[15] Peringatan
Setelah menerima pesan line dari Lisa, gue langsung pamit sama Lay dan buru-buru pulang. Sebenernya gue juga nggak tega ninggalin Lay gitu aja. Ya, lo bayangin aja, sih, baru aja ketemu udah ditinggal lagi. Dan saat itu lonya lagi ulang tahun.
Pasti nggak enak. Harusnya gue ada sama Lay lebih lama.
Tapi situasi memang mengharuskan gue untuk ambil tindakan secepatnya. Masalahnya di sini sekarang, apa kejadian waktu gue sama Chanyeol di tempat makan itu bakal kesebar secepat itu?
Gue langsung pulang dan menemukan Chanyeol juga Baekhyun yang masih asyik main ps. Gue dengan cepat menghampiri Chanyeol dan menarik kerah bajunya.
"Apaan, sih?! Nggak bisa napas gue!" Teriak Chanyeol sambil memegang lehernya.
"Sini dulu. Ada yang mau gue omongin," kata gue sambil berbisik.
Baekhyun langsung berhenti bermain dan melihat ke arah kita. "Meni teh ngapain? Bisik-bisikan. Ngomongin aing, ya?"
Bodo amat, lah sama Baekhyun. Itu anak bakal diem kalo lawan bicaranya ngacangin dia.
Gue membawa Chanyeol ke halaman belakang, masih dengan menarik kerah baju Chanyeol tanpa memedulikan protesan dia tentang lehernya yang kerasa kecekek akibat tarikan kerah bajunya.
Chanyeol natap gue tajam setelah gue melepaskan tarikan itu. "Mau lo apa, sih?!"
Ya elah, dia berubah jadi sangar lagi. Tadi, mah kalem juga.
Gue menghela nafas, sebelum akhirnya gue langsung ngomong cepat. "Lisatahukejadianpaskitalagi adaditempatmakanitu," jelas gue cepat dengan satu tarikan napas. Jantung gue berdetak nggak karuan, dan rasanya keringat daritadi nggak berhenti keluar.
Chanyeol natap gue datar. "Nggak guna gue ke sini," kata dia sambil ngambil ancang-ancang buat pergi dari sini.
Gue langsung menahan dia cepat. "Tunggu bentar, ish!"
Dia menatap gue dengan tatapan menuntut meminta penjelasan.
Gue menarik napas panjang, terus dibuang lagi. Gue natap Chanyeol lama. "Lisa ngeliat kejadian pas gue dipangku sama lo."
Chanyeol nggak bereaksi. Dia masih diam di tempat kayak patung pancoran. Kayaknya emang panggilan 'patung pancoran' cocok buat dia.
Udah satu menit berlalu dan dia sama sekali nggak ada reaksi. Mati apa ini orang?
Gue mendecak kesal. Daripada ngomel-ngomel ke dia, mendingan gue kasih pesan line yang Lisa kirim. Gue menunjukkanya ke dia. "Liat, nih. Dia ngeliat kita, plang. Harus gimana?" Racau gue sambil mengusap muka kasar.
Gue nggak mau sampe Lay ngeliat ini. Gue nggak mau Lay sakit hati cuma gara-gara sandiwara sialan yang dilakuin sama Chanyeol. Dan gue juga nggak mau Lay marah ke gue, karena kalo dia udah marah, segalanya bakal dilupain.
Termasuk gue.
Chanyeol memijat dahinya sambil menghela napas. "Kok gue nggak liat Lisa waktu itu, sih?" Kata dia yang dijawab anggukan dari gue.
Padahal waktu itu mata gue ngeliatin setiap pengunjung yang ada di sana. Tapi kenapa gue sama sekali nggak lihat sosok ampas itu?
Gue mendengus kesal sambil dorong badan dia, walaupun nggak berpengaruh sama sekali. "Ini semua gara-gara lo, ya! Kalo aja lo nggak narik gue masuk ke sandiwara lo itu, pasti nggak bakal kayak gini!"
Sumpah gue mau nangis sekarang. Gue terlalu takut dengan resiko yang bakal gue tanggung nantinya. Gue belum siap, dan nggak bakal pernah siap kalo menyangkut soal perasaan Lay. Lay itu terlalu baik buat disakitin.
Chanyeol diam sebentar. Terus dia ngambil hape gue tanpa izin.
Layar hape gue menampilkan sosok Lisa yang lagi natap kita berdua dengan tatapan mengintimidasi.
"Besok di kampus kalian harus jelasin ke gue."
🍂🍂🍂
Gue duduk dengan kaki yang gemeteran. Merasa terganggu sama tatapan dari ampas ini yang nggak biasa. Sialan banget, berasa kayak ketahuan abis nyuri sesuatu.
Yang bisa gue lakuin sekarang cuma menunggu patung pancoran yang ada di samping gue menjelaskan semuanya.
Dan juga gue berharap semoga dia bakal percaya sama omongan Chanyeol.
"Jelasin ke gue. Sedetail-detailnya. Nggak ada yang dikurangin, ditambah, apalagi nggak sesuai sama kenyataan. Harus bener-bener terjadi. Harus dalam bentuk fakta, bukan-" gue menendang kaki Lisa kesel.
Bacotnya gede banget, sih ini ampas.
"Bacot lo gede, ya, jing," cibir gue dengan sengit.
Lisa malah balik nendang kaki gue dengan matanya yang melotot. "Diem lo, ampas! Mau gue sebar fotonya, hah?!"
Kicep, kan jadinya.
Gue langsung merengut kesal. Sialan emang si asu.
"Jadi gimana? Jelasin ke gue!"
Bacot banget si monyet.
Gue menoleh ke Chanyeol. Dia masih diam dan menatap lurus ke depan. Heran, dia punya mulut nggak, sih sebenernya?
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya dia baru mau membuka mulutnya. "Gue cuma minta bantuan sama dia."
Lisa ngernyitin dahinya. "Bantuan apa?"
Mulailah Chanyeol menjelaskan semuanya, tanpa ada yang dikurang ataupun ditambah. Awalnya Lisa emang susah buat percaya, tapi karena jurus kegantengan Chanyeol dipakai buat menyogok Lisa, barulah ampas itu bisa dijinakin dan percaya.
"Jadi kalian nggak main dibelakang Lay, kan?"
Gue ngangguk spontan. "Iya, ini asli cuma sandiwara doang. Gue masih cinta sama Lay, dan gue juga ogah sama manusia bertelinga lebar," gue melirik Chanyeol sinis yang membuat Chanyeol menginjak kaki gue.
"Sakit, setan! "
Gue bisa mendengar helaan nafas dari Lisa. "Cepat atau lambat kelakuan kalian bakal kebongkar. Gue tebak, kalian udah lebih dari ini, kan mainnya?"
Kayaknya kata 'main' itu terlalu berlebihan.
Gue menyahut secara refleks. "Main? Apa maksud lo?! Kita nggak main, ya!" Kata gue nggak terima.
Ini kenapa si Chanyeol diam aja, sih? Nggak punya lidah apa?
Lisa menyipitkan matanya, menatap gue curiga. "Jadi maksudnya ini semua atas ketidak sengajaan? Bukan beneran?"
Gue mengangguk cepat. "Ya nggak, lah! "
Lisa menghela nafas lagi. "Gue nggak bisa bayangin kalo Lay tahu soal ini."
Dia bakal mutusin gue pastinya.
Tatapan Lisa beralih ke manusia- hm, bukan, patung pancoran yang ada di sampin gue. "Gue ingetin sama lo, ya. Jangan pernah bikin Lay kecewa. Karena lo sebagai sohib dari orok dia pasti tahu sifat Lay gimana. Gue cuma nggak mau lo jadi PHO di hubungan mereka yang udah mau jalan 4 tahun."
"3 tahun goblok!" Sergah gue cepat.
"Yeu, biasa aja, monyet!"
"Lo juga nggak usah ngegas, babi!"
"Mau gue sebar fotonya?"
Yeu dasar kunyit asem.
Akhirnya gue cuma bisa diam nggak menjawab. Sialan emang ampas satu ini. Udah tahu kelemahan gue itu apa.
"Pokoknya lo harus jaga rahasia ini, ya. Kalo sampe ketahuan, gue bakal potong tete lo!" Ancam gue sengit sambil menunjuk ke arah dia.
"Eh bangsat-"
"Pas lo di tempat itu, cuma ada lo doang, kan?" Tanya Chanyeol setelah sekian lama dia mematung dengan muka tripleknya.
Lisa menggeleng. "Cuma ada gue doang. Tapi tetep aja, kalian harus hati-hati. Dan satu lagi, menurut gue, mendingan kalian menjauh dulu, deh. Karena gue nggak mau hal-hal kayak gini terjadi lagi. Lagian hubungan kalian itu sejauh apa, sih?"
Apaan lagi nanyain hubungan. Gue nggak kenal sama manusia disamping gue, kok. Yang gue tahu dia cuma photo copyan dari wujud suami gue di Korea.
Gue mendecak sambil melirik sinis Chanyeol. "Kita cuma tetangga yang nggak saling kenal aja, kok."
Emang bener, kan? Kita itu cuma tetangga yang sering adu bacot kalo ketemu, sering buang muka kalo berpapasan. Pokoknya hubungan kita itu nggak jauh dari musuhan.
Lisa natap kita berdua dengan menyipitkan matanya, lagi. Gue bahkan nggak tahu sudah berapa banyak dia menyimpan rasa curiganya ke kita berdua. "Gue bakal rahasian ini dari anak-anak. Termasuk ampas-ampas itu. Gue nggak tahu kapan, tapi ada saat dimana lo mempersiapkan diri lo buat menjelaskan ini semua ke Lay," kata dia mengakhiri pembicaraan.
Yah, kita nggak akan pernah tahu kapan bencana akan datang, iya, kan?
🍂🍂🍂
Gue mempercepat langkah gue, berusaha menyamai langkah Chanyeol yang selalu aja gede-gede.
Heran, punya kaki, kok panjang-panjang, sih.
Gue mendecak melihat muka dia yang kelihatan santai dan terkesan nggak punya beban sama sekali. "Kok lo nyantai aja, sih? Harusnya lo panik pas tahu kejadian itu dilihat sama orang lain!"
Chanyeol berhenti melangkahkan kakinya dan noleh ke gue. Dia menatap gue dengan ogah. "Terus gue harus teriak 'ahh, gimana, nih? Lisa ngeliat kita lagi ngelakuin skin ship! Gue kudu ottokhae?!' Gitu?" Gue hampir pengen ketawa ngakak ngeliat muka dan suara dia yang dilebih-lebihkan.
Bukannya apa-apa, gue cuma belum pernah melihat ekspresi muka dia selain joker face sama muka marahnya. Bahkan muka sedih dia belum pernah gue liat.
Gue mendecak kesal saat tahu kalo dia natap gue dengan acuh lagi. "Ya nggak gitu juga kali! Maksud gue, kenapa lo masih bisa santai saat lo udah memasukkan gue ke dalam sandiwara idiot lo itu? Harusnya lo minta maaf dan mencoba buat- apa, kek. Kayak nutup mulutnya Lisa," kata gue panjang lebar.
Chanyeol ngehela nafas. "Gue panik. Lo nggak tahu aja."
Apaan, panik kok mukanya kayak kanebo kering gitu.
Gue mendengus dan natap dia sambil menahan muak setengah mati. "Bener kata Lisa. Kita harus jaga jarak. Gue nggak mau Lay sampe curiga sama gue dan lo."
"Kita emang udah jaga jarak dari awal, kan?" Kata dia santai dengan muka sok-sok kalemnya itu.
Gue mendecak. Bener juga, dari awal kita emang nggak deket, terus juga gue sama dia itu kayak Tom and Jerry. Berantem aja kalo ketemu.
Gue langsung menghentakkan kaki sambil mengambil ancang-ancang buat pergi dari sana.
"Semerdeka lo aja, Cahyo!" Teriak gue saat posisi gue udah lumayan jauh dari dia.
Masalah Lisa sekarang udah clear. Gue hanya tinggal menunggu beberapa hari untuk menghilangkan rasa nggak nyaman ini.
Karena dengan adanya kejadian tadi, gue malah jadi semakin resah dan juga khawatir. Entah apa yang gue khawatirkan, tapi gue tahu akan ada saatnya karma menimpa gue.
-TBC-
Always vote + comment ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top