[23] Tinkerbell

"Yol, sumpah. Gue lagi meriang gini dan Lo ajak ke tempat semak-semak malem-malem? Lo kalo mau berbuat mesum gak usah sama-"

Mulut gue ditutup paksa sama telapak tangan Chanyeol yang gede, gue bisa liat muka dia yang melotot ke gue dengan tatapan mengancam. Dia menaruh telunjuknya di depan bibirnya.

"Diem, nyet. Gak liat apa lagi mata-matain itu cewek? Lagian siapa yang mau berbuat mesum sama lo, sih? Tepos gi-"

"AW! ANJING!" Chanyeol nunduk dan megangin kakinya yang habis diinjak gue.

Gue natap panik ke arah objek yang agak jauh dari sana yang udah mulai ngelirik-lirik ke arah kami berdua dengan tatapan bertanya-tanya. "Berisik, goblok! Itu cewek ngeliat ke arah kita!"

Chanyeol mendengus. "Yang bikin gue berisik itu siapa, sih?"

"Lo mau mata-matain siapa, sih?"

Chanyeol menunjuk ke arah cewek bertubuh proposional dengan rambut indah coklatnya yang tergerai di punggung. Pakaiannya yang agak sedikit terbuka, tapi nggak buat dia terlihat kayak cewek murahan, malah lebih ke cewek elegan dan anggun.

"Lo nggak kenal itu siapa?"

Gue menyipitkan mata gue, menatap lekat-lekat cewek itu yang mulai menghiraukan suara aneh yang berasal dari Chanyeol tadi dan kemudian balik lagi ngobrol sama bapak-bapak tua yang gue nggak kenal.

Sebenernya gue nggak ngerti kenapa Chanyeol bisa ada di sini ngajak gue ke semak-semak yang ada di depan gedung hotel bintang 5 ini.

Lo tau, ini udah jam 3 pagi. Dan waktu tidur yang harusnya gue pakai malah terbuang hanya untuk nemenin dia ngelakuin nggak jelas kayak gini. Dia nggak tau apa, kalo gue lagi nggak enak badan?

Setelah itu gue melotot kaget ketika menyadari siapa cewek yang ditunjuk Chanyeol.

"Itu Airin!"

Chanyeol ngangguk.

"Terus ngapain kita jadi mata-mata gini? Kenapa Lo nggak datengin dia aja?" Bisik gue ke dia.

Chanyeol diam sejenak sambil memperhatikan cewek itu lekat. "Gue cuma mau mastiin apa dia bener-bener sama ucapannya waktu itu."

Gue mengernyit. Nggak ngerti gue maksud dia apa.

"Maksudnya apa, sih? Gue nggak ngerti sama kisah percintaan Lo sama dia. Kalian udah mantan, kan? Lagian kemarin lo bilang ke gue kalo Lo udah mau lupain dia."

Chanyeol mengangkat bahunya acuh. "Emang. Tapi waktu malam itu, dia datang ke rumah gue sekitar jam 2 pagi dengan keadaan mabuk. Dia bilang sama gue, kalo dia udah berubah, dan mau balik sama gue lagi."

Gue rasanya pengen ketawa aja, sih. Kenapa kayaknya cerita dia itu klise banget? Kayak di novel-novel gitu. Nanti pasti itu cewek ternyata cuma mainin dia doang, deh. Yakin gue.

Liatin aja. Pasti Airin selama ini masih aja selingkuh dari Chanyeol, walau mereka udah putus.

Kayaknya Chanyeol menyadari gue yang sedang menahan tawa, makanya dia mukul bahu gue. "Gak usah gitu lo. Tertawa di atas penderitaan orang itu nggak bagus!"

Gue pura-pura membuang isi perut gue mendengar kalimat dia yang sok bijak itu. "Geli gue."

"Jadi sekarang, lo mau mastiin ucapan dia bener apa nggak ke lo?"

Chanyeol natap gue kesal tanpa menjawab.

Gue berdehem pelan, ketika gue merasa pengen ketawa lagi melihat muka dia. "Gini, deh. Kalo gue tanya, apa yang membuat lo ragu sama dia, itu karena apa?"

Chanyeol terdiam lagi. Dia natap lurus entah ke arah mana. "Airin itu cewek nggak baik."

Gue menarik napas gue. Nggak menyangka dengan jawaban dia.

"Gue tau Airin suka main sama cowok lain. Lo ngerti maksud 'main' kan? Dan selama ini gue diemin aja, karena gue nggak mau dia merasa gue kengkang hidupnya. Tapi akhir-akhir ini, gue makin merasa itu nggak baik. Makanya gue putusin dia aja, pas tau Airin nggak mau ngaku juga dengan kelakuan jeleknya itu."

Gue ngangguk-ngangguk kecil. Sedikit merasa kasian juga dengan Chanyeol. Ternyata cowok ganteng kayak dia juga bisa dikhianatin sama pacarnya. Padahal apa kurangnya Chanyeol, sih?

Ah, gue tau. Chanyeol itu bajingan.

"Berarti Lo masih suka sama dia?"

Chanyeol natap gue tiba-tiba saat gue menanyakan itu. "Masih," jawabnya tegas.

Gue menahan napas, dan menelan ludah gue ketika merasa nggak nyaman dengan tatapan Chanyeol yang terasa menusuk. Gue tiba-tiba merasa panik dan juga canggung dengan dia, entah kenapa.

"Masih cinta?"

Chanyeol masih menatap dengan cara yang sama.

Gue sedikit berdehem pelan, dan membuat Chanyeol tersadar dan menjawabnya.

"Masih."

"Kalo gitu, lo sayang kan sama dia?"

Gue terkejut pas Chanyeol semakin memperdalam tatapannya ke mata gue. Gue nggak tau apa yang lagi dia lakuin, tapi ternyata akibat tatapannya itu, gue nggak bisa apa-apa. Bergerak pun nggak bisa.

"Kalo itu nggak," Chanyeol memutuskan tatapannya dari gue, yang membuat gue menghela napas lega diam-diam. Chanyeol menatap ke arah Airin dari jauh dengan wajah datarnya. Tapi kemudian, dia kembali natap gue dengan tatapan yang sulit diartikan dan bilang,

"Karena gue sayang sama orang lain."

☠️☠️☠️

Kami tiba di balkon kamar gue jam 4 pagi. Dan pastinya orang-orang rumah gue belum pada bangun.

Chanyeol mukanya udah ditekuk parah, kayak lagi di mode 'senggol dikit bacok'. Makanya gue biarin aja dia duduk natap kosong di kursi meja belajar gue.

Dan ternyata, apa yang gue perkirakan benar. Airin cuma mainin Chanyeol doang. Tadi kami berdua melihat Airin bercumbu mesra sama cowok yang usianya sekitaran 34 tahun ke atas, semacam hot Daddy gitu, deh. Dan penampilan om-om itu juga kelihatan kalo dia orang banyak duit.

Abis menyaksikan tontonan hina itu, Chanyeol tanpa banyak bicara langsung pergi dari tempat persembunyian dengan kepalan tangan yang kencang banget sampai-sampai tangannya itu memutih.

Awalnya gue kira dia bakal ngehajar om-om itu dan ngelabrak Airin, tapi ternyata nggak. Itu orang masih bisa berpikiran jernih juga.

Sehabis itu, Chanyeol nggak banyak bicara dan langsung ngajak pulang.

"Udah napa, yol. Gak usah galau gitu. Geli."

Gue emang nggak pandai menghibur orang, sih. Makanya itu Chanyeol malah nambah gondok aja diajak ngobrol sama gue.

Gue sebenernya mau ngusir dia, tapi nggak enak juga. Secara, dia masih patah hati dan sedih diselingkuhin pacar, dan gue nggak mau kasarin dia, yang malah membuat perasaan dia semakin jelek.

Kata Lay, kalo ada orang yang sedih itu harus dibaikin.

Ah, Lay. Lagi apa dia sekarang?

Sontak gue mengambil hape gue dan mencari nomor kontaknya Lay. Sebelum itu, gue melirik ke arah Chanyeol yang masih ditekuk mukanya. Akhirnya gue memutuskan untuk mengambil setoples keripik singkong dan pisang coklat untuk dia.

"Nih, makan. Dijamin, abis makan ini perasaan Lo jadi enakan," gue sedikit senyum menyemangati. Tapi lagi-lagi, dia cuma natap gue kosong dan lanjut merenung alay ala-ala anak remaja labil.

Geli juga, ya ternyata kalo orang patah hati.

Gue mencoba menghiraukan Chanyeol dengan menelpon nomor Lay.

Perbedaan jam di China dan Indonesia cuma sekitar 1 jam doang. Jadi di sana udah kira-kira jam 5an lah. Lay itu kalo bangun selalu pagi. Pacarable banget, kan?

Tapi ketika gue nelpon dia, nggak diangkat juga. Gue mencoba telpon untuk kedua kalinya, tapi masih juga nggak diangkat.

Akhirnya gue memutuskan untuk mengirim pesan ke dia.

Line

Dongo q

You: Lay
You: hey r u there?
You: blm bangun ya?
You: kalo udah bangun, telpon ya

Sent 04.34 AM

Gue menghela napas pelan. Rasanya gue udah kangen banget sama Lay. Udah mau seminggu dia di China.

Gue melirik ke arah Chanyeol. Dia masih sama, kelihatan dongkol dan sedih. Melihat Chanyeol, gue semakin terpikirkan dengan sikap gue selama ini ke dia.

Lebih tepatnya, hubungan gue sama dia selama ini. Hubungan kita semakin membaik, sih. Gue bersyukur dengan hal itu, tapi entah kenapa gue merasa aneh dan janggal. Gue merasa ini semua nggak benar.

Apa yang gue selama ini lalui sama Chanyeol, kayaknya benar-benar nggak pantas untuk dilakuin. Gue baru sadar, bahwa selama ini gue itu udah ngelakuin hal yang paling jahat ke Lay.

Dan gue juga menyadari satu hal. Semenjak ada Chanyeol, gue jadi semakin berani berbohong ke Lay. Dan itu nggak cuma sekali, berkali-kali.

Sebejat itukah gue?

"Lo merasa aneh nggak, sih dengan kita yang semakin deket?"

Tiba-tiba gue menanyakan hal itu ke dia. Chanyeol juga sedikit kaget kayaknya, karena dia langsung mendongak dan menatap gue penuh tanya.

Gue natap langsung ke bola mata itu, dan dengan tegas nanya lagi. "Gue cuma merasa aneh aja. Kok bisa kita jadi deket. Padahal waktu awal itu kita kayak Tom and Jerry. Kayaknya ngobrol santai kayak gini itu hal terakhir yang bakal dilakuin."

Chanyeol diam menunggu ucapan gue berikutnya.

"Lo teman baiknya Lay, kan?"

Gue menunggu jawaban dia. Tapi ternyata, Chanyeol cuma diam dan balik natap gue dengan sorot mata tajamnya. Melihat itu, gue sedikit menciut, tapi kemudian berusaha untuk menetralkan nyali gue.

Gue menarik napas dalam-dalam. "Jangan sampai pertemanan lo sama dia rusak cuma karena hal kecil. Jaga pertemanan lo. Lo ngerti maksud gue, kan?"

Chanyeol masih natap gue dengan sorotan yang sama. Nggak berubah, seolah dia nggak merasa terancam dan terintimidasi dengan ucapan gue barusan.

Gue nggak ngerti sama Chanyeol akhir-akhir ini. Kenapa dia sering banget ngeliat gue dengan kayak gitu? Gue jadi merasa nggak nyaman dan risih.

Apa maksud dari sorotan mata itu?

"Yol, lo ngerti, kan?"

"Lo tau kisah Peterpan?"

Gue diam, natap dia dengan penuh tanya.

"Bocah yang nggak pernah bisa tumbuh menjadi tua. Akhir kisahnya yang bahagia karena Peterpan bertemu dengan Wendy dan jatuh cinta, dan disitulah Peterpan mau pergi ke dunia nyata meninggalkan Neverland setelah sekian lama karena ajakan Wendy. Tapi Lo tau, sebenarnya kisah asli dari Peterpan ini menyedihkan."

Gue mendengarkan Chanyeol dengan seksama. Wajah dia yang serius sambil menceritakan dongeng fiksi yang sering gue tonton bareng Baekhyun waktu masih pitik.

Chanyeol diam sebentar. Lalu dia menghela napas. "Tinkerbell. Dia terabaikan oleh Peterpan. Di film-film yang sering ditayangin, Tinkerbell sama sekali nggak pernah diceritakan bagaimana nasibnya. Nasib sebenarnya. Dan nyatanya, di kisah aslinya itu, Tinkerbell berakhir tragis karena menyimpan perasaan terpendam ke Peterpan yang merupakan sahabatnya itu. Dia harus menelan kepahitan karena Peterpan nggak pernah tau perasaannya dan malah mencintai gadis lain, Wendy. Tinkerbell sebagai sahabatnya cuma bisa menerima dan merelakan sahabat sekaligus orang yang dicintainya itu lebih memilih gadis lain, ketimbang dirinya yang udah bersama Peterpan sejak lama."

Gue mengikuti pergerakan Chanyeol yang udah bangun dari kursi, menatap gue lurus di tempatnya dan melanjutkan ucapannya.

"Pada akhirnya, Tinkerbell cuma bisa mencintai Peterpan dalam diam, dan menerima kepahitan melihat Peterpan bersama orang lain."

Setelah itu, Chanyeol langsung keluar dari jendela kamar gue, dan melompat dari balkon. Gue melotot dan berlari ke arah balkon, disitu gue mengarahkan pandangan gue ke bawah, tepat di bawah sana.

Chanyeol berjalan dengan cepat dan melompat ke jendela kamarnya dan menutup jendelanya itu, seolah nggak mau dijadikan tontonan untuk gue.

Apa maksud perkataan Chanyeol itu?

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top