[20] Take Care of Him (part 1)
Gue menguap lebar dan turun dari tangga sambil menggaruk-garuk perut gue dibalik kaus tidur.
Suasana rumah lagi lumayan ramai, bisa gue liat Baekhyun lagi nonton film India di ruang tamu, dan Mama yang lagi telfonan di meja makan sambil menulis-nulis sesuatu di kertas. Lagi membicarakan soal pekerjaan kayaknya.
Nggak terlalu ramai juga, sih. Tapi seenggaknya nggak sepi kayak kemarin-kemarin, ketika Mama lagi kerja di luar, dan Baekhyun lagi nggak di rumah.
"Mah, sarapan mana?" Tanya gue sambil natap Mama dengan mata yang kantuk berat.
Mama nggak menjawab, dan masih sibuk bicara lewat telfon. Mengabaikan pertanyaan gue.
Jadi gitu Mama mainnya. Oke, gue ikutin aturan mainnya.
"Ma!"
"Mama cantik!"
"Umi!"
"Mommy!"
"Bun-"
"Bacot kali kau, Bambang!"
Buset, kaget gue.
Kenapa si Mama jadi begitu bahasanya?
Mama natap gue tajam, lalu dia langsung berdiri dan berjalan terburu-buru masih dengan telpon di telinganya.
Anjir.
Emang beneran anak tiri gue kayaknya, nih.
Abis itu, gue liat Mama yang keluar dari kamar dengan penampilan yang jauh lebih rapih dan formal dari biasanya.
"Mama mau ketemu sama kolega dulu. Itu ada nasi padang di atas meja, ya, Baek. Ra, kamu jaga ya itu kembaran kamu. Mama pergi dulu, bye bye, anak-anak tercintaku!"
Mama udah menghilang dari muka bumi.
Maksudnya, dari sini, rumah gue.
Kayaknya gue harus nemuin orang tua kandung gue, deh. Dianak tirikan mulu gue di sini.
Padahal jelas-jelas Baekhyun itu cowok, satu-satunya manusia jantan -walau nggak jantan- yang berjakun di rumah ini.
Tapi kenapa malah gue yang disuruh jagain dia? Emangnya kelamin gue sekarang dirubah?
Gue natap muak ke arah Baekhyun yang masih aja nyantai. "Eh, babu!"
"Nanaon, sih?"
"Kagak ke kampus lo?" Gue ikut duduk di samping Baekhyun dan ngambil alih keripik kentang di toples besar yang lagi dipangku sama dia.
Baekhyun mendengus. "Nanti, 2 jam lagi."
Gue cuma ber-oh ria, dan langsung nutup pembicaraan, karena gue jadi fokus ke film India di depan TV.
Seru juga ternyata.
Pantesan si Baekhyun selalu aja duluan booking acara TV ini tiap jam segini.
Mama dan gue nyampe suka diusir dari sofa pas film India kesukaan Baekhyun udah mulai. Kurang ajar emang itu bocah satu.
Sesuatu yang bergetar di atas meja membuat gue mengalihkan pandangan gue ke benda persegi empat itu.
Nomor yang nggak dikenal ternyata.
Tadinya gue mau bilang ke Baekhyun, soalnya kadang gue suka parno sama nomor yang nggak dikenal. Nggak tau kenapa gue itu suka takut sama nomor nggak dikenal yang nelpon gue. Makanya kalo mereka nelfon gue, gue suka bilang ke Baekhyun, dan nyuruh dia yang ngangkat.
Tapi orangnya lagi tidur di samping gue.
Akhirnya gue memutuskan untuk mengangkatnya.
"Halo?"
"Ini Rara, bukan?"
Suara ibu-ibu yang kayaknya gue pernah dengar tapi nggak tau dimana.
"Iyaa, ini siapa, ya?"
Ada suara kekehan di seberang sana. "Ini Mama Chanyeol, sayang. Kamu lagi di rumah nggak?"
Anjir. Speechless gue. Tau darimana ya Nyonya Park tau nomor gue?
Gue senyum canggung. "Eh, Tante. Iya, Tante. Rara lagi di rumah. Kenapa, Tan?"
"Tante boleh minta tolong nggak?"
Gue ngangguk, walau nggak bakal bisa diliat sama Nyonya Park. "Boleh, Tante."
"Bisa tolong tengokin Chanyeol nggak? Chanyeol lagi demam, tuh. Di rumah lagi nggak ada siapa-siapa. Tante lagi diluar sama Papa Chanyeol."
Waduh.
Berat banget, Tan minta tolongnya.
Gimana, ya. Gue bingung. Ini cuma disuruh tengokin doang, kan ya? Tapi nanyanya nggak enak.
Belum sempat gue jawab, Tante udah ngomong lagi. "Boleh, kan Ra? Chanyeol daritadi nggak mau makan. Susah banget. Dia kalo udah sakit pasti kayak gitu. Susah, padahal Tante udah cekokin dia makanan kesukaannya. Bubur juga dia nggak mau. Mungkin kalo sama kamu dia mau."
Yah, gimana ya, Tan. Kalo sama Tante aja dia nggak mau, apalagi sama saya yang posisinya cuma musuh tetangga dia doang?
Kasian juga, sih gue.
Akhirnya gue diam-diam menghela napas, terus ngangguk-ngangguk lagi. "Yaudah, Tante. Rara ke rumah sekarang."
"Makasih, ya Ra! Chanyeol lagi di kamarnya. Nanti masuk aja. Tante nitip Chanyeol, ya."
"Iya, Tante. Sama-sama."
Sambungan telepon terputus.
Gue menghembuskan napas.
Sebenernya gue lagi nggak mau ketemu Chanyeol. Nggak tau ya, cuma gue lagi mau ngejauh aja dari dia. Takut gue jadi ngelakuin hal bodoh di depan dia kayak semalam.
Hal yang nggak pernah gue lakukan dengan musuh gue, temennya pacar gue.
Gue melirik ke Baekhyun. Dia masih tidur. Oke, aman. Gue jadi nggak usah ditanya-tanya mau kemana sama ini orang.
Gue jalan ke kamar, untuk benerin muka gue yang berantakan. Gue cuci muka, ganti baju pake celana jeans dan kaus putih polos yang dimasukin, dan rambut gue biarkan tergerai. Gue pakai sedikit bedak dan lipbalm tipis di bibir.
Dan sedikit semprotan parfum bayi di badan.
Bentar.
Kok kayaknya rapih banget? Padahal cuma mau ke sebelah doang.
Gue yang udah malas banget untuk ganti baju, langsung keluar kamar dan dengan pelan-pelan keluar dari rumah. Untung aja pergerakan gue ini nggak membangunkan Baekhyun.
Gue yang udah di depan pintu rumah Chanyeol, diam sebentar.
Nggak tau kenapa kok gue deg-degan gini, ya? Nggak nyaman banget.
Gue berdehem pelan. Terus masuk ke dalam dan naik ke lantai dua.
Rumahnya yang besar ini buat gue jadi sedikit canggung untuk masuk. Suasananya sepi dan nggak ada satupun orang di sini.
Terhitung udah kedua kalinya gue ke rumah itu patung pancoran.
Gue masuk ke dalam kamar Chanyeol, dan melihat cowok itu yang lagi meringkuk di dalam selimut dengan keringat yang udah mengumpul di jidat dan juga leher dia.
Gue mendekat dan duduk di bawah, tepat di samping kasurnya.
Gue menaruh punggung tangan gue di jidat dia.
Panas, sih, tapi gue bisa liat dia sedikit menggigil.
Gue mengguncang bahu dia pelan. "Yol, bangun, yol."
Dia diam, masih merem.
Gue mencoba melakukan hal yang sama, tapi masih nggak ada respon dari dia.
Akhirnya gue memutuskan untuk ke kamar mandi dan mengambil sebaskom air dan kain lap yang gue gunakan untuk ditempelkan di jidat dia.
Setelah gue melakukan itu, gue turun ke bawah, dan pergi ke dapur.
Gue sebenernya nggak bisa masak. Tapi kenapa ini sekarang gue sok-sokan ngambil panci?
Mau ngerusakin dapur orang lo, Ra?
Gue menghela napas. Walaupun gue nggak bisa masak, gue cukup pintar dalam menggunakan internet.
Gue cari resep cara bikin bubur di internet. Setelah itu gue mempraktikkan sendiri di dapur, tanpa bantuan dari orang lain.
Setelah gue udah berhasil bikinnya, gue senyum bangga.
Keren banget, sih. Selama gue hidup gue baru sekali bikin makanan berat kayak gini.
Kan biasanya gue selalu masak makanan instan atau nggak masak air.
Nggak tau sih rasanya gimana. Tapi ya udah lah, ya. Yang makan juga bukan gue.
Gue masuk ke dalam kamar Chanyeol dengan nampan yang diatasnya ada semangkuk bubur, segelas air putih dan sepiring buah apel yang udah dipotong-potong.
Gue menaruhnya di nakas, dan berusaha membangunkan Chanyeol yang masih dalam posisi tidur yang sama.
"Yol, bangun, woy."
"Yol."
"Anjir, caplang. Bangun, kek. Nggak tau apa gue capek keringetan gini abis masakin lo?!"
Gue mendengus kesal. Emang kebo nih cowok.
"Airin.."
Anjir, ngigau ini orang.
Pake segala nyebut nama mantannya segala lagi.
Kurang ajar emang. Gue panggilin, tapi malah nyautin nama mantannya. Nggak tau aja dia gue udah berusaha keras masak ini bubur.
Kok gue kesel, ya?
"Bangun, sih Caplang! Gue balik dah! Males jadinya!" Gue mengambil ancang-ancang untuk pergi dari sana, sebelum akhirnya gue mendengar suara lirihan dia yang sangat amat pelan.
"Jangan tinggalin gue, Airin.."
Gue mendengus kesal.
Dengan menahan luapan emosi, gue berbalik dan berdiri di samping kasur Chanyeol. Terus gue memperhatikan muka dia yang seperti menahan sakit dengan mata yang masih belum kebuka.
"Chanyeol."
Gue duduk di depan dia, terus menaruh kepala gue di kasur, tepat di sampingnya, sambil memperhatikan muka Chanyeol yang penuh keringat.
"Yeol."
Agak lama gue berada dalam posisi ini, rasa kantuk mulai menyerang gue. Dan akhirnya, mata gue terpejam dan nggak tau lagi apa yang terjadi.
💘💘💘
Gue terbangun dengan kepala yang terasa berat dan susah untuk digerakkan.
Waduh, bahaya ini. Kenapa gue jadi nggak bisa sama sekali gerakin kepala gue? Padahal ini leher gue udah pegel dengan posisi tidur yang kayak gini.
Tapi setelah itu gue bisa merasakan deru napas teratur di atas gue, tepatnya di depan kepala gue. Rasa berat di kepala gue itu ternyata dari Chanyeol.
Si caplang itu menaruh lengan gedenya di atas kepala gue, kayak lagi menyisir rambut gue. Dan gue bisa merasakan sesuatu yang lembab dan lunak nempel di kepala gue.
Bentar.
Ini sebenernya si caplang lagi ngapain, sih?
Gue berusaha mengangkat lengan Chanyeol dari kepala gue, tapi pergerakan gue terhenti ketika mendengar suara Chanyeol yang terdengar sayu.
"Diem, Ra."
Seketika gue nggak bisa bergerak. Seperti mendengar suara perintah Chanyeol tadi itu nggak bisa gue nggak gue lakuin.
Nggak bener ini. Kalo ada orang liat gue sama Chanyeol kayak gini gimana?
"Lo ngapain, sih? Tangan lo gede tau, gak? Dikira kepala gue nggak berat apa? Leher gue pegel," kata gue dengan lanjut berusaha memindahkan tangan gede itu.
Chanyeol semakin mendekatkan bibirnya ke kepala gue, dan saat itulah badan gue menegang.
Chanyeol nyium gue dalam.
"Bisa diem gak, sih? Nggak tau orang lagi sakit apa?"
"Ta-tapi berat an-"
"Diem atau gue cipokin lo sekarang, di sini, saat ini juga?"
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top