[24] Confession

"Guys, kakak gue nikahan hari Sabtu. Dateng, ya!"

Gue, Lisa, dan Salsa ngelirik ke arah Mika yang ngasih kartu undangan ke kita bertiga.

Kartu undangannya lumayan elegan, sih. Kayak mewah-mewah gitu. Pasti ini nikahannya di hotel-hotel gedung mewah gitu, deh.

Asik, makan gratis lagi.

Lisa ngejerit lebay minta ditampol, "Ya ampun, uri Hyunjin oppa-deul.. tega banget ninggalin gue kawin sama cewek lain. Ternyata kakak lo bejat, ya!" Lisa nunjuk-nunjuk Mika dengan tatapan pedas.

Najis banget. Ini orang makin halu aja, buset.

Akhirnya apa yang sedari tadi gue mau lakuin ke Lisa, udah diwakilkan sama Mika dengan ngegampar muka ampasnya dia.

"Anjing lo!"

"Ga usah ngehalu deh! Dari dulu lo ngefans sama Abang gue tapi kagak di notice. Ngenes banget idup ini ampas satu! Ck ck ck!" Mika geleng-geleng kepalanya.

"Auk lo! Udah gebet aja sono si Bekyun. Masih belum ada anjingnya, kan Ra?" Gue refleks ngangguk-ngangguk.

Kalo dipikir-pikir lagi, kayaknya emang Baekhyun Lisa itu udah kayak satu jenis gitu, lho. Sama-sama ngenes hidupnya, gak berfaedah.

Mika langsung nyelak pembicaraan Lisa dengan seenaknya, "Btw, ini temanya biru, ya. Jadi jangan ngerusak acara Abang gue dengan pake baju warna pelangi norak gitu."

"Bawa keluarga besar boleh, Mik?" Tanya Salsa.

"Kayak lo punya keluarga aja!"

"Serah Lo deh, ya mau bawa nenek lo, kek. Kakek moyang lo, kek. Ampe pembantu lo juga terserah. Yang penting jangan malu-maluin. Ini acara megah banget, guys. Jadi mohon ini, mah. Sisi kefeminimannya ditunjukkan dulu," tukas Mika dalam satu tarikan napas.

Sebegitu ampasnya ya kita ampe dia kayak begitu?

Eh, nggak. Gue nggak termasuk. Gue, kan bukan cem ampas.

"Lo bawa si Baekhyun aja, Lis. Biar si Rara sendiri. Kan cowoknya lagi ke negeri tirai bambu," celetuk Salsa.

"Sok iye lu!" Kata gue sengit.

"Bawa Chanyeol aja, Ra. Kasian, dia jomblo," dengan santai, Mika ngomong itu di depan gue. Dan Lisa.

Bisa dibayangkan bagaimana muka Lisa.

Suasana langsung hening dan canggung. Lisa mukanya udah nggak enak banget diliat. Gue sendiri cuma bisa menahan napas sambil sesekali ngelirik Lisa.

Salsa dan Mika yang nggak ngerti dengan situasi cuma bisa ikutan diam dan memperhatikan gue yang tiba-tiba nunduk.

Karena apa?

That's such a bad idea.

👽👽👽

"Baek, lo masih inget film Peterpan yang sering kita tonton dulu?"

Gue ngelirik Baekhyun yang lagi main hape di ruang TV, dengan TV yang menyala. Emang sering banget dia kayak gitu, buang-buang listrik.

Gak tau apa kalo biaya listrik rumah naik, malah gue yang disalahin sama Mama?!

Baekhyun berdehem panjang. "Yang terbang itu?"

"Iyaa."

"Ohh, Smurfs?"

"Itu gak terbang tolol!" Gue nimpuk kepala dia pakai botol sunlight.

Baekhyun ngaduh kesakitan, "Yang mana, sih?!"

"Yang warna ijo, ih! Masa lupa! Itu film populer banget, lho! Masa kagak tau Peterpan!"

Greget sendiri gue.

Baekhyun ngangguk-ngangguk. "Yang Wendy, ya?"

"Ho'oh."

"Kenapa emang?"

Gue diam sebentar. "Akhir filmnya gimana, sih?"

"Wendynya balik ke dunia asli. Peterpan cuma nganter dia balik, tapi abis itu langsung pulang lagi ke dunia dia, apa tuh namanya? Neverland!"

Gue mengernyit dalam. Akhir ceritanya nggak sama kayak yang diceritain caplang?

"Serius lo Peterpannya nggak ngikut balik ke dunia nyata bareng Wendy?!"

"Iyaa, soalnya seinget gue, si Wendy pas dewasa malah nikah sama orang lain. Padahal gue ngarepinnya dia nikah sama Peterpan."

Gue ngangguk-ngangguk, "Terus Tinkerbell?"

"Nggak diceritain Tinkerbell pas akhir."

Gue semakin berpikir keras. Apa jangan-jangan yang diceritain Chanyeol cuma haluan dia doang? Tapi kalo misalnya yang dia ceritain itu kisah aslinya, berarti yang selama ini gue tonton itu cuma perkembangan dari film aslinya dong?

Ah, ampas. Gak ngerti gue!

"Emang kenapa, sih?"

Gue natap Baekhyun, dan geleng-geleng acuh seakan nggak ada apa-apa. "Nggak, kok. Gak ada."

***

Gue jalan ke kamar dan langsung rebahan di kasur. Lagi enak-enaknya rebahan sambil ngehalu lagi tidur satu kasur sama Chanyeol EXO, ada aja yang ganggu rutinitas gue.

Telpon gue bunyi dan ternyata ibu besar nelpon.

"Halo?"

"Ra, ke rumah Chanyeol sana. Ambil baju syar'i Mama."

Gue menghela napas berat. Kenapa harus gue, sih? Perasaan ada Baekhyun yang bisa disuruh-suruh.

"Kenapa baju syar'i ada di situ? Mama mau nyolong? Nyonya Park lagi diluar, Mama tau aja ngambil kesempatan dalam kesempitan. Gak boleh ngajarin yang nggak-nggak ke anak sendiri, mah!"

Suara Mama yang melengking bikin gue menjauhkan sedikit hape gue dari telinga. "Enak banget ya kamu nuduhnya! Siapa yang mau nyolong, siapa?! Mama abis berbisnis sama Nyonya Park. Diakan jualan syar'i. Ya Mama beli!"

Gue ngederinnya udah kayak lagi didongengin aja gitu. Bikin ngantuk.

"Suruh Baekhyun aja, ya Ma. Rara lagi-"

"Oh, kamu mau poster oppa-oppa kamu di kamar dibakar sama Mama? Mau? Tongkat yang panjang nyala-nyala itu juga mau Mama buang?!"

Gue ngernyitin dahi. Tongkat panjang nyala-nyala apaan anjir?

Setelah gue menyadari maksud dari bahasa Mama yang absurd itu, gue langsung melotot dan nggak terima. "LIGHT STICK, MA! LIGHT STICK!"

"Yaa pokoknya itu. Mau Mama buang, hm?"

Gue mendecak kesal. "Iya, iya! Ini otw ke rumahnya!"

"Gitu, kan anak baik. Sayang deh sama Rara!"

"Siying dih simi Riri!" Gue memajukan bibir gue dengan nada suara mengejek.

"RARA!"

Tuutt.

Gak gue matiin, kok. Mati sendiri. Bisa-bisa dikutuk jadi batu gara-gara durhaka sama ibu.

Akhirnya dengan ogahan, gue cabut ke rumah Chanyeol dengan beberapa kali menarik napas dan buang napas. Nggak tau kenapa jantung gue dag-dig-dug tiba-tiba.

Lagi nggak nyaman aja deket sama Chanyeol.

Akhirnya dengan segenap jiwa yang mantap, gue menekan bell rumahnya dengan jantung yang masih nggak sinkron.

Setelah gue mencet untuk yang ketiga kalinya, baru sosok Chanyeol keluar dengan kaos putih polos dan celana rumahan selututnya.

Gue bisa liat ekspresi muka dia yang sempat kaget ngeliat gue, tapi kemudian dia langsung memasang muka datarnya.

"Mama nyuruh ambil syar'i," jelas gue tanpa ditanya.

Chanyeol natap gue sebentar, terus dia masuk ke dalam rumahnya setelah ngomong, "Masuk."

Gue pun dengan berat hati ngikutin perkataan dia.

Chanyeol masuk ke dalam ruangan yang gue yakini itu kamarnya Nyonya Park. Agak lama dia di dalam sana, akhirnya gue memutuskan untuk duduk di sofa ruang tamu dan memainkan hape gue.

Di sela-sela itu, gue Googling tentang Peterpan.

Masih penasaran gue apa maksud dari perkataan Chanyeol waktu itu.

Di website yang gue temuin itu tertulis kalau kisah asli dari Peterpan itu ternyata memang dia nggak sama Wendy akhirnya. Wendy nikah dan punya anak sama orang lain.

Karena Peterpan itu balik ke dunia nyata sesekali aja, hanya untuk memperhatikan Wendy tumbuh dari kecil sampai dewasa. Peterpan masih dengan dunia masa kecilnya yang mencari anak-anak lainnya untuk dia jadikan sebagai lost boy, dan akhirnya dibuat tinggal di Neverland, semacam mencari sekutu gitu.

Tapi yang buat gue kaget, Tinkerbell itu katanya memang punya perasaan ke Peterpan. Cuma dia nggak mengungkapkan aja. Dia cuma bisa mendam perasaan itu dengan bersahabat dengan Peterpan.

"Nih,"

Gue langsung menutup halaman website itu ketika mendengar suara Chanyeol di dekat gue. Gue mendongak, dan ternyata Chanyeol ada di depan gue sambil ngasih lipatan baju yang udah diplastikin.

Gue natap dia dengan gelagapan.

"Oh, iya."

Gue bangun, dan berniat untuk mengambil uluran tangan Chanyeol yang lagi megang baju. Tapi gue kaget ketika Chanyeol menarik lagi uluran itu dan natap gue dengan tatapan yang sulit gue artikan.

Tatapan yang buat gue seolah merasa paling jahat di dunia. Tatapan yang menunjukkan kalo dia.. terluka?

"Lo itu bego atau emang nggak ngerti?"

Gue menegakkan tubuh gue, dengan berani natap langsung ke matanya. Gue mengernyit dalam.

"Maksud lo?"

Chanyeol kekeh singkat, kemudian dia natap gue lagi dengan tatapan yang sama. "Nggak, gue yang bego karena bisa tertarik sama cewek kayak lo."

Bentar-bentar, apa?

Masih nggak ngerti gue.

"Apaan, sih? Halu aja lo! Eh, gue minta minum, ya. Aus."

Kayaknya emang salah gue minta minum di rumah ini.

Karena ketika gue nyelonong masuk ke dapurnya, tangan gue ditarik sama dia dari belakang dan posisi akhirnya gue berada di depan Chanyeol yang lagi ngurung gue dengan kedua lengannya di sisi kanan-kiri tubuh gue. Tubuh bagian belakang gue bahkan sempat kehantam dengan meja pantry.

Gue masih nggak ngerti dengan situasi, terlalu tiba-tiba dan juga gue merasa ini nggak benar.

Kenapa Chanyeol kayak gini?

"Gimana? Lo udah bisa nyimpulin dari cerita Peterpan itu?" Tanya Chanyeol dengan napasnya yang menerpa leher gue.

Gue melotot. "Yol, apaan, sih?! Jauh-jauh gak! Apaan, sih lo?!"

Gue sudah ketakutan setengah mati, dan mungkin Chanyeol menyadari hal itu, karena dia akhirnya menjauhkan tubuhnya dari tubuh gue, tapi masih mengurung gue dengan kedua lengannya di sisi tubuh gue.

"Gue sengaja nyeritain kisah Peterpan. Karena cewek bego kayak lo, tuh nggak pernah peka," Chanyeol ngedorong dahi gue dengan telunjuknya, dia kekeh kecil. "Tapi ternyata lo masih nggak ngerti juga."

"Ga usah berbelit-belit! Lo tuh mau ngomong apa, sih sebenernya?!" Balas gue dengan emosi.

Gak tau ya dia gue ketakutan sama sikap dia yang sekarang?

Chanyeol kembali natap gue datar. "Ini salah lo, Ra. Gue yang kayak gini itu semua karena lo," Chanyeol menundukkan kepalanya.

"Gue masih nggak ngerti. Maksud lo apa? Yol, plis, gue nggak suka lo yang kayak gini. Gue takut, yol," kata gue pada akhirnya. Saking takutnya, gue sampai terisak dan nangis di depan dia.

Gue nggak bisa bayangin apa yang bakal dia lakuin ke gue, dengan tatapannya yang penuh emosi kayak gitu.

Gue nggak ngerti kenapa Chanyeol bisa kayak gini.

Chanyeol sedikit melunak. Dia langsung menjauhkan tubuhnya dari gue, dan membiarkan gue napas dengan leluasa. Dia ngacak rambutnya frustasi. "Lo masih juga nggak ngerti, Ra? Selama ini padahal gue udah nunjukin sikap gue yang lebih peduli sama lo!"

"Gue tau ini salah, tapi gue udah berusaha menjauh dari lo, dan pada akhirnya lo muncul lagi di hadapan gue. Ini semua gara-gara lo yang selalu muncul, Ra! Padahal kemarin gue udah kasih peringatan, tentang Tinkerbell yang suka sama Peterpan, kan?"

Chanyeol menarik napasnya. "Tinkerbell yang cuma bisa liat Wendy dan Peterpan saling suka. Itu peringatan dari gue, Ra. Itu peringatan buat lo untuk menjauh dari gue, karena gue tau, gue cuma bisa ngeliat lo dan Lay bahagia."

Gue menghentikan isakan gue. Sedikit terkejut dengan penjelasan panjang lebar dia.

Bagaimana bisa Chanyeol punya perasaan itu ke gue? Gimana dengan Lay?

Ini sesuatu yang nggak pernah gue bayangkan. Kenapa Chanyeol bisa suka sama gue? Maksudnya, awal pertemuan kita aja jelek banget, dia juga nggak suka sama gue.

Tapi kenapa jadi kayak gini?

Chanyeol menghela napasnya lelah. Lalu dia mendekatkan dirinya ke tubuh gue.

"I know it is not a good feelings. But, let me tell you a pretty bad things."

Chanyeol menarik tengkuk gue, dan mendekatkan bibirnya ke bibir gue setelah melirih pelan, sampai gue hampir nggak bisa mendengar ucapannya.

"I have a crush on you."

Chanyeol menempelkan bibirnya di bibir gue lama.

And, yeah. It's kinda the biggest sins that i've ever done.

TBC


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top