[25] Wedding Party
Perasaan gue berkecamuk. Gue menatap penuh keterkejutan dan rasa gelisah ditambah panik wajah Chanyeol yang berada tepat di depan gue.
Dia masih menempelkan bibirnya, hanya diam, tanpa bergerak menelusuri bibir gue. Tanpa mendominasi ciuman itu. Tanpa tuntutan sama sekali.
Chanyeol mejamin matanya, lalu kemudian dia membuka matanya perlahan, matanya menatap lurus tepat di bola mata gue yang melebar.
Saat ini gue benar-benar nggak bisa bergerak sama sekali. Cuma diam terkejut dan marah sekaligus panik.
Tapi tiba-tiba aja entah suara darimana itu berhasil menyadarkan tindakan biadab yang sedang kami lakukan.
Inget Lay. Lo punya Lay.
Secara refleks, gue mendorong tubuh Chanyeol keras sampai dia hampir terjungkal ke belakang kalau aja dia nggak bertumpu dengan meja makan.
"BANGSAT YA LO!"
Keringat udah mulai mengucur di punggung gue. Gue menjerit, sambil natap Chanyeol dengan marah penuh emosi.
Saking emosinya, gue sampai merasakan denyutan hebat di dahi gue.
Chanyeol masih dengan posisi bertumpunya di meja makan, dengan kepala yang sedikit ditundukkan.
Dia mendongak, wajahnya tanpa ekspresi. Gue merasa dilecehkan. Seakan dia nggak merasa bersalah sama sekali.
Ini orang brengsek banget, ya!
Gue yang merasa nggak terima diperlakuin kayak gitu, cuma menggeleng-geleng nggak habis pikir dan natap Chanyeol dengan pandangan kecewa.
"Gue pikir kita bisa berteman baik," gue melangkah menjauh dari Chanyeol yang masih diam dan mendekat ke arah baju syar'i yang diminta Mama untuk mengambilnya.
Setelah itu, gue diam berdiri membelakangi Chanyeol.
"Ternyata lo sama aja, yol. Lo bejat."
"Gue nggak bakal bilang ini ke Lay. Dan ini cuma kita yang tau. Gue harap kita gak bakal ketemu lagi."
Gue melangkahkan tubuh gue menjauh dari sana, mengambil sandal di rak sepatu rumahnya, dan berniat meraih kenop pintu, sebelum akhirnya suara pelan Chanyeol kembali mengusik gue.
"Gue bakal menjauh. Kalo perlu, pergi dari kehidupan lo."
Gue bisa mendengar helaan napas panjangnya di belakang sana.
"But i can't make a guarantee that i could forget about you."
👄👄👄
Ini udah hari ke enam di minggu pertama, dan seminggu lagi Lay bakal pulang ke Indo.
Lay bilang bakal pulang hari Sabtu, dan nggak biasanya dia mau gue jemput dia di bandara. Padahal setiap dia ke China, Lay selalu ngelarang gue untuk jemput dan biarin dia aja yang ke rumah gue buat ketemu.
Baru kemarin juga dia mulai ngehubungin gue. Karena udah beberapa hari ini Lay susah dihubungin. Gue nggak tau, sih kenapa, tapi ya udah lah ya. Mungkin memang dia sibuk di sana.
Semenjak gue tau Lay susah dihubungin, gue semakin nggak enak hati. Hati gue rasanya kayak bener-bener nyesel banget udah main dibelakang Lay.
Iya, gue akuin gue udah berbuat dosa sama Chanyeol selama ini tanpa sepengetahuan Lay.
Sebenarnya ini nggak bisa dibilang main dibelakang juga, karena Chanyeol yang melakukannya, bukan gue.
Soal Chanyeol?
Dia bener-bener nepatin janjinya. Semenjak malam hari itu, insiden di rumah dia, gue udah nggak pernah liat batang hidungnya lagi.
Bahkan gue nggak pernah liat aktivitas dia di rumahnya. Rumahnya serasa kayak nggak ada penghuninya. Paling yang sering gue liat keluar-masuk itu cuma pembantunya doang yang dateng pagi pulang siang.
Baekhyun juga kayaknya nggak merasa aneh dan juga penasaran sama hilangnya Chanyeol.
Padahal biasanya Baekhyun itu selalu main ps sama Chanyeol.
Di kampus pun gue nggak sama sekali melihat keberadaan Chanyeol. Gue melihat, cuma kami selalu aja nggak berpapasan. Entah gue yang selalu mutar balik tiap kali gue jalan berlawanan arah sama dia, atau dia yang kelihatan seperti nggak peduli dan nganggep gue sebagai orang asing bagi dia.
Untung aja anak-anak pada nggak curiga dengan kami yang sedikit menjauh sekarang.
Tapi ada satu yang bikin gue khawatir dan panik.
Lisa.
Dia selalu mandang gue tiap kali ada Chanyeol berada di beberapa meter dari posisi gue. Dia selalu memperhatikan apa reaksi gue ketika ngeliat Chanyeol.
Karena itu gue bakal bersikap normal kayak biasanya, yang nggak peduli dan acuh sama Chanyeol seperti awal gue ketemu dia. Gue nggak mau sampai dibilang ada apa-apa sama Chanyeol.
Karena semua insiden yang terjadi itu gue anggap cuma kecelakaan. Dan kekhilafan Chanyeol aja. Itu cuma rahasia diantara kami berdua aja.
Walau gue selalu takut dan panik pas liat Chanyeol.
Tapi, itu bagus, kan? Chanyeol dan gue yang saling menjauh?
"Malem jangan lupa ke undangan si Hyunjin. Yo, lo harus ikut lah kali ini, Yo. Gak mau tau gue!"
Kita sekarang lagi ngumpul di rumah Suho. Cuma beberapa doang sih yang dateng, soalnya mereka pada sibuk bantuin Mika ngurusin pernikahan abangnya.
Nah, kita-kita yang di sini memang nggak tau diri sebagai temen ampasnya. Cuma tau dateng, makan, foto-foto, terus pulang.
Di sini itu cuma ada gue, Lisa, Baekhyun, Salsa, Kai, Suho, Dio, Chen, dan juga beberapa sepupu bayinya.
Sepupunya dititipin ke Suho, soalnya tantenya itu mau kerja dan nggak ada yang ngejagain anaknya, akhirnya tantenya Suho nitipin ke dia.
Alhasil, rumah yang megah kayak istana ini udah kayak taman bermain anak-anak.
Ya, gimana. Orang anak bayinya aja ada 4 biji. Kembar 4, man.
Makanya si Baekhyun dari tadi latah pake segala sksd sama itu orok. Padahal mah baru pertama kali ketemu.
Jijik.
"Gue transfer lo duit 2 juta, lah Yo!"
Gue ngedengus denger Suho yang lagi nyoba suap Dio biar dia mau ngikut ke kondangan. Emang si Dio ini manusia terkaku sepanjang masa sih.
Membosankan banget hidupnya, cuy.
Gak pernah tuh dia ikutin kayak acara-acara formal kayak gini, alasannya selalu aja ada dibuat-buat.
Kalo diajak, pasti dia jawabnya, "Bantu doa aja, semoga lancar ya."
Gimana gak greget coba?
Nggak ngerti lagi gue sama pikiran manusia kuno ini.
Liat aja. Udah dikasih duit segepok sama Suho aja mukanya masih datar dan kelihatan nggak tertarik sama sekali.
Kadang suka rada takut sama Dio :')
"Gak butuh duit."
Astatang.
Sombong bener lu, bambang!
Males ya gue kalo udah bawa-bawa uang. Kenapa rata-rata cogan itu kaya dan banyak duit gitu?
"Si Chanyeol ikut nggak tuh?" Tanya Chen tiba-tiba.
Gue yang lagi sok sibuk dengan hape gue, diam-diam melirik ke arah Chen, Suho dan Dio.
Kai nggak ikutan, soalnya dia lagi bucin sama Salsa di pojok.
Baekhyun yang baru aja dateng dari arah dapur dengan sepiring sate Padang di tangannya, langsung nyambar.
"Barusan aja dia ngechat aing, katanya caplang dateng, cuma agak telat. Ada urusan katanya."
Gue ngelirik ke arah Lisa yang ada di sebelah gue sedang bermain sama bayi-bayi uang sesekali digaplok sama bayi unyu itu.
Emang Lisa itu kadang suka nggak becus sih ngurus anak. Sama dah kayak gue.
Tapi bedanya kalo dia suka anak kecil, kalau gue nggak.
"Lis."
Panggilan dari gue nggak menghentikan aktivitasnya bareng sepupu Suho.
"Naon?"
Gue ngegeplak bahu dia kencang. "Ih, ngapain bahasanya cabe segala ketular ke elo, sih?!"
Si Lisa natap nggak terima ke gue. "Ya kembaran lo nempel ke gue terus!"
"Bukan kembaran gue monyet!"
"Ya ampun, aing digibahin sama dua cewek sekaligus. Emang derita orang tampan, euy."
Yah, tau lah siapa yang ngomong dengan Sunda medoknya dan kepedean terlalu tinggi.
Kita semua yang ada di situ, kecuali Salsa-Kai langsung natap Baekhyun dengan tatapan jijik kayak ngeliat tai kucing keinjek sama sepatu.
Gue yang nggak mau meladeni Baekhyun, langsung aja natap ke Lisa lagi. "Gue nggak ada baju biru anjir."
Yah, mungkin emang ini untuk pertama kalinya gue ngomong santai ke Lisa setelah beberapa kejadian bareng Chanyeol yang selalu Lisa curigain ke gue.
Mungkin kita emang sedikit canggung, tapi itu nggak menyangkal bahwa kita berdua itu masih teman satu ampas.
"Beli, sih. Ga usah kayak orang susah."
"Gak ngebantu banget, ya lo. Gue pinjem deh baju lo. Ibu lo kan fashionable, tuh. Pasti punya lah beberapa."
Lisa diam sebentar. "Baju ibu gue udah dijual semua, anjir. Eh bentar," Lisa mendekat ke gue, sambil menunjuk ke arah satu titik di depan. Gue ikut melihat apa yang ditunjuk oleh Lisa. "Lo lupa? Kita kan punya ATM berjalan, dimanfaatin dong, nte."
Gue menyeringai.
Akhirnya si Lisa jadi temen yang membantu juga.
👰👰👰
Akhirnya dengan bermodalkan permintaan santai dari gue ke Suho dengan alasan nggak punya baju biru, Suho langsung ngasih gue black card nya.
Black card nya langsung lo bayangin! Apa nggak takut gue ambil semua tuh duit?
Yah, tapi maklum sih gue. Orang kaya 7 turunan gitu mana ada takutnya sih duitnya diambil.
Suho itu emang orang terbaik sih di antara anak-anak ampas. Ya baiknya karena dia itu nggak pelit sama duit. Mungkin karena emang duitnya terlalu banyak, jadi dia hambur-hamburin aja udah duitnya yang segepok itu.
Setelah kami semua bersiap-siap, kami secara satu-persatu pergi menuju undangan pernikahan Hyunjin.
Kalau lo mau tau, gue pakai baju mahal ini.
Kelihatannya sederhana banget, tapi harganya nggak main njir!
Gue berangkat bareng Chen, Lisa, Baekhyun di mobil Suho. Salsa dan Kai barengan sambil bucin.
Kami sampai nggak butuh waktu lama, karena sebenarnya si Suho agak ngebut. Mika udah nelpon-nelpon kita semua untuk bilang kalo acara intinya udah mau mulai.
Kami turun dan langsung menuju ke dalam gedungnya.
Ebuset, ini mah bukan acara pernikahan anjir.
Bener-bener kayak lagi di tempat salju gitu, udah ini di dalam dingin banget AC nya kekencangan. Udah tau kalo di rumah gue pake kipas.
Kami bisa melihat Mika yang lagi salam-salaman sama tamu yang datang, Sehun yang ngebantuin layanin tamu, sama Xiumin yang lagi makan di meja tamu.
Xiumin manggil kita sambil lambai tangannya. "Woy sini!"
Eh, ternyata si Salsa sama Kai udah duluan dateng dan duluan makan di samping Xiumin.
Makannya gak ngira-ngira lagi si Salsa. Udah dibilangin juga rada feminim dikit.
"Mik, gila, bagus banget!" Kata gue masih sambil ngeliatin seisi ruangan.
Mika ketawa bangga. "Iya, dong. Kalo Abang gue yang nikahan, mah nggak biasa dia. Harus yang luar biasa, asiapp!"
Lisa nyenggol-nyenggol lengan Mika, "Mik, tolong bilangin napa tuh si ampas. Makannya jangan kayak gajah gitu. Malu diliatin," nunjuk-nunjuk Salsa pake dagu.
"Auk, baju bagus, selera makan gede banget kayak belum pernah ketemu makanan satu tahun," Suho kali ini yang nyeletuk.
"Eh, iya. Gue ngasih 5 juta aja gapapa, kan ya?"
INI PERTANYAAN MACAM APA INI?!
"MENDING DISUMBANGIN KE GUE LOH, HO!" Mika teriak, langsung disenggol sama Sehun untuk dijaga imagenya, soalnya pas Mika teriak, orang-orang pada ngeliatin.
Gue narik Lisa sambil ngomong, "kita salaman dulu ke Abang lo, ya. Yuk, Lis."
Lisa narik tangannya lagi, "nggak, ah. Gue langsung makan aja, patah hati gue kalo ke sana liat Hyunjin oppa sama cewek lain di pelataran," Mukanya melas menjijikan gitu loh.
"BILANG AJA LO MAU LANGSUNG MAKAN!"
Setelah beberapa adu bacotan, akhirnya kami (Suho, gue, Lisa, Chen dan Baekhyun) salaman dulu sama Hyunjin. Sehabis itu, tanpa bacotan, kita ambil makan.
"Teu ada gado-gado nya?"
Gue natap sinis ke arah Baekhyun di samping gue. "Lo kira di warteg anjir!"
"Hampura atuh. Aing ngidam gado-gado."
Gue ngedengus. "Lis, lo buntingin si cabe apa gimana? Ngidam segala ini ampas."
Lisa nimpuk gue pake tas kecilnya. "Anjing lo! Yang punya batang dia kenapa gue yang buntingin."
"Apa, sih main batang-batangan. Makan dulu, yang tertib. Tuh, banyak yang antri mau makan juga," aduh, aduhai sekali suara bang Chen ini.
Kita makan setelah beberapa kali ngebacot di sela-sela pengambilan makanan. Gue makan dengan sok-sok jaim dan pelan-pelan, pokoknya nggak kayak gue banget.
Nggak enak sebenernya makan pelan-pelan kayak gini, kurang wah.
Tapi karena gue nggak mau malu-maluin, jadi yah kitu.
"Si Chanyeol udah dimana?"
Tiba-tiba Suho nanya di sela-sela makan khusuk kita.
Sehun melihat ke arah hapenya. "Palingan sekitar 30 menitan nyampe."
"Emang dia kemana sih anjir? Sok sibuk banget ada urusan!"
Gue nggak nyaman dengan topik pembicaraan, akhirnya mengambil minum untuk menetralkan nafsu makan gue. Eh, lagi enak-enaknya makan, tiba-tiba perut gue bunyi kayak lagi diare.
Bunyinya tuh banyak gitu loh!
"Anjir."
Akhirnya gue pun merasakan mulas.
Ini kenapa, ya? Padahal gue makannya udah pelan-pelan. Nggak rakus. Apa jangan-jangan perut gue nggak terbiasa dengan gue yang makannya dikit-dikit?
"Napa lo anjir?"
"Ke toilet dulu, ya!" Gue terburu-buru mencari toilet tanpa menghiraukan panggilan dari temen-temen ampas.
Dan bodohnya gue, gue nggak nanya di mana letak toiletnya. Udah ini gedung luas banget. Gimana gue mau nyarinya anjir lagi kebelet begini?
Rasanya tuh kayak mulas pagi-pagi bangun tidur gitu loh. Kayak harus dibuang segera.
Ah, kampret nih. Payah perut gue. Masa kena makanan mahal dikit nggak kuat.
Lagi sibuk jalan cepat sambil memegang perut gue yang mulas, ada aja rintangannya. Seseorang gue tabrak, dan kayaknya gue nabraknya terlalu kencang, jadinya gue malah jatuh nyungsep ke belakang dengan pantat yang duluan mendarat di lantai.
Anjing banget. Lagi nahan boker malah pantatnya yang keteken. Gimana nggak makin mulas tuh?
"Kalo jalan liat-liat dong, mas! Buru-buru nih!" Alhasil, gue yang marah-marah. Padahal yang salah itu gue.
Tapi bodo amat! Cewek selalu benar!
Gue bangun dan langsung berusaha menahan kemulasan itu.
Gue sedikit melirik ke arah mas-mas yang gue tabrak.
Ah.
Shit.
Pantesan wanginya nggak asing di hidung gue.
Seketika mulas yang gue rasakan hilang.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top