udah kesel, nggak peduli lagi sama dia yang berniat nganter gue.

Gue jalan mendahului Chanyeol. Tapi kemudian Chanyeol meng-gas motornya ngikutin gue dari belakang.

"Naik."

Gue natap dia sinis. "Nggak usah!"

Belum juga gue melangkahkan kaki gue ke depan, Chanyeol udah mengeluarkan suaranya yang terdengar dingin dan tajam.

"Naik, Rara."

Dia juga menekankan setiap kata di ucapannya.

Hal itulah yang membuat gue sedikit menciut dan akhirnya memutuskan untuk naik ke motor Chanyeol.

Di perjalanan, nggak ada yang berbicara sama sekali. Itu yang membuat suasana menjadi sangat canggung. Seharusnya gue merasa senang dengan keadaan kami yang sekarang. Nggak terlalu begitu dekat.

Tapi kenapa kayaknya akhir-akhir ini gue merasa nggak nyaman dengan Chanyeol yang menganggap gue seperti orang asing?

Setelah motor Chanyeol udah sampai di parkiran kampus, gue langsung turun dari motornya. Gue memberikan helm ke dia dengan canggung. Berbeda dengan dia yang sama sekali terlihat nggak canggung dan malah biasa aja menghadapi situasi seperti ini.

"Yol," panggil gue ke dia yang udah berniat menjalan motornya.

Dia akhirnya menoleh ke gue, dengan tatapan datarnya.

Rasanya gue nggak nyaman dengan tatapan yang Chanyeol kasih gue. Gue nggak terima, dan nggak suka dengan itu.

Tapi, ah kampret! Kenapa kayak gini, sih?!

Gue membuka mulut gue, berniat memberitahukan sesuatu. Tapi gue juga nggak tau apa. Gue juga nggak tau kenapa gue malah manggil nama dia.

Cukup lama gue terdiam memikirkan kalimat apa yang akan gue keluarkan.

"Lo kenapa menjauh?"

Bangsat. Kenapa gue malah nanya itu?!

Rasanya gue adalah orang paling bego di sini. Gue menanyakan sesuatu yang jelas-jelas gue yang menyuruh dia untuk ngelakuin itu.

Chanyeol menaikkan salah satu alisnya. "Lo kan yang nyuruh gue?" Balasnya yang membuat gue mengatupkan kembali mulut gue yang sempat terbuka untuk mengatakan sesuatu.

Goblok maneh, Ra! Goblok pisan euy!

Gue yang nggak tau mau ngomong apa, langsung gelagapan. "Tapi bukan gitu-"

"Udah, kan? Gue balik. Anggap aja pertemuan ini nggak pernah ada," potong dia dengan dingin, tajam, dan juga menyakitkan.

Gue terdiam sambil menatap kepergian motor Chanyeol yang mulai menjauh dari pandangan.

🎃🎃🎃

Gue balik kampus sekitar jam 5 sorean. Dan baju gue lumayan basah karena diluar lagi hujan lumayan deras. Untung aja tadi gue nebeng Lisa baliknya.

Keadaan rumah lagi sepi. Gue yang biasanya menemukan Baekhyun yang lagi duduk di ruang tengah, kali ini nggak ada orangnya.

Kayaknya sih dia tadi main sama anak-anak yang lain. Soalnya gue tau dari Mika yang bilang Sehun sama yang lain lagi nongkrong ke luar.

Gue naik ke atas kamar, dan tanpa ganti baju terlebih dahulu, gue membanting tubuh gue ke kasur.

Rasanya capek banget, padahal gue udah biasa dapet kelas pagi sampe sore kayak gini. Tapi mungkin capek karena Pak Jidi tadi tiba-tiba aja ngadain kuis dadakan.

Sialan emang. Suka nggak nyadar kalo anak-anak dikelasnya itu banyak banget kating-kating yang selalu ngulang kelas dia gara-gara dianya lebih banyak ngasih kuis daripada materi.

Gue paling sebel sama dosen yang lebih banyak ngasih soal daripada ngajar. Materi yang diajarkan apa, yang dikeluarin pas kuis apa.

Suka heran.

Terlebih lagi di kampus tadi ucapan Chanyeol selalu terngiang-ngiang di otak gue. Ucapan tadi pagi yang kedengarannya dingin banget, seakan dia memang udah nggak mengharapkan keberadaan gue lagi.

Secepat itu dia move on dari gue?

Kok rasanya nyesek banget, ya?

Setelah beberapa menit gue merenung, hape gue tiba-tiba geter di kantong celana gue.

Mas Icing is calling...

Hah, udah berapa hari ya gue nggak denger kabar dia? Selama itu juga gue nggak denger suaranya.

Gue kangen, dan sebenarnya gue juga suka merasa enggan untuk mengabari Lay. Nggak tau kenapa, tapi semakin lama gue memikirkan Lay, semakin terasa juga rasa bersalah gue ke dia.

Gue emang kangen banget sama dia, tapi gue selalu aja mencari alasan untuk menghindar. Bukan karena gue udah nggak suka Lay, tapi gue merasa berdosa banget kalo mendengar suara Lay yang begitu excited dan perhatian sama gue.

Rasanya perlakuan itu nggak pantas gue dapatkan dari Lay.

"Halo, Lay?"

"RARAAA!! HUHU KANGENN!!"

Gue menelan ludah gue. Tuh, kan. Dia selalu begitu. Kesenangan tiap kali telponan sama gue.

Gimana gue nggak bisa merasa bersalah kalo kayak gini?

Gue terkekeh pelan mendengar suara melas dia. Udah lama nggak dengar suara Lay. "Lebay deh ah kamu!"

"Rara, gak kangen sama aku?"

Gue terdiam sebentar.

"Kangen."

Gue bisa mendengar suara Lay yang kegirangan. "Kamu akhir-akhir ini kok susah dihubungin sih? Tiap kali aku nelpon, selalu nggak diangkat. Pas aku tanya temen-temen kamu mereka bilang hape kamu lagi baik-baik aja."

Gue gelagapan mendengar ucapan dia. Memang akhir-akhir ini Lay yang lebih sering hubungin gue ketimbang diri gue sendiri. Awalnya memang gue yang lebih aktif nanyain kabar dia.

Lay yang hanya menerima diam gue langsung ngomong lagi. "Ra, kamu lagi nggak menghindar, kan?"

Lagi-lagi gue nggak bisa mengatakan apa-apa. Bibir gue kayaknya nggak bisa digerakin.

"Ng-nggak kok, Lay. Kamu mungkin nelpon aku di saat aku lagi nggak pegang hape."

Bohong lagi.

Oke, lo pembohong yang ulung, Ra.

"Ohh, gitu ya. Yaudah, gimana di kampus?"

Gue menghela napas lega, setelah mendengar Lay yang udah nggak mengungkit masalah gue yang sudah dihubungin.

"Yah, gitu deh. Pak Jidi selalu ngasih kuis dadakan. Udah tau aku otaknya limit banget."

Dan begitulah pembicaraan kami yang berlangsung selama hampir 1 jam. Memang udah nggak terlalu canggung. Tapi nggak memungkiri bahwa gue juga kangen sama dia.

Biarlah rasa bersalah ini gue kesampingkan dulu. Yang penting gue tau Lay lagi baik-baik aja.

Setelah pembicaraan kami selesai, dan Lay memutuskan sambungan telpon, gue langsung menghembuskan napas panjang.

Tiba-tiba aja mata gue buram, dan gue bisa rasain ada cairan yang mengumpul di pelupuk mata gue.

Sialan. Kenapa gue jadi mellow gini, sih?

Gue bener-bener pengen nangis aja rasanya.

Nggak ngerti sama perasaan gue yang sekarang. Kenapa rasanya perasaan gue ke Lay udah nggak sebesar seperti dulu? Apa karena ini memang fase orang pacaran ya? Yang kadang-kadang perasaannya naik-turun.

Tapi gue tau, ini bukan apa yang lagi gue pikirin sekarang. Ini beda, gue nggak bodoh untuk mengenali perasaan apa yang sedang gue rasakan saat ini.

Gue memutuskan untuk main IG untuk menghilangkan perasaan aneh gue ini. Saat lagi asiknya scroll, gue menemukan akun Chanyeol yang baru beberapa menit lalu ngepost foto.

Real__pcy
Halte

Real__pcy enak banget yang baru mampir langsung balik ke habitatnya lagi. Safe flight ✈️✨ Mina01

Liked by BaekBaekhyun, Oohsehun, Lisaaaaa, and 1023 others.

Gue memperhatikan cewek di postingan Chanyeol. Seingat gue ini cewek yang waktu gue liat malam itu sama Chanyeol. Gue ingat dia pakai baju yang sama persis seperti di gambar.

Dari rambutnya juga gue tau ini orang yang sama dengan cewek di malam itu.

Ada hubungan apa ya sama Chanyeol sama cewek Mina-mina ini?

Sialan! Bodo amat! Peduli apa gue sama hubungannya Chanyeol?!

Tapi, kampret juga. Gue nggak bisa nggak peduli juga, karena sekarang gue semakin gusar.

Apalagi dengan kenyataan bahwa Chanyeol udah nggak nganggep gue lagi. Dia bener-bener menepati janjinya waktu itu, menjauh dari gue.

Untuk pertama kalinya gue nyesel udah mengatakan apa yang udah gue ucapkan ke orang lain. Gue itu orangnya nggak mau menarik kata-kata sendiri.

Tapi sekarang gue bener-bener merasa nyesel udah bilang Chanyeol untuk menjauh.

"Anggap aja pertemuan ini nggak pernah ada."

Gue mendesis kesal. Ucapan Chanyeol bener-bener membekas ke gue. Gue nggak bisa melupakan cara bicaranya yang terdengar dingin.

Tanpa gue sadari, kaki gue beranjak dari tempat tidur, mengambil jaket tebal gue asal dan keluar dari rumah dengan terburu-buru.

Bahkan gue nggak menggubris panggilan Mama yang melihat gue berlarian melewati dia.

Gue nggak tau apa yang gue lakukan sekarang di tengah-tengah hujan deras kayak gini, tapi gue hanya mengikuti ke mana kaki ini menuntun gue.

Di pikiran gue sekarang hanyalah, gue mau semua ini terselesaikan dengan jelas. Dan yang perlu gue lakukan adalah menemui orang itu.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top